"Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf  bsampai dengan huruf g dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a".
Ayat 5
"Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e dikenakan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)".
Menjadi profesi penagihan kredit, bukan berarti profesi yang konotasi buruk. Apabila dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak, maka tindakan penagihan kredit tersebut justru hal yang benar. Karena itulah, penagihan kredit harus mematuhi sebagaimana dimaksud pada pasal 62 ayat 2, yaitu:
Dalam memastikan tindakan penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PUJK wajib memastikan penagihan dilakukan:
a. Tidak menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan Konsumen;
b. Tidak menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal;
c. Tidak kepada pihak selain Konsumen;
d. Tidak secara terus menerus yang bersifat mengganggu;
e. Di tempat alamat penagihan atau domisili Konsumen;
f. Hanya pada hari Senin sampai dengan Sabtu di luar hari libur nasional dari pukul 08.00 – 20.00 waktu setempat; dan
g. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, apabila terdapat PUJK melalui penagihan kredit di luar dari cara tersebut. Maka sanksi yang diberikan kepada PUJK yaitu:
a. Peringatan tertulis;
b. Pembatasan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya;
c. Pembekuan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya;
d. Pemberhentian pengurus;
e. Denda administratif (Rp 15.000.000.000,00);
f. Pencabutan izin produk dan/atau layanan; dan/atau
g. Pencabutan izin usaha.
Jadi pada kesimpulannya, ketika motor konsumen yang ditarik oleh penagihan kredit, tanpa dengan didahulukan surat peringatan, maka pihak konsumen sah untuk tidak memberikan motor tersebut. Kalaupun sudah diberikan surat peringatan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), namun cara penagihan kredit yang tidak sesuai dengan ketentuan pasal 62 ayat 2, maka pihak konsumen juga secara sah tidak memberikan motor tersebut. Apalagi, penagihan kredit bukan berbadan hukum atau tidak memiliki sertifikasi, maka pihak konsumen berhak menolak dan secara sadar berhak melakukan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas legalitas pihak penagihan kredit.
Â
Pihak Konsumen Tetap Harus Membayar
Bukan berarti konsumen tidak bisa membayar, dan perbuatannya dilindungi secara hukum. Pihak konsumen tetap harus bertanggung jawab dalam membayar kredit kepada PUJK. Dengan kata lain, pembayaran harus dikembalikan pada perjanjian awal, antara pihak PUJK dan Konsumen, yang selanjutnya dilakukan secara musyawarah, tanpa adanya campur tangan dari pihak ke tiga. Peraturan POJK ini, sebagai peraturan yang mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak, beserta tata cara ketika terjadi wanprestasi. Bukan berarti, mengurangi kewajiban konsumen, untuk tidak membayar kepada PUJK itu sendiri.
Konsumen tidak membayar, apa konsekuensinya?.Â