Mohon tunggu...
YUSUFIbrahim
YUSUFIbrahim Mohon Tunggu... Lainnya - Setidaknya saya menulis.

30 tahun bercinta dengan industri kreatif gambar dan suara di televisi, kini tiba waktunya pulang pada cinta pertama di dunia kreatif, yakni menulis. IG: @hajiyusufi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Begini Cara Tobat dan Bikin Orang Tobat

19 Maret 2022   13:27 Diperbarui: 29 Maret 2022   18:23 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tobat adalah jalan perubahan yang berat jika ingin kedudukan di mata Tuhan baik adanya. (Photo: Quote Ibnu Atha'illah - Al Hikam)

Ini adalah sebuah kisah base on true story. Dimana nama pelaku dan tempat terpaksa penulis samarkan. Demi memenuhi permintaan penutur kisah dan menghormati pelaku kisah. 

Kisah perjalanan tobat, yang tidak memaksa dan hanya bermodalkan niat! 

Kemarin sore, saat minum kopi sepulang bekerja, seorang anak muda baik-baik bercerita tentang temannya yang sangat tidak baik-baik alias berandal. Anak muda itu, sebut saja namanya Cupi. Sementara teman berandalnya kita juluki Mad. 

Mad berteman dan bersahabat dengan Cupi sejak SMP, di Medan. Lepas SMA mereka jarang berjumpa. Namun hubungan tetap terjaga lewat ponsel. 

Mad sangat liar, kasar, anarkis, kriminal dan suka maksiat. Pokoknya, berandal! Kesehariannya adalah penyimpangan. Minuman keras, narkoba, sex bebas adalah pelariannya dalam susah dan senang. 

Mad juga pernah masuk penjara. Keluar masuk kantor polisi biasa buatnya. Mad benar-benar sampah masyarakat. 

Cupi tak membenci Mad karena perbuatannya. Mereka berteman tanpa sedikitpun masalah. Sehingga tak ada alasan untuk saling benci. Mereka jarang berjumpa hanya karena beda dunia pergaulan. Selebihnya mereka tetaplah teman atau sahabat. 

Perjumpaan mereka sesekali terjadi tanpa sengaja. Di jalan-jalan utama dan sudut elit tongkrongan anak Medan. Hangat dan jujur. Selalu itu warna pertemuan mereka walau jarang dan singkat. 

Setiap bertemu, dalam hati Cupi berdoa, semoga Mad cepat keluar dari dunia hitamnya. Mad pun begitu, seberandal-berandalnya dirinya, ia suka minta didoakan Cupi, semoga bisa menjadi orang baik-baik. 

Lama tak mendengar kabar Mad, karena tak ada di Medan lagi dan nomor ponselnya sudah mati, Cupi mendengar Mad ada di sebuah pondok pesantren di Jawa Tengah. Informasi itu ia dapat dari seorang kawan lain yang mengenal Mad. 

Suatu waktu, Cupi ke Jawa Tengah. Ia punya waktu mencari dan mengunjungi Mad di sebuah tempat dekat pondok pesantren. Mereka melepas kangen. Bercerita banyak tentang ini dan itu. Khususnya cerita tentang perjalanan tobatnya di sebuah pondok pesantren. 

“Awalnya aku sudah sangat putus asa dengan hidupku yang dikuasai hawa nafsu. Aku ingin mati tapi aku takut dan tak mau bunuh diri. Hingga suatu ketika aku melihat orang duduk-duduk di sebuah kelompok pengajian. Aku minta diajak dan diantar teman ke sana. Ingin tahu apa rasanya ada di pengajian. Sekali-dua kali tak berpengaruh apa-apa. Cuma merasa istirahat sambil duduk bersila mendengar lantunan ayat dan seorang ustadz berceramah. Aku bosan dan nggak mengerti.” Cerita Mad kepada Cupi, yang sedikit banyak mengenal Mad sejak SMP. Seorang teman yang hanya pernah belajar sholat di bangku SD tapi tak pernah menjalankannya hingga dewasa. Apalagi belajar mengaji dan ikut pengajian. Mereka berdua saat ini berusia jelang 30 tahun. Masih muda. 

“Penampilanku yang seperti ini. Layu, kusam, kotor luar dalam dan sangar karena tatoku ada dimana-mana hingga di wajah. aku pikir akan ditolak dan tertolak oleh anggota kelompok pengajian itu. Ternyata tidak. Sama sekali tidak. Hingga akhirnya seorang ustadz pimpinan pengajian itu menghampiriku dan berkata, jadilah dirimu sendiri di sini. Kami tidak mensyaratkan apa-apa. Hanya, jika kamu merasa masih ingin merokok, minum alkohol dan memakai narkobamu, carilah sudut dan tempat yang lebih pantas dan nyaman buatmu. Jangan bilang dan terlihat kami. Apalagi saat sedang mengikuti pengajian atau mengikuti ritual ibadah di pondok ini. Jika ingin ada yang ditanyakan dan mengganggumu temuilah saya. Itu saja. Pesan ustadz itu,”  lanjut tutur cerita Mad kepada Cupi.  

Cupi terus menyimak cerita perjalanan tobat Mad lebih dari dua jam. Sesekali Mad meneteskan air mata sambil berkisah. Sesekali ia tersenyum dan tertawa. Mentertawakan dirinya yang bodoh, kotor dan rusak. 

Singkat cerita, menurut Cupi, Mad bisa tobat karena niat. Karena ada kemauan. Karena ia bosan dan mulai lelah menjalani dunianya yang gelap tanpa cahaya kebaikan. 

Mad sadar, berandal, brengsek dan jahat akan selalu ada jika dipelihara. Jika dijalankan terus. Dan dia merasa sudah berada dipuncak kejahatannya. Dia bingung dan gelisah. Apalagi setelah ini? Rasanya sama saja. Berputar-putar dalam kegelapan. Tabrak sana, tabrak sini. Karena tak ada cahaya. Begitu isi pikiran Mad. 

Mad menjadikan niat dan kemauan sebagai modal tobatnya. Semata-mata karena itu. Ia merasa masih cukup waras walau dia tak punya pengetahuan agama. Nyaris blank. Yang Mad sadar dia punya agama karena orang tuanya beragama, yakni Islam. Itulah mengapa yang dia datangi kelompok pengajian Islam. 

Awalnya dia merasa bosan, bingung dan aneh. Tapi dia merasakan ada yang beda ikut duduk-duduk di kelompok pengajian atau majelis taklim itu. Berbeda sekali dengan dunia kegelapan yang dia jalani sebelumnya. Yang kasar, jorok, jahat dan tak manusiawi. 

Rasa beda itu membuatnya kangen dan ingin kembali hadir. Mad sedikit-banyak menemukan kedamaian di majelis itu.  Makanya, dia yang awalnya datang cuma sesekali kemudian menjadi beberapa kali dan akhirnya ingin menetap.  

Apalagi kemudian, di majelis itu ia berjumpa dengan beberapa orang yang senasib dan bertabiat sama dengannya. Penjahat dan tukang maksiat!

Pengakuan Mad, di majelis itu ia merasa dimanusiakan. Dihargai, dihormati dan dilayani. Sedikitpun tak dilecehkan apalagi di hina. Mad dan kawan-kawan senasibnya dibebaskan menjadi diri sendiri. Tanpa peraturan yang mengikat dan sanksi yang keras. Mereka hanya diminta bertingkah laku wajar, dilarang minum alkohol dan pakai narkoba di depan jamaah dan santri yang ada. Itu saja. Dan diawal-awal bergabung mereka memang masih suka curi-curi minum dan pakai narkoba. Ustadznya tahu itu. 

“Tapi nanti kalau adzan kalian ikut sholat, yah. Jangan lupa berwudhu dulu,” itu pesan Pak Ustadz saat pernah memergoki mereka  ngumpet-ngumpet menenggak minuman keras di sudut pesantren, sambil tersenyum.  

Suasana itu kata Mad kepada Cupi, berbeda sekali dengan saat dia pernah masuk penjara dan rehabilitasi pengguna narkoba yang dikelola pemerintah. Yang penuh program ini dan itu, mengikat dan bernuansa intimidasi dan dokrin. Menakutkan dan jauh dari membuat orang sadar. 

Ada suatu kisah yang menyentuh Mad dan teman-teman berandalnya yang gabung ikut di majelis pengajian pondok pesantren itu, saat mulai rutin berkunjung dan bermalam di pondok. 

Mereka bermalam di selasar masjid. Kadang kalau adzan subuh mereka tak dengar dan bablas tidur, karena ngantuk habis begadang. Ada yang membangunkan tapi tak memaksa membangunkan hingga mereka tetap pules dan tidak sholat subuh. Itu sering terjadi, diawal-awal mereka mondok.   

Menariknya, walau mereka ketiduran dan tidak sholat subuh, tak ada yang memarahi dan menegur. Justru, saat terbangun dimana matahari sudah tinggi, selalu ada paket sarapan disamping tempat Mad dan teman-temannya biasa tidur. Sudah disediakan. Itu membuat mereka tersentuh seraya malu dan bingung. 

Di kemudian hari mereka baru tahu, yang suka menyediakan sarapan itu adalah ibu-ibu tetangga pondok pesantren yang peduli pada ikhtiar mereka mencari cahaya kebenaran. Ingin mencari dan menempuh jalan tobat. 

“Jangan bilang aku sudah tobat, Bro. Aku masih berjuang di sini. Aku dan teman-teman senasib masih belajar. Masih proses. Tobat itu sampai akhir hayat. Bukan untuk seminggu-dua minggu, setahun-dua tahun, tapi sampai mati. Kita nggak tahu besok seperti apa. Hatiku terlalu kotor dan keras. Perlu perjuangan, kesabaran dan ketabahan. Istiqomah. Alhamdulillah sejauh ini aku masih menikmati perjalanan tobatku. Sangat menikmati. Teman-temanku juga begitu. Lagi-lagi… Do’akan aku, Bro. Doa’akan agar aku kuat,” pinta Mad kepada Cupi diujung ceritanya.

Usai mendengarkan kisah Mad dari Cupi, saya menarik nafas dalam-dalam.  Teringat sebuah penggalan ayat Al Qur’an surat Az-Zumar ayat 53 yang berbunyi:

“Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rakhmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 

Tabik.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun