Mohon tunggu...
Yusuf Senopati Riyanto
Yusuf Senopati Riyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Shut up and dance with me
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saat ini sebagai buruh di perusahaan milik Negara.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Melaksanakan Privatisasi terhadap PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) adalah Salah!

26 Desember 2021   15:11 Diperbarui: 1 Januari 2022   08:51 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbeda dengan PT PLN (persero) dimana pada dua Tahun buku 2019 dan 2020 tersebut Perusahaan listrik tersebut mutlak memperoleh laba Korporasi menyeluruh. Jadi?, quation mark mulai timbul untuk apa dilakukan Privatisasi dengan menggunakan kata Restrukturisasi?,apabila perusahaan telah dinyatakan untung. 

Sementara, Saat ini pemerintah memberikan subsidi BBM seperti premium ( telah dihapus untuk wilayah Jabodetabek), minyak tanah dan bahkan LPG serta listrik. Pemerintah memberikan penugasan kepada BUMN melalui Public Service Obligation (PSO). Jadi?, Apakah Privatisasi tersebut adalah sebuah "Pesanan"?, ataukah?..Apa ini?, Apa itu?

Public Service Obligation(PSO)

Kalau berkata jujur, adanya PSO di Indonesia ini dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan harga penjualan antara BUMN dan pihak Swasta dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Agar pelayanan produk dan atau jasa terjamin dan terjangkau oleh publik, maka pemerintah menunjuk BUMN untuk menjalankan fungsi tersebut. 

Dua contoh BUMN yang mendapat PSO adalah PT Pertamina(persero) dan PT PLN (persero). Misal Pemerintah menunjuk Pertamina untuk mendistribusikan BBM subsidi seperti premium(untuk Jabodetabek telah dihapus), pertalite(Tahun 2022 akan dihapus), LPG dan minyak tanah. 

Sementara PLN ditugasi pemerintah untuk menyediakan akses listrik yang lebih murah ke masyarakat yang kurang mampu. Dengan tujuan seluruh Indonesia 100% terlistriki dan 100% terpenuhi kebutuhan masyarakat akan Migas. 

Jika setelah melakukan kajian finansial ternyata fungsi tersebut tak memungkinkan, maka pemerintah memberikan kompensasi atas semua biaya yang dikeluarkan oleh BUMN itu termasuk margin yang diinginkan. Kenapa demikian?, karena semua atas dasar, azaz Konstitusi. Jelas.

Pada praktiknya, BUMN dalam hal ini Pertamina dan PLN diminta untuk menalangi kebutuhan tersebut terlebih dahulu. Artinya pemerintah jadi ngutang dulu ke BUMN. Dan ujung-ujungnya utang pemerintah ke BUMN pun tak sedikit. Mari kita lihat, kembali quation mark?, padahal BUMN harus memberikan deviden kepada Pemerintah bukan?.

ApaAdanyaUntukBangsaSendiri.

Mari sama-sama kita lihat posisi utang Pemerintah ke Pertamina pada akhir Tahun 2018 mencapai US$ 2,92 miliar atau setara dengan Rp 41,6 triliun apabila menggunakan asumsi kurs Rp 14.246/US$. Jumlah tersebut selanjutnya naik menjadi US$ 3,11 miliar setara dengan Rp 44,3 triliun pada posisi Juni Tahun berikutnya 2019.
Posisi utang pemerintah ke Pertamina pada 2016 dan 2017 memang telah dilunasi. Tetapi  utang yang tercatat tersebut merupakan saldo dari utang di tahun 2018 dan 2019 yang belum dibayar.

Utang tersebut merupakan belanja yang  harus dibayar dan merupakan kewajiban yang harus segera diselesaikan kepada pihak terutang dalam waktu kurang dari 12 bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun