Pertanyaan ini hangat dibicarakan oleh masyarakat muslim di Indonesia ketika ada fatwa menunda shalat Jumat dan melaksanan shalat di rumah selama wabah Corona. Fatwa tersebut dikeluarkan oleh MUI dan organisasi Islam lainnya seperti NU dan Muammadiyyah. Selain itu diikuti pula oleh penceramah terkenal semisal Aa Gym, Abdul Somad, Adi hidayat dan Gus Baha. Bahkan Persatuan Ulama Dunia (IUMS), ulama Al-Azhar dan Dewan Ulama Senior Saudi Arabia lebih dahulu memfatwakan hal sama ketika kondisi negara-negar arab jauh lebih aman dari Indonesia.
Tulisan ini akan mengulas pendapat ulama syafiyyah yang terangkum dalam kitab Ianatutholibin ( )--kitab yang sering dikaji di pesantren salafiyyah--karya Sayyid Abu Bakar bin Muhammad Syatha  salah satu ulama masyhur makkah yang menjadi guru para ulama Nusantara pada awal abad 20.
Berbicara keutamaan shalat berjamaah tidak akan lepas dari uzdur atau halangan melaksanakan salat berjamaah dan jumat.
Menurut Imam Nawawi dan ulama mazhab syafi'i lainnya, jika seseorang memiliki uzhur maka keutamaan shalat berjamaah tidak akan didapat sebab keutamaan itu ada andai tidak ada halangan.
Sebaliknya orang yang memiliki uzur akan mendapatkan pahala berjamaah karena telah bermaksud salat berjamah namun terhalang oleh uzhur r (juz 2 hal 51) .
Begitupula dengan salat jumat maka lebih utama salat zuhur bagi yang memiliki uzhur. Namun, jika dia tetap ingin shalat jumat hukumnya tetap sah. Kalau dikaitkan dengan kekhawatiran tertular atau ada potensi tertular karena virus tidak terlihat at maka lebih utama mengganti zuhur karena menjauhi madlorot.
Apalagi ahli virus dan medis menyebutkan penularan Covid 19 umumnya ditempat orang berkumpul dalam jumlah banyak dan tidak bisa menjaga jarak terutama di daerah yang telah terpapar atau oleh pemerintah disebut zona merah.
Pertanyaan selanjutnya siapa saja yang terkena uzhur? Ulama syafiyyah menyebutkan uzhur shalat jamaah dan shalat Jumat itu sama. Dengan kata lain maka jika kita berhalangan shalat berjamaah maka berhalangan pula shalat jumat. (Juz 2: 48-50)
1. Hujan yang membasahi pakaian atau kita sebut hujan deras. Meskipun ada payung atau penghalang lainnya yang membuat baju tidak basah, uzhur ini tidak gugur.
Bahkan nabi pernah menyuruh sahabat shalat shalat di tempat mereka berada (bukan dimesjid) ketika hujan turun yang tidak membasahi sendal kami. Kejadian ini terjadi pada masa perjanjian Hudaibiyyah.
2. Jalan berlumpur sehingga kalau berjalan bisa mengotori kaki dan licin sehingga bisa terpleset. Adapun jalan becek yang tidak menyulitkan berjalan maka tidak menjadi uzur.
3. Panas yang menyengat di waktu dluhur yang bisa membahayakan diri, kalau hanya panas saja tidak menjadikan halangan.
4. Dingin yang menusuk kulit yang bisa membahayakan jiwa, kalau tidak maka tidak gugur.
5. Gelap yang mencekam diwaktu subuh
6. Kesulit karena sakit sehingga sulit hadir ke mesjid atau kesulitan yang bisa mengganggu kekhusuan shalat. Dihalaman 53, beliau menambahkan semua hal yang sulitnya sama seperti orang sakit maka menjadi uzhur
7. Menahan buang air kecil, besar dan angin. Lebih utama buang air dulu dari pada berjamaah jika waktu memungkinkan. Jika waktu sempit maka tetap harus shalat berjamaah.
8. Tidak ada pakaian yang layak yang bisa menutupi aurot, terutama batasan aurat laki-laki.
9. Ketika perjalanan bersama sahabat atau teman karena ada kekhawatiran terancamnya jiwa dan harta jika bepergian sendiri
10. Adanya kekhawatiran adanya orang zalim terhadap sesuatu yang harus dijaga berupa kehormatan, jiwa dan harta. Dalam redaksi lain Imam Assyuyuthi menyebutkan khawatir ada yang menimpa terhadap diri dan harta termasuk uzhur ( Al Asybah Wannadloir: 590)
11. Kekhawatiran pemberi hutang tidak bisa menahan orang yg sulit membayar utang
12. Menjaga orang sakit, jika tidak ada kerabat dekatnya yang menjaga, atau ada kerabat dekatnya atau belum ada kerabat yang menjaga tetapi orang yang menjaga tersebut baik kepada yg sakit
13. Sangat mengantuk ketingga menunggu waktu shalat berjamaah. Kalau mengantuk sejak dari pagi sehingga terlewat shalat jumat maka tidak termasuk uzhur
14. Sangat lapar dan haus tetapi waktu shalat masih luas. Kalau waktu mepet maka tetap shalat berjamaah dan jumat
15. Orang buta yang tidak menemukan orang yang bisa dibayar untuk menuntunnya meski pun dia bisa saja jalan dengan bantuan tongkat.
Sayyid Bakar menambahkan orang yang memakan makanan yang bau dan menggangu orang lain seperti bawang putih, bawang merah atau daun bawang maka tidak perlu berjamaah ke mesjid atau shalat jumat dengan syarat kesulitan menghilangkan bau tersebut. Atau dalam redaksi Imam Assuyuthi setelah diobati tidak hilang (hal:590)
Dari hal itu jelaslah secara fikih menunda shalat jumat dan berjamaah dirumah saat ini sangat dianjurkan terutama yang berada didaerah zona merah sebab orang yang memilki uzhur tidak memiliki kewajiban.
Jika melihat pengertian sakit atau yang sejenisnya termasuk khawatir dirinya sakit maka alasan takut tertular atau bisa menularkan virus corona maka sangat tepat.
Jika qiyaskan lebih lanjut, hujan, jalan becek, licin, panas atau dingin saja bisa menggurkan shalat berjamaah dan jumat, maka apalagi Virus Corona yang sangat membahayakan dan dampaknya telah terasa se-dunia.
Satu hal lagi para ulama yang terhimpun dalam MUI dan ormas islam ketika memfatwakan hal ini tidak hanya mempertimbangkan aspek fikih, namun juga ushul fikih, hadist, alquran serta kemaslahatan bersama. Maka tentu saja fatwa mereka sudah sangat sesuai dengan agama dan kemaslahatan umat. Wallohu A'lam. Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H