Sedimen ini juga yang menyebabkan volume banjir, titik-titik genangan air dan luasan genangan air makin parah dari tahun ke tahun, bahkan berpotensi besar terjadinya banjir bandang dengan membawa lumpur sedimen dalam jumlah besar.
Sebuah harga mahal yang harus dibayar akibat penggundulan hutan (deforestasi) di kawasan DAS. Upaya pengerukan sedimen dengan biaya sangat besar sesungguhnya hanya bersifat sementara (temporary), karena proses sedimentasi akan kembali terjadi dengan akumulasi jumlah yang lebih besar. Sementara kegiatan penghijauan kembali hutan dan reboisasi akan terasa efektivitasnya dalam waktu puluhan tahun.
Di sisi lain, keberadaan sedimen bisa mengganggu kinerja bangunan air baik yang buatan maupun yang alami. Tertutupnya intake air baku di embung untuk masuk ke pipa transmisi menuju IPA atau SPAM PDAM sehingga layanan air PDAM kepada para pelanggan terganggu. Mau tidak mau, sedimen tersebut harus dikeruk menggunakan kapal keruk atau penghisap lumpur dengan biaya yang cukup mahal serta menambah pos biaya operasi dan pemeliharaan (O & P).
Untuk itu perlu segera dibangun sebanyak mungkin bangunan penangkap sedimen (check dam) dan sabo dam (daerah gunung berapi aktif), agar sedimen tidak masuk di bangunan-bangunan air dan badan-badan air. Sedimen yang tertangkap di check dam dan sabo dam harus diambil keluar dan dipindahkan untuk dimanfaatkan sesuai pedoman Operasi dan Pemeliharaan (O & P).
Sementara itu aliran air permukaan (run off) terus mengalir menuju tempat-tempat terendah hingga ke dataran rendah di kawasan permukiman.
Dampak penimbunan rawa-rawa, situ, tampungan air alami dan pengeprasan serta perataan bukit-bukit untuk aktivitas pembangunan perumahan, kawasan permukiman, fasilitas umum (fasum) dan fadilitas sosial (fasos). Hilangnya tampungan air alami dan bukit-bukit penyimpan air menyebabkan bertambahnya volume debit aliran air permukaan (run off), yang akhirnya menimbulkan genangan banjir di beberapa titik kawasan perkotaan dan permukiman.
Untuk mengatasi genangan banjir yang terjadi, maka perlu banyak dibangun tampungan air buatan seperti bendungan, embung, kolam retensi, kolam detensi.
Khusus kawasan genangan air banjir yang dipengaruhi oleh pasang air laut atau yang dikenal dengan "banjir rob", maka perlu dibangun Sistem Polder yang terdiri dari saluran inlet, kolam retensi dan stasiun pompa untuk membuang air (outlet) ke saluran drainase yang lebih tinggi saat kapasitas aliran air sudah dalam kondisi normal.
Apabila ada ketersediaan lahan, maka pembangunan Kanal Banjir juga dirasa cukup efektif untuk mengatasi permasalahan banjir.
Konsep Pengendalian Banjir Berdasarkan Elevasi Kontur Muka Bumi adalah sebagai upaya mencegah terjadinya "banjir kiriman" dari kawasan hulu ke kawasan hilir.
Untuk merealisasikan konsep tersebut diperlukan tahapan perencanaan mulai dari studi kelayakan, survei dan investigasi desain hingga tahapan detail enginering design sebagai bahan pengajuan anggaran melalui pelelangan pekerjaan Jasa Konsultansi.