Bagi kader Golkar di daerah, konflik ini tak begitu penting. Yang sedang bertarung adalah para elite Jakarta. Yang dianggap penting bagi kader di daerah adalah rekomendasi dari DPP Golkar sebagai tiket masuk untuk mengikuti pilkada. Tanpa rekomendasi, tak ada sekoci partai untuk masuk gelanggang pilkada. Bagi elite Jakarta, kuasa memberikan rekomendasi juga sangat penting. Rekomendasi pada kader di daerah tak sekadar prasyarat administrasi yang menunjukkan bekerjanya partai untuk menopang kadernya. Rekomendasi itu bisa dilihat secara pragmatis sebagai setoran duit ke pengurus pusat.
Publik tahu bahwa setiap rekomendasi akan dikonversi menjadi materi yang harus siap-siap disetor bagi kader yang hendak memakai pintu Golkar. Di kawasan timur Indonesia, seorang kader mesti menyiapkan uang hingga 500 juta hingga 1 miliar untuk bertarung di level pilkada kabupaten. Nah, anda bisa hitung sendiri berapa pemasukan DPP dari setiap pilkada. Kalau pemasukan itu hilang, maka apa yang bisa dilakukan? Apakah akan tetap bertahan di kubu Aburizal?
***
SEMALAM, ia tampil di televisi. Ia tidak lagi segarang sebelumnya. Saya menyimak kalimat-kalimatnya. Yang menarik, ia tidak pernah mengkritik keras Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. Ia berbicara lantang untuk mengkritik Menteri Hukum dan HAM. Saat membahas presiden, ia cenderung hati-hati.
Ical tampil di media bak seorang prajurit yang terluka. Ia tak lagi seperkasa dahulu ketika mengkritik pemerintah yang hendak menghapuskan pilkada langsung. Ia juga tak segarang ketika merayakan detik-detik proklamasi di kediaman Prabowo. Ia tampil lebih berhati-hati. Itu terlihat dari sikapnya yang tak pernah memproklamirkan Golkar sebagai partai oposisi.
Sebagai pendukung KMP, ia paham bahwa ketika menyatakan oposisi, maka ia akan ditinggalkan oleh kadernya sendiri yang telah lama mengincar bancakan proyek di kementerian. Menyatakan perang pada pemerintah sama dengan menggerus kekuatan ekonominya yang selama ini justru banyak bergantung pada kemurahan hati pemerintah.
Bahkan pendukung setianya pun selalu menyebut Golkar Aburizal sebagai pendukung pemerintah. Para pemerhati ekonomi dan politik sama mahfum bahwa titik kelemahannya telah lama diidentifikasi pemerintah. Selama ini, kekuatan pria itu bertumpu pada dua hal: (1) politik yang mengandalkan pragmatisme dan kepentingan jangka pendek. Itu terlihat pada kemenangan di Golkar melalui skema janji dan bagi-bagi angpao pada peserta kongres, (2) sektor bisnis yang mengandalkan rekanan pada pemerintah melalui skema utang serta modal asing.
Seorang sahabat peneliti mencatat bahwa titik lemahnya sudah mulai terbaca sejak hengkangnya konsorsium Yahudi Nat Rotshchild. Hengkangnya kelompok ini telah melemahkan sendi-sendi ekonomi kelompok Aburizal. Laksana efek domino, bisnis Ical mulai terpuruk di mana-mana. Dalam situasi ini, sejatinya ia membutuhkan sokongan pemerintah. Apa daya, ia berada di pihak KMP yang sempat menjadi oposisi. Ia kemudian digempur dengan isu mafia pajak, serta pencekalan. Puncaknya adalah ketika utang Lapindo diambil alih oleh pemerintah dengan sejumlah konsesi. Ini adalah tikaman besar sekaligus pernyataan loyalitas pada pemerintah.
***
SEMALAM ia tampil di televisi. Ia sedang berusaha mempertahankan Partai Golkar sebagai the last bastion di panggung politik. Secara cerdik, ia memakai bahasa hukum dan keadilan demi menguatkan posisinya. Sayangnya, ibarat permainan catur, posisinya mudah ditebak hendak ke mana. Yang sedang dihadapinya justru lebih cerdik sebab bisa mengendalikan skenario yang dahulu sempat dikendalikannya.
Ia tidak lagi jumawa mengarahkan bidak caturnya untuk mengobrak-abrik pertahanan lawan. Lewat Azis Syamsuddin, ia menyatakan partainya sebagai pendukung pemerintah. Sayang sekali, ia berhadapan dengan pemain catur yang dingin dan paham betul hendak ke mana bidak catur diarahkan. Skenario Aburizal tinggal dua, yakni: (1) Memenangkan proses hukum di pengadilan sebelum batas pemberian rekomendasi pilkada di daerah-daerah, (2) Segera menyatakan diri sebagai pendukung pemerintah, yang bisa dimaknai sebagai jalan lapang untuk menjaga irama bisnis dan kuasanya di panggung politik. Pernyataan dukungan secara terbuka juga penting untuk menjaga pihak-pihak yang dianggap berpotensi untuk "mengganggu" proses hukum yang sedang berjalan.