Mohon tunggu...
Yusrina Imaniar
Yusrina Imaniar Mohon Tunggu... QC Supervisor -

If you want to give me feedback or even REPOST my stories, please contact me on : Email : iyusrina30@gmail.com Instagram : @yusrinaimaniar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pangeran Hitam, Putri Cahaya, dan Ksatria Putih (Part 5)

12 September 2017   14:25 Diperbarui: 12 September 2017   14:30 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ryfan P.O.V

Kirana menceritakan segalanya padaku tentang kak Nino. Aku merasa mungkin kak Nino sangat terpukul dan merasa memiliki andil atas kematian Alisia. Aku yakin itu, tapi aku belum menemukan alasan sebenarnya. Cinta yang dirasakan kak Nino pasti sangat besar. Karena itu kak Nino tidak bisa melupakan Alisia dan masih berharap kalau ini semua mimpi.

"Aku harap kak Nino cepat berubah, kembali seperti dulu." Kata Kirana.

"Yah... semua orang berharap seperti itu. Tapi selama ini nggak ada yang bisa masuk ke dalam hidupnya kak Nino. Bahkan ibu sekalipun."

"Kalau begitu yang harus kita lakukan bukan pergi dan membiarkan kak Nino seperti itu,"

Aku tersenyum dan membelai kepala Kirana. Dia sungguh terlihat sangat lucu. Satu sisi dia takut pada kak Nino yang begitu dingin, tapi disisi lain dia sangat peduli pada kak Nino. Aku bersyukur Kirana dan ibu ada disini dan membuatku tidak merasa kesepian. Walaupun ada kak Nino disini, kadang rumah masih terasa sepi, seperti saat aku masih tinggal sendiri.

"Sudah, aku mau berangkat dulu. Kamu istirahat Fan. Tadi malam kan habis jaga UGD," kata Kirana sambil berdiri. Aku menarik tangannya.

"Hm, baiklah. Benar mau berangkat sendiri? Nggak perlu diantar?"

"Benar, lagipula aku pergi sama ibu. Ibu mau ke pasar katanya,"

Aku mengangguk dan melepaskan tangannya. Kirana tersenyum manis, dan hal kecil itu membuatku berdebar. Ia melambaikan tangan sekali lagi dan aku melihatnya keluar dari kamarku. Kadang aku merasa cemburu juga saat Kirana memperhatikan kak Nino seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi? Jika memang Kirana bisa masuk ke dalam hidup kak Nino dan membuat kak Nino kembali lagi, aku tidak akan mengeluh. Karena aku tahu isi hati Kirana sendiri.

*

Nino P.O.V

Kirana nampak pendiam beberapa hari ini. Ryfan sedang jarang pulang karena sibuk dengan kegiatannya, sementara ibu juga sedang sering merasa cepat lelah sehingga lebih sering berada di kamarnya. Mungkin hal itu membuat Kirana merasa kesepian karena jadi jarang ada yang mengajaknya berbicara. Seperti saat ini, gadis itu hanya duduk di pinggir jendela sambil memeluk lututnya, memperhatikan hujan yang turun deras malam ini.

"Nanti juga Ryfan pulang," kataku padanya sambil duduk di depannya.

"Eh kak Nino," katanya sambil tersenyum malu.

"Kenapa? Ryfan jarang pulang buat kamu khawatir ya?"

"Nggak apa-apa, seenggaknya aku bisa menunggu seperti ini," ucapnya sambil tersenyum melihat hujan lagi.

Aku terdiam mendengarnya. Sesaat aku merasa iri pada Kirana ataupun Ryfan. Bisa saling menunggu satu sama lain. Kirana masih bisa mendengar suara mobil Ryfan pertanda dia pulang, mendengar Ryfan membuka pintu, mendengar suara Ryfan memanggil namanya. Ryfan sendiri mungkin bisa melakukan sesuatu untuk mempercepat apapun yang sedang ia lakukan untuk meluangkan waktu bertemu dengan Kirana. Mungkin saat ini dia sedang bersemangat mengerjakan pekerjaannya dan berharap waktu segera berlalu. Aku menyadari saat ini kalau hal kecil seperti itu harusnya menjadi hal yang disyukuri. Sedangkan aku, aku tidak bisa melakukannya lagi. Aku tidak bisa menunggu ataupun melakukan sesuatu untuk mempercepat pekerjaanku supaya aku bisa meluangkan waktuku untuk seseorang.

"Betapa irinya," ucapku tanpa sadar.

"Kenapa harus iri? Kakak mungkin harusnya kasihan pada Ryfan,"

"Kenapa?"

"Karena aku menunggunya pulang untuk menagih janji. Dia janji membawakan aku martabak yang sering dia ceritakan. Kalau kakak juga pergi bekerja dan berjanji kalau pulang membawakan aku sesuatu, aku juga akan menunggu seperti ini," Kirana menjelaskan dengan wajah ceria. Aku tertawa kecil mendengarnya.

"Oh? Kakak tertawa," katanya sambil menunjuk ke arahku.

"Apa?"

"Astaga, aku sudah lupa bagaimana wajah kakak kalau tertawa. Akhirnya aku melihatnya," Kirana menatapku sambil tersenyum, sementara aku terus diam hingga suara mobil Ryfan terdengar.

"Ryfan pulang!" Kirana langsung berdiri dan berlari ke arah pintu.

Aku terdiam lalu tersenyum kecil saat Kirana pergi. Ya, aku juga sudah tidak ingat kapan terakhir aku tertawa. Tertawa yang benar-benar tertawa, bukan hanya untuk menghargai atau semacamnya. Sudah lama aku tidak tertawa, mungkin terakhir kali aku benar-benar tertawa adalah saat kamu masih ada disini, Alisia. Aku memilih masuk ke kamarku dan membiarkan Ryfan dan Kirana memiliki waktu untuk berdua.

            Lagi-lagi, seperti biasanya, ketika matahari pergi, wajah Alisia kembali muncul ke dalam pikiranku. Aku duduk di mejaku, membuka laci dimana disanalah aku menyimpan segala kenangan tentang Alisia. Aku mengeluarkan semuanya, foto, gelang, cincin yang harusnya kuberikan, buku yang biasa dipakai Alisia menulis, dan... aku menemukan sesuatu yang bahkan aku lupa telah memilikinya. Parfum milik Alisia.

Parfum ini bukan parfum sembarangan. Teman kuliahnya Alisia membuatkan untuknya sebagai hadiah ulang tahun, sehingga tak ada lagi parfum yang sama dengan miliknya. Alisia memintanya lagi beberapa botol berukuran kecil dan memberikan padaku satu botol untuk kusimpan ditasku. Jika ia lupa, Alisia hanya tinggal memintanya padaku. Tanpa sadar, aku menyemprotkan parfum itu ke tanganku dan mencium wanginya membuatku merasa Alisia ada di dekatku. Saat aku meletakkan botol parfum itu, aku melihat kalender di mejaku dan menyadari kalau lusa adalah hari ulang tahun Alisia.

*

Ryfan P.O.V

Kirana menyambutku dengan gembira. Ketika aku turun dari mobil dan membawakannya martabak, ia langsung melonjak gembira. Aku tersenyum melihatnya.

"Akhirnya! Kamu bisa nepatin janji juga ya?" canda Kirana sambil mengambil plastik di tanganku. Aku hanya tersenyum.

"Aku harus ke rumah sakit lagi nanti pagi-pagi," kataku, membuat Kirana cemberut lagi.

"Lagi?" tanyanya memastikan. Aku mengangguk.

"Kalau lusa bagaimana? Kamu janji mau ajak aku main,"

"Aku belum tahu," jawabku. Kirana menunduk sesaat, tapi dia kembali mengangkat wajahnya dan tersenyum ceria.

"Kalau nggak jadi juga nggak apa-apa. Kamu capek kan? Ayo istirahat," katanya sambil menarik tanganku.

Entah apa yang ada dipikiranku saat ini, tapi yang aku tahu tanganku menarik Kirana dan memeluknya. Kirana nampak kaget dan tentu saja refleks ingin melepaskan diri.

"Sebentar saja," kataku membuatnya diam.

"Sebentar saja. Aku kangen. Rasanya susah sekali untuk melihatmu sekarang-sekarang ini. Rasanya jadi berkali-kali lebih capek karena aku jadi berusaha keras untuk menyelesaikan semuanya sesegera mungkin, tapi tetap saja aku kesusahan walaupun untuk mencuri waktu bertemu kamu sebentar. Jadi diam saja seperti ini kalau memang kamu nggak merasakan hal yang sama," ujarku panjang lebar.

Aku diam dan tetap memeluk Kirana beberapa saat. Aku tidak bisa melihat bagaimana ekspresi wajahnya saat kukatakan segalanya. Tapi tiba-tiba aku merasakan tangannya bergerak dan dia balas memelukku.

"Aku juga sama. Rasanya susah disini kalau kamu nggak ada," kata Kirana.

Rasanya aku tidak mempercayai telingaku. Tapi aku sangat bahagia, seolah lelahku menghilang begitu saja. Aku mendapatkan jawaban yang bertahun-tahun kutunggu. Aku mendapatkan Kirana, seperti yang aku harapkan. Mulanya aku ragu karena melihat Kirana yang rasanya lebih dekat pada kak Nino, tapi semuanya sudah terpatahkan.

"Sejak kapan?" tanyaku pada Kirana sambil melepaskannya.

"Aku nggak ingat. Bahkan aku nggak tahu kapan mulai seperti ini. Yang jelas, sudah lama, lama sekali."

*

Catatan Penulis :

Maaf update-nya terlambat jauh dari janji sebelumnya karena adanya perubahan jadwal kegiatan dan gangguan teknis T_T

Update selanjutnya InshaAllah hari Jumat! :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun