Seperti yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 Tahun 2023, mengatakan bahwa konsumen memiliki sanksi apabila terdapat agunan. Hal ini tercantum pada pasal 65 ayat 1, menyebutkan:
Dalam hal konsumen tidak dapat menyelesaikan kewajiban dalam jangka waktu tertentu setelah dilakukan pengambilalihan atau penarikan agunan sebagaimana dimaksud pada pasal 64 ayat 4, PUJK yang akan melakukan penjualan agunan wajib melalui:
a. Pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; dan/atau
b. Penjualan kesepakatan antara PUJK dan konsumen jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
Secara nomenklatur, tidak ada sanksi pidana apabila konsumen tidak bisa membayar kredit. Ini dikembakikan pada tahap awal atau perjanjian kesepakatan kedua belah pihak. Pihak konsumen apabila tidak bisa membayar kredit dengan jangka waktu ditentukan, maka konsekuensinya adalah penarikan barang kredit atau terjadinya wanprestasi. Apabila pihak konsumen dengan sengaja tidak memberikan, memalsukan, mengubah, atau hilang begitu saja tanpa tanggung jawab, maka pihak konsumen bisa saja melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud oleh pasal 35 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fudisia, dengan pidana penjara 1 sampai 5 tahun dengan denda paling sedikit Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).
Pengaduan dan Cara Penyelesaian Sengketa
Sebagai upaya untuk melindungi pihak konsumen, terhadap upaya paksa penarikan motor, yang dilakukan oleh penagihan kredit. Melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023, pihak konsumen bisa melakukan pengaduan kepada PUJK, yang tertuang dalam pasal 68 ayat 1, yaitu:
“PUJK wajib memiliki dan melaksanakan mekanisme penanganan pengaduan yang disampaikan oleh konsumen”.
Selanjutnya, pada pasal 69 ayat 2, menyebutkan bahwa:
"Layanan pengaduan memiliki ruang lingkup terdiri atas penerimaan pengaduan, penanganan pengaduan dan penyelesaian pengaduan".
Pada penjelasan di atas, ketika dilihat dari aturan, pihak konsumen telah memiliki perlindungan hukum dengan cara melakukan pengaduan kepada PUJK yang bersangkutan. Akan tetapi mengenai pasal ini, tidak mudah untuk dilaksanakan. Mengingat adanya penagihan kredit ini, berasal dari kerja sama dengan PUJK. Kemungkinan akan sulit, PUJK akan menyelesaikan pengaduan dari pihak konsumen. Terlebih lagi, pihak konsumen belum membayar kredit kepada PUJK itu sendiri.
Pihak konsumen, tidak perlu risau dalam hal ini. Meskipun cara penyelesaian yang ada pada PUJK, agak sulit. Namun, pihak konsumen harus menaati pasal 68 dan 69 tersebut. Terlebih lagi, sebagai legitimasi awal untuk pihak konsumen melakukan pengaduan kepada lembaga di atas PUJK.
Kalau dilihat dari prosedural pengaduan selanjutnya. Pihak konsumen bisa melakukan pengaduan kepada lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini disebutkan pada pasal 82 ayat 1, yaitu: