yang mendeskripsikan tekanan sosial dari orang-orang terdekat untuk menggapai sesuatu, tetapi ia sendiri bahkan belum mengetahui tujuan hidupnya. Pemilihan kata 'pergi S2' dan 'gaji' dalam susunan lirik terbukti lebih membekas di benak pendengar alih-alih penggunaan kata kiasan yang berbelit-belit. Harus diakui, kemampuan Baskara dalam mengasosiasikan kata-kata teknis ke dalam narasi emosional merupakan kelebihan yang unik dibandingkan solois lain.
Jika harus memilih secara keseluruhan, maka lagu 'Dehidrasi' tentu layak menempati posisi teratas dari segala aspek. Ritme drum upbeat ala marching band, serta sentuhan rock alternatif dengan interlude melodi gitar distorsi di bagian akhir merupakan formula yang telah lama ditinggalkan; namun hadir dengan kemasan lebih segar. Lagu ini merupakan contoh sempurna dari adaptasi elemen musik lawas ke dalam gaya modern.
Sementara lagu 'Evakuasi' selaku track pertama tidak berasa cukup mengesankan. Selain karena tidak mempunyai melodi vokal dan lirik yang ikonik, juga terdapat kombinasi instrumen yang cukup mengganggu; terutama pada keputusan untuk menempatkan suara petikan dawai harpa di bagian Verse 2 yang terdengar tidak menyatu dengan nuansa keseluruhan lagu. Keputusan ini tentu merupakan hal yang patut dipertanyakan.
Melalui album ini, Baskara menunjukkan bahwa sesungguhnya terdapat segmen pendengar musik yang belum tersentuh oleh industri arus utama. Mereka tersisih dan diabaikan atas nama permintaan pasar, tetapi perlahan tumbuh pesat mempunyai nilai tawar. Di saat nama besar terbuai dengan monopolinya, gelombang nama-nama baru perlahan muncul mendisrupsi; dan tentu saja album ini adalah salah satunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H