Tafsir ayat ke tiga surah Al Ikhlas menurut Ibnu Katsir bahwa Allah tidak beranak, tidak diperanakkan, serta tidak memiliki istri. Sementara Sayyud Qutb juga menjelaskan bahwa ayat ke tiga Surat Al Ikhlas mengandung makna bahwa Allah itu bersifat tetap, abadi, dan azali. Dengan kata lain sifat Allah itu mutlak dan tidak ada yang mustahil bagi Allah. Dia yang Maha Awal dan Maha Akhr.
Logika sehat tidak akan menerima jika Tuhan itu punya anak, bertindak sebagai orang tua, atau sebaliknya Tuhan merupakan seorang anak yang dilahir (diturunkan) oleh orang tua.
Hal yang mustahil Tuhan yang menciptakan dan mengatur kehidupan dalam menjalankan kekuasaannya dipengaruhi oleh pihak lain, baik itu dari anak  maupun orang tua. Dunia dan seisinya akan mengalami kehancuran, karena bila rotasi bumi bergesr sudutnya 0,5 derajad saja atau bumi sedikit melenceng dari orbitnya, maka sistem tata surya akan hancur berantakan.
Pergantian siang dan malam, pergiliran matahari dan bulan serta bintang-bintang membutuhkan ketelitian, presisi dan keteraturan yang tentunya hanya bisa dilakukan oleh Tuhan yang Maha Esa.
Dalam hal ketetapan tentang rejeki, jodoh dan kematian, bila Tuhan memiliki anak atau orang tua, maka pelaksanaan tugas-tugas tersebut tidak akan harmonis dan kacau, karena kekuasaan Tuhan tidak lagi bersifat mutlak, pasti ada intervensi dari anak atau orang tua Tuhan.
Dari sisi manusia sebagai seorang hamba, akan berdoa memohon perlindungan dan pertolongan kepada siapa? Tuhan? orang tua Tuhan atau anak Tuhan? Betul-betul sesuatu yang sulit diterima nalar dan logika sehat manusia.
wa lam yakul lahu kufuwan ahad
Artinya: "Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia."
Tafsir ayat ke empat Surat Al Ikhlas berikutnya adalah bahwa tidak ada apapun yang dapat menandingi kekuasaan Allah SWT. Sebab tidak ada yang setara dengan Allah SWT. Dan Dia adalah Sang Pencipta segalanya, Surga, Neraka, Dunia dan seisinya, maka mustahil ada makhluk ciptaan-Nya yang bisa menyamai dan menyerupai-Nya.
Kisah Raja Fir'aun, penguasa Mesir yang dikenal sangat bengis dan lalim. Dia menyatakan dirinya sebagai Tuhan dan akan membunuh siapa pun yang dianggap akan menandinginya. Sebegitu takutnya Raja Fir'aun akan kemunculan seorang laki-laki yang dapat mengancam tahta kerajaannya, maka diperintah kepada para pejabat kerajaan agar membunuh setiap bayi laki-laki yang baru lahir.
Dengan skenario Allah SWT, saat Nabi Musa bayi, dia sengaja dihanyutkan di sungai, yang kemudian ditemukan, dipelihara dan dibesarkan oleh istri Raja Fir'aun. Nabi Musa pun tumbuh besar secara sehat di tangan istri Raja Fir'aun.