Mohon tunggu...
Yusuf Senopati Riyanto
Yusuf Senopati Riyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Shut up and dance with me
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saat ini sebagai buruh di perusahaan milik Negara.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengubah Sistem Pengelolaan PT PLN (Persero) Bukan Menaikkan TDL!

17 Desember 2021   05:44 Diperbarui: 17 Desember 2021   05:59 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemerintah harus memiliki komitmen untuk menjaga kepentingan nasional yaitu menyediakan 100% listrik murah untuk menjalankan roda pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Ini yang utama sebagai amanat konstitusi kita Pasal 33 UUDRI 1945. Indonesia tidak bisa secara semena-mena menghapus PLTU, asset PT PLN (persero) yang plusminus 15000 MW, dan kita memiliki sumber batubara yang melimpah.

Perlu prinsip kehati-hatian dan pentahapan yang baik. Kita harus realistis, rasional dan obyektif, tidak hanya sekedar tebar pesona terkait dengan komitmen energi baru terbarukan EBT

Agar diketahui masyarakat RUPTL 2021-2030, Pemerintah berencana menyediakan porsi EBT (energi baru-terbarukan) sebesar 52 persen. Sehingga BPP PLN akan naik dari Rp 1.423/ kWh pada tahun 2021 menjadi Rp1.689/kWh pada tahun 2025. Nah, jelas ini nyambung dengan Kepmen ESDM No 1395 K/30/ MEM/2018.

Masalah Privatisasi Listrik Mengorbankan Rakyat.

Komitmen untuk dekarbonisasi dan memperkenalkan pembangkit energi terbarukan menciptakan gelombang baru privatisasi energi. Kenapa?, karena hal ini memisahkan Pembangkit,Transmisi,Distribusi hingga retail. 

Para pembuat kebijakan sektor energi sudah berhasil membuat para pembuat undang-undang percaya bahwa hanya perusahaan energi swasta saja yang mampu mengelola teknologi produksi energi terbarukan. 

Apakah demikian?, Terbukti Philipina yang melaksanakan privatisasi system ketenagalistrikan malahan tidak mampu menerangi 100% Philipina, listrik mahal serta seringnya terjadi pemadaman listrik dan tidak terjadi pembaruan atau transformasi ke Energi baru terbarukan.

 Philipina masih menggunakan batubara. Hal ini berarti bahwa banyak utilitas listrik publik yang mumpuni, dan terintegrasi secara vertikal dilarang membangun pembangkit listrik tenaga matahari dan angin yang baru. 

Pilihan kebijakan yang keliru yang demikian diperkuat oleh beragam perjanjian perdagangan yang memaksa negara-negara untuk memperlakukan korporasi swasta dengan cara yang sama dengan utilitas publik dalam negeri, termasuk Indonesia.

Kenapa mengorbankan rakyat?, Kita lihat dari sisi konsumen : Sudah banyak daerah/kota yang dapat diterapkan tarif Komersial, sedangkan potensi pertumbuhan ekonominya cukup pesat, sehingga harapan komersialisasi listrik pada daerah ini cukup besar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun