"Mbak yang kurir kemarin, kan?" tegurnya.
"I-iya, Mas."
"Mau antar barangnya Aylin, lagi?" Aku hanya mengangguk, kemudian pergi dengan perasaan kecewa. Ternyata aku salah, lelaki itu datang untuk menjemput kembaranku. Mengapa kehidupan Aylin selalu beruntung dibandingkan aku.
Di ujung gapura, Arif berteriak memanggil namaku.
"Tunggu, Aurora." Dengan muka cemong, dia menghentikan laju motorku. Sepeda bututnya diparkir di sebelahku. Disekanya dahi yang berpeluh keringat, sebelum berbicara denganku. "Ini hadiah untukmu." Senyumnya mengembang saat menatapku.
"Terima kasih, Rif. Lain kali nggak usah repot-repot gini." Kubalas senyumnya untuk menghormatinya.
Arif adalah seorang montir di bengkel dekat rumah. Pekerja kasar, sangat jauh berbeda dengan Aidan. Andai saja, aku memiliki seseorang yang seperti Aidan.Â
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H