Seharusnya yang dilakukan Pemerintah adalah memastikan barangnya tersedia dan diawasi dengan baik. Pengawasan diperkuat dengan memastikan sinergi kementerian dan lembaga, juga pemerintah daerah. Bila pengawasan berjalan dengan baik, kegiatan penyelundupan dan penimbunan dapat dicegah. Dan moratorium tidak perlu dilakukan. Tidak Perlu.
Devisa Ekspor
Potensi kehilangan devisa ekspor Indonesia senilai US$3 miliar devisa negara atau setara dengan Rp43 triliun lebih (kurs 14.426 per dolar AS).
Sekedar berbagi, Selama Maret 2022 ekspor CPO kita nilainya US$3 miliar. Dan estimasinya pada bulan Mei nanti, apabila asumsinya pelarangan ekspor berlaku 1 bulan penuh, maka INA akan kehilangan devisa sebesar US$3 miliar. Itu artinya sama dengan 12 persen total ekspor non migas Kita hilang hangus. Seharusnya Mr President mengambil keputusan untuk mengembalikan kebijakan DMO CPO 20 persen untuk kebutuhan domestik dari total produksi. Dengan demikian kita tidak kehilangan devisa ekpor.
Karena selama ini konsumsi CPO dalam negeri hanya sekitar 6 hingga 7 juta ton.
Konsumsi dalam negeri hanya 6 juta ton-7 juta ton, tetapi ada sekitar 30 jutaan ton dilarang ekspor, maka jumlah tersebut mau dikemanakan?.
Konsekuensi dari moratorium yang akan dilaksanakan 28 April 2022 ini, akan disambut negara mitra dagang INA dengan protes. Bahkan, bukan tak mungkin mitra dagang INA akan membalas larangan ekspor tujuan Indonesia.
Maka akan menambah keruetan baru bukannya menyelesaikan masalah minyak goreng.
Perlu juga kita ketahui atas dasar data Kementerian Perdagangan (Kemendag) total ekspor CPO dan turunannya sudah mencapai 2.771.294 ton selama 14 Februari hingga 8 Maret 2022. Adapun porsi DMO untuk kebutuhan industri dalam negeri mencapai 573.890 ton. Data BPS menyebutkan selama Januari - Maret 2022 nilai ekspor kelapa sawit mencapai US$6,15 miliar. Belum ada penjelasan lebih lanjut dari pemerintah soal kemana alokasi ekspor CPO ini pasca pelarangan kelak.
Pelaku industri sawit adalah rakyat kecil.
Mr President sekali lagi seharusnya mengevaluasi mengenai kebijakan moratorium atau pelarangan untuk melakukan ekspor Crude Palm Oil (CPO) beserta minyak goreng dan juga turunannya.
Karena  kebijakan itu pada ujungnya akan merugikan para petani kecil dan mendorong lonjakan harga, termasuk produk turunan antara lain minyak goreng. Karena keputusan ini  nanti  dapat merusak industri CPO secara keseluruhan, termasuk industri minyak goreng, dan ini merugikan petani-petani kecil yang ada di pelosok, pedalaman. Terutama petani sawit kecil, pemilik lahan sawit sedang dan pemilik kebun sawit yang tidak memiliki pabrik pengolahan CPO, penampungan sawit atau pabrik minyak goreng.