Kota Pangkalan Bun yang berada di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah dikenal dengan sebutan Kota Manis (Minat, Aman, Nikmat, Indah, dan Segar). Keberadaan destinasi ekowisata yang mendunia yaitu Taman Nasional Tanjung Puting dan sejarah kejayaan Kesultanan Kutaringin, telah menarik banyak kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara datang ke kota ini.
Salah satu peninggalan Kesultanan Kutaringin yang merupakan satu-satunya Kesultanan Islam di bumi Kalimantan Tengah adalah Istana Kuning.Â
Lokasinya yang berada di pusat Kota Pangkalan Bun, menjadikannya objek wisata sejarah yang layak untuk dikunjungi.
Sejarah Istana Kuning
Istana Kuning merupakan kediaman turun-temurun para Sultan Kutaringin atau Kerajaan Kotawaringin yang cikal bakalnya berasal dari Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan. Menurut catatan sejarah, Pangeran Dipati Anta-Kasuma adalah salah satu putra dari Sultan Banjar IV Mustainbillah, yang menjadi sultan pertama sekaligus pendiri Kesultanan Kutaringin.
Istana Kuning didirikan oleh Sultan Kutaringin ke-9, yaitu Pangeran Ratu Imanuddin yang berkuasa pada tahun 1811-1841. Nama Istana Kuning sebenarnya adalah Istana Indrasari Bukit Indah Kencana. Pendirian istana ini terkait dengan pemindahan ibu kota Kesultanan dari wilayah Kotawaringin Lama ke Pongkalan Bu’un (Pangkalan Bun) dengan tujuan pelebaran area kekuasaan.
Lantas mengapa dikenal dengan nama Istana Kuning?
Warna kuning adalah warna kebanggaan suku Melayu, di mana pun Kerajaan Melayu identik dengan warna kuning. Warna kuning diambil dari filosofi emas yang melambangkan kesakralan, kemakmuran, dan kesejahteraan.
Bangunan istana ini dibangun sejak awal abad ke-19 ini dengan gaya rumah panggung dan didominasi oleh kayu ulin sebagai material utama. Kayu ulin atau kayu besi (Eusideroxylon zwageri) adalah kayu endemik Kalimantan yang terkenal sebagai salah satu kayu terkuat di dunia.
Arsitektur keseluruhan istana mencerminkan akulturasi budaya Dayak, Tionghoa, dan Melayu (Siak Riau dan Banjar). Konon perpaduan ini diambil dari empat orang istri Sultan Imanuddin yang berasal dari suku-suku tersebut.
Bagian di Istana Kuning
Bila kita berkunjung ke Istana Kuning, kita akan mendapati empat bagian bangunan istana. Pertama adalah Bangsal dengan konsep rumah Betang (rumah adat suku Dayak). Bangsal adalah tempat penerimaan tamu kerajaan. Bangunan bangsal juga digunakan untuk gelaran acara yang melibatkan banyak orang. Dari area bangsal ini kita dapat melihat Lapangan Tugu yang dahulu adalah alun-alun Kesultanan Kutaringin.
Kemudian terdapat dua bangunan khas Melayu yaitu Keraton Dalem Kuning atau Lawang Kuning, adalah bangunan utama dimana dahulu adalah pusat pemerintahan serta tempat tinggal sultan.
Bangunan lainnya adalah Balai Pehadiran yang berfungsi sebagai ruang makan kerajaan. Balai Pahadiran ini lebih menyerupai aula.
Istana Kuning sebagai Ikon Sejarah
Istana Kuning merupakan ikon sejarah perabadan Islam di Kalimantan Tengah. Kesultanan Kutaringin dulunya menguasai separuh lebih wilayah yang saat ini menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Tengah, dan memimpin jalur perdagangan di perairan barat daya Pulau Kalimantan ke arah Laut Jawa, sebelum akhirnya resmi bergabung dengan NKRI tahun 1949.
Bangunan istana yang ada saat ini adalah replika dari bangunan otentik yang terbakar habis dalam sebuah insiden pada 1986. Dibangun kembali sejak awal tahun 2000 sesuai desain aslinya, kini Istana Kuning difungsikan sebagai simbol dan cagar budaya, bukan lagi menjadi kediaman sultan.
Istana Kuning buka untuk pengunjung setiap harinya mulai pada pukul 09.30- 16.00 WIB. Pengunjung yang datang dapat ditemani oleh kurator istana yang menjadi pemandu wisata dan menginterpretasikan sejarah Kesultanan serta bagian-bagian bangunan yang terdapat di Istana Kuning.
Istana Kuning sering dijadikan sebagai tempat pagelaran budaya di Kabupaten Kotawaringin Barat. Kerap juga menjadi pentas atraksi seni tradisional untuk penyambutan wisatawan khususnya yang datang dengan rombongan.
Istana Kuning sebagai bangunan peninggalan sejarah merupakan situs budaya yang bermanfaat dalam pengembangan budaya lokal sebagai identitas masyarakat Kotawaringin Barat.
Referensi:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018). Digitalisasi Data Keraton.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI