Suatu hari, sepuluh tahun setelah kejadian itu, Malik menerima surat tanpa nama. Surat itu hanya berisi satu kalimat: *Kebenaran akan selalu menemukan jalannya.* Malik merasa jantungnya berdetak lebih cepat, dan keringat dingin mengalir di punggungnya. Ia tahu bahwa surat itu adalah peringatan, tetapi dari siapa? Dan tentang apa? Ia mencoba untuk mengabaikannya, tetapi surat-surat itu terus datang, satu per satu, dengan pesan yang semakin mendesak.
Malik tidak pernah berbicara tentang masa lalunya kepada siapa pun, termasuk istrinya. Ia mencoba melupakan semuanya, tetapi surat-surat itu membuatnya sadar bahwa masa lalunya belum benar-benar selesai. Ada sesuatu yang belum tuntas, sesuatu yang harus ia hadapi sebelum semuanya terlambat.
Suatu malam, ketika ia sedang memeriksa surat-surat itu, Malik menyadari sesuatu. Di setiap surat, ada tanda tangan kecil di sudut kanan bawah, sebuah inisial "L". Inisial itu membuat Malik teringat pada Lin, perempuan yang ia interogasi bertahun-tahun lalu. Namun, bagaimana mungkin? Lin seharusnya sudah lama meninggal. Tapi kenapa inisial itu terasa begitu familiar?
Pikiran Malik dipenuhi dengan pertanyaan. Ia memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang Lin, berharap bisa menemukan jawaban. Setelah melakukan penyelidikan pribadi yang panjang dan melelahkan, Malik akhirnya menemukan sebuah artikel tua di arsip surat kabar lokal. Artikel itu menyebutkan nama Lin sebagai salah satu korban penghilangan paksa yang hingga kini belum ditemukan. Namun, di akhir artikel, ada pernyataan dari seorang saksi anonim yang mengklaim bahwa Lin mungkin masih hidup dan bersembunyi di luar negeri.
Harapan kecil menyelinap di hati Malik. Jika Lin masih hidup, mungkin ia bisa menebus dosanya. Mungkin, ia bisa meminta maaf dan berusaha memperbaiki kesalahan yang telah ia perbuat. Namun, bagaimana jika Lin menyimpan dendam? Bagaimana jika ia ingin membalas apa yang telah Malik lakukan?
Malik memutuskan untuk mencari Lin. Ia menggunakan semua sumber daya yang ia miliki untuk melacak keberadaannya. Setelah berbulan-bulan mencari, ia akhirnya mendapatkan informasi bahwa Lin mungkin tinggal di sebuah kota kecil di Amerika Serikat. Dengan penuh tekad, Malik berangkat ke sana, meninggalkan keluarganya tanpa penjelasan.
Setibanya di kota kecil itu, Malik mulai mencari jejak Lin. Ia menemukan sebuah alamat yang kemungkinan adalah tempat tinggalnya. Dengan hati yang berdebar, Malik berjalan ke depan pintu rumah sederhana itu. Ia mengetuk pintu, dan ketika pintu terbuka, ia melihat seorang perempuan paruh baya dengan wajah yang tampak akrab, meskipun usianya sudah menua.
"Lin?" tanya Malik dengan suara bergetar. Perempuan itu memandangnya dengan tatapan dingin.
"Malik," jawab perempuan itu tanpa keraguan, seolah ia telah menunggu kedatangan Malik selama bertahun-tahun.
Mereka berdiri di sana dalam keheningan yang mencekam. Malik tidak tahu harus berkata apa. Ia hanya bisa menatap Lin, yang dulu ia kenal sebagai seorang perempuan muda yang penuh semangat, kini telah berubah menjadi sosok yang berbeda, penuh dengan luka yang mungkin tak akan pernah sembuh.
"Aku tahu kamu akan datang suatu hari," kata Lin akhirnya. "Aku menunggu terlalu lama."