Nino P.O.V
Kirana nampak pendiam beberapa hari ini. Ryfan sedang jarang pulang karena sibuk dengan kegiatannya, sementara ibu juga sedang sering merasa cepat lelah sehingga lebih sering berada di kamarnya. Mungkin hal itu membuat Kirana merasa kesepian karena jadi jarang ada yang mengajaknya berbicara. Seperti saat ini, gadis itu hanya duduk di pinggir jendela sambil memeluk lututnya, memperhatikan hujan yang turun deras malam ini.
"Nanti juga Ryfan pulang," kataku padanya sambil duduk di depannya.
"Eh kak Nino," katanya sambil tersenyum malu.
"Kenapa? Ryfan jarang pulang buat kamu khawatir ya?"
"Nggak apa-apa, seenggaknya aku bisa menunggu seperti ini," ucapnya sambil tersenyum melihat hujan lagi.
Aku terdiam mendengarnya. Sesaat aku merasa iri pada Kirana ataupun Ryfan. Bisa saling menunggu satu sama lain. Kirana masih bisa mendengar suara mobil Ryfan pertanda dia pulang, mendengar Ryfan membuka pintu, mendengar suara Ryfan memanggil namanya. Ryfan sendiri mungkin bisa melakukan sesuatu untuk mempercepat apapun yang sedang ia lakukan untuk meluangkan waktu bertemu dengan Kirana. Mungkin saat ini dia sedang bersemangat mengerjakan pekerjaannya dan berharap waktu segera berlalu. Aku menyadari saat ini kalau hal kecil seperti itu harusnya menjadi hal yang disyukuri. Sedangkan aku, aku tidak bisa melakukannya lagi. Aku tidak bisa menunggu ataupun melakukan sesuatu untuk mempercepat pekerjaanku supaya aku bisa meluangkan waktuku untuk seseorang.
"Betapa irinya," ucapku tanpa sadar.
"Kenapa harus iri? Kakak mungkin harusnya kasihan pada Ryfan,"
"Kenapa?"
"Karena aku menunggunya pulang untuk menagih janji. Dia janji membawakan aku martabak yang sering dia ceritakan. Kalau kakak juga pergi bekerja dan berjanji kalau pulang membawakan aku sesuatu, aku juga akan menunggu seperti ini," Kirana menjelaskan dengan wajah ceria. Aku tertawa kecil mendengarnya.