"Maksudnya bu?" tanyaku kaget.
"Waktu itu ibu akan menikah. Sekitar satu bulan sebelum tanggal pernikahan, ibu pulang kantor dan calon suami ibu mau menjemput. Tapi, hari itu hari yang sial, ibu hampir dirampok, dan dia datang tepat waktu, hanya saja dia terkena tusukan preman hingga meninggal," kata ibu dengan suara tercekat.
"Ibu menyalahkan diri sendiri, dia meninggal karena ibu, dan sama sepertimu, ibu hidup dalam penyesalan, berpikir itu adalah hukuman yang setara dan bisa menebus kematiannya, tapi ibu salah. Dia sudah pergi, dan bagaimanapun ibu menghukum diri sendiri, ibu tidak bisa membawanya kembali hidup. Untungnya, ibu bertemu ayah yang bisa meyakinkan ibu kalau cara terbaik membalas orang yang mencintai kita adalah kita harus hidup dengan baik juga," aku terdiam mendengarnya.
"Jadi Nino, sikap menghukum diri seperti ini tidak akan membawa Alisia kembali hidup. Kamu yang harus merelakan semuanya, menerima, dan melanjutkan hidup. Seperti ibu melanjutkan hidup dan akhirnya bisa bahagia. Awalnya mungkin sulit, tapi segalanya bisa lebih mudah saat kamu mau menerima dan merelakan,"
Aku diam mendengarkan cerita ibu. Aku tidak tahu ibu sendiri punya cerita yang menyedihkan seperti itu. Mungkin ibu benar, aku harus memulai hidupku lagi. Kata-kata ibu sama dengan Kirana, kalau aku harus bisa menjalani hidupku. Bahwa cara terbaik membalas orang yang sudah pergi dan mencintai kita adalah dengan menjalani hidup yang baik. Alisia, diatas sana, apa kamu setuju dengan ibu dan Kirana?
Bersambung
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI