Mohon tunggu...
Yusuf Senopati Riyanto
Yusuf Senopati Riyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Shut up and dance with me
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saat ini sebagai buruh di perusahaan milik Negara.

Selanjutnya

Tutup

Money

Jangan Jadikan Subsidi sebagai Kambing Hitam

16 April 2022   09:00 Diperbarui: 16 April 2022   09:03 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah persoalan subsidi tersebut telah selesai ?. sama sekali belum selesai dan seharusnya pemerintah terpilih saat ini (2019-2024) benar-benar serius menangani hal ini,bukan hanya "asal mencabut subsidi" tanpa adanya solusi selain menambah beban hidup masyarakat rakyat kebanyakan. Kenaikan PPN 11% bersamaan dengan kenaikan pertamax juga mengakibatkan dampak kenaikan pada sembako dan ini justru menyebabkan: tidak mencerminkan keadilan. Kenapa ?

Karena, pemerintah sempat mengenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar nol persen pada mobil baru.

"Sehingga ini sama sekali tidak mencerminkan keadilan ". Karena justru kelas menengah ke bawahlah yang sebagian income-nya habis untuk dikonsumsi harus juga membayar PPN. Dan ini menimbulkan pertanyaan berikutnya ?, khususnya kepada Mr President Jokowi selaku kepala Negara dan sebagai Pengambil keputusan.

Selain itu, PPN terhadap barang konsumsi orang banyak ini, maka akan memukul daya beli masyarakat yang berdampak pada indeks keyakinan konsumen (IKK) yang baru saja merangkak optimistis. Terbukti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Maret 2022 sebesar 111,0, yang turun dari 113,1 pada Februari 2022. Artinya terjadi pelemahan keyakinan, daya beli, Trust, Believe terhadap Pemerintah.

Minyak & Listrik.

 

Kembali kepada persoalan krusial yang senantiasa menjadi "kambing hitam" penguasa yang seolah tidak ada artinya sama sekali Subsidi. Apa bila tidak ditangani secara sungguh-sungguh mengedepankan kemajuan Bangsa dan Negara ini serta keberpihakan kepada masyarakat rakyat INA kebanyakan maka suatu kepastian kita akan segera mengalami Kemunduran. Harga minyak dunia Maret-April 2022 ini terus mengalami tren penurunan harga.

Harga minyak dunia terus mengalami tren penurunan setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa Rusia akan terus memenuhi obligasi kontrak pasokan energi, sehingga untuk sementara waktu pasokan ke pasar minyak mentah global masih terjaga. 

Pasar global juga mengantisipasi rilis stok lebih lanjut yang dikoordinasikan oleh Badan Energi Internasional dan peningkatan output Uncle Sam. Kemudian apa yang terjadi di Indonesia (INA) ?. 

INA tidak pernah mengikuti tren penurunan harga minyak dunia,  INA hanya mengikuti tren kenaikan harga minyak dunia. Dengan alasan, dalih bahwa guna menghemat kompensasi BBM atas APBN. Apabila kenaikan BBM tidak dapat ditunda oleh Pemerintah maka artinya kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) tidak dapat dihindari lagi., Padahal seharusnya Pemerintah dapat memainkan peran dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Tata kelola terhadap BUMN (PLN) itu yang dibutuhkan.

TDL adalah barang terukur,dan mayoritas pembangkit di INA masih menggunakan batu bara, maka apabila pemerintah berpihak kepada masyarakat rakyat menyeluruh pemerintah tetapkan Domestic Market Obligation (DMO) batu bara untuk listrik secara serius karena Domestic Market Obligation (DMO) tidak mengikuti pasar internasional (global). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun