Salah satu tujuan menikah adalah untuk memperoleh keturunan. Tak heran jika mayoritas suami istri akan sangat menantikan kehamilan. Mereka akan melakukan berbagai cara untuk mewujudkannya. Namun, ada hal yang perlu diperhatikan sebelumnya. Pasangan suami istri haruslah melakukan persiapan yang matang dari segi finansial, fisik, hingga mental.
Biasanya pasangan suami istri yang baru pertama kali memiliki anak, merasa kebingungan menghadapi kehamilan. Hal itu seperti yang dialami oleh Arif Mujahidin, Corporate Communication Director Danone Indonesia. Ia baru tahu menjaga anak sejak masih kandungan tidak semudah yang dibayangkan.Â
"Untuk itu kehamilan bukan hanya menjadi tanggung jawab seorang istri tapi juga suami," ujar Arif pada acara Bicara Gizi yang mengusung tema "Kehamilan Berisiko Tinggi" di HeArt Space, Kuningan City Lantai 3, Jalan Prof. Dr. Satrio, Jakarta Selatan pada Selasa, 17 September 2019.
Bicara Gizi adalah forum diskusi rutin yang merupakan bagian dari komitmen Danone Indonesia untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya nutrisi pada tahapan-tahapan penting kehidupan.Â
Pada diskusi berdurasi dua jam ini, Danone menghadirkan para ahli di bidang kandungan dan psikologi guna menyoroti isu kehamilan berisiko tinggi serta langkah terbaik untuk menanganinya. Mereka adalah Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan Dr. dr. Ali Sungkar SpOG(K) dan Psikologi dari Tiga Generasi, Putu Andani, M.Psi.
Menurut Ali, kualitas kesehatan dan gizi ibu sebelum dan selama kehamilan akan memengaruhi kesehatan janin yang akan dilahirkan serta menentukan tumbuh kembang si kecil di masa depan.Â
Sayangnya, masih banyak ibu di Indonesia yang berpotensi mengalami kehamilan berisiko tinggi. Menurut Riskesdas 2018, sebanyak 48, 9 % ibu hamil di Indonesia mengalami anemia atau kekurangan darah. Sebanyak 1 dari 5 ibu hamil tercatat mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK).Â
Sekitar 1 dari 2 ibu hamil mengalami kekurangan asupan protein. Sementara itu, lebih dari 50% ibu hamil mengalami kekurangan asupan zat besi, zinc, kalsium, vitamin A dan B.
Ali khawatir, kondisi tersebut akan berdampak buruk dan membahayakan ibu dan anak apabila tidak ditangani dengan baik.
Kekhawatiran Ali terbukti dengan laporan WHO tahun 2011. Indonesia menempati peringkat lima di antara negara-negara dengan jumlah kelahiran prematur terbesar dengan angka 675.700 bayi di tahun 2010.Â
Berbagai faktor kehamilan risiko tinggi masih banyak ditemui di Indonesia, seperti perempuan dengan penyakit asma, diabetes, hipertensi dan kelainan jantung. Ibu hamil yang memiliki riwayat operasi terdahulu dan penyakit penyulit seperti pre-eklamsia, eklamsia, dan infeksi.Â
"Di Indonesia, tantangan ini menjadi lebih besar dengan berbagai fakta kesehatan termasuk kekurangan zat gizi makro dan mikro yang masih dihadapi oleh ibu hamil," kata Ali.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh ibu hamil untuk menghindari risiko tersebut? Ibu hamil bisa mengikuti langkah sebagai berikut:
1. Periksa Rutin Kehamilan
![dok: majalahkartini.co.id](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/09/26/images-2-5d8c50820d82304e297eb422.jpeg?t=o&v=770)
Saat kontrol, ibu hamil akan mendapatkan saran dari tenaga medis profesional mengenai nutrisi yang dibutuhkan dan nutrisi tambahan apa yang perlu dikonsumsi.
2. Penuhi Kebutuhan Nutrisi Makro dan Mikro
![dok: hallosehat.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/09/26/images-5-5d8c51b5097f36040632fc42.jpeg?t=o&v=770)
Dengan menjaga asupan nutrisi yang baik, kondisi kehamilan risiko tinggi seperti pre-eklampsia dapat dicegah. Ibu hamil dengan risiko pre-eklampsia perlu memilih makanan dengan bijak seperti menghindari garam yang dapat meningkatkan tekanan darah, banyak mengonsumsi makanan yang mengandung antioksidan seperti buah dan sayuran yang tinggi vitamin.Â
Selain itu mengonsumsi cukup protein yang bermanfaat sebagai zat pembangun untuk pertumbuhan dan perkembangan organ-organ dan sel-sel tubuh si kecil.
Selain membantu mencegah risiko komplikasi pada proses kelahiran, asupan nutrisi yang baik pada masa kehamilan akan bermanfaat bagi si kecil secara jangka panjang dimana akan menurunkan risiko sejumlah penyakit kronis di masa dewasa kelak seperti hipertensi, diabetes, jantung dan berbagai penyakit lainnya.
3. Kendalikan Stres
![dok: theasianparent.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/09/26/images-6-5d8c51fa097f36218c706702.jpeg?t=o&v=770)
"Kehamilan rentan stres, banyak sekali perubahan," ujar Putu. Apalagi, lanjutnya, untuk kehamilan berisiko tinggi, tentunya bisa melipatgandakan tingkat stres ibu dan memberikan dampak negatif pada diri ibu dan janin. Salah satu dampak nyata dari stres adalah kelahiran prematur. Jika anak lahir dengan selamat, ia akan tumbuh menjadi anak pemarah, sering tantrum, mudah stres dan sebagainya.
Untuk mencegahnya, dibutuhkan cara penanggulangan stres yang tepat melalui dukungan support system yang dapat membentu ibu mengelola tekanan secara sehat. Mulai dari ibu sendiri, suami, serta keluarga dan teman dekat.
"Bisa juga mengalihkan ke olahraga atau aktivitas yang lain," imbuh dr. Ali.
4. Dukungan Suami dan Orang-Orang Sekitar Sangat Diperlukan
![alodokter.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/09/26/images-7-5d8c522b097f3628233f3682.jpeg?t=o&v=770)
"Dukungan suami dapat secara siginifikan meningkatkan kondisi kehamilan ibu dibandingkan dukungan orang dekat lainnya," kata Putu. Bentuk dukungan suami dari mengambil keputusan bersama, kontrol rutin bersama, mendengarkan keluh kesah ibu secara empatik, membantu hal-hal yang sudah sulit dilakukan, berkencan dan membantu istri dalam pemenuhan gizi selama kehamilan.
Sebelumnya, ibu mulai dari diri sendiri dengan cara mengenali mana masalah yang sumbernya ada di dalam kendali dan mana yang tidak. Apabila masalah tersebut berada di dalam kendalinya, ibu dapat melakukan strategi problem focus, yaitu fokus pada penyelesaian masalah dan pencarian jalan keluar seperti menghindari makanan yang bisa semakin membahayakan kehamilan risiko tinggi. Sedangkan untuk masalah yang ada di luar kendali, strategi emotional focus dapat diterapkan, dimana ibu akan mengelola emosi seperti mencari distraksi dan membuka diri ke orang lain.
Selain diri sendiri, dukungan suami, keluarga dan teman bisa membantu meningkatkan kondisi kehamilan ibu agar ia tidak merasa sendirian saat menjalani kehamilan berisiko tinggi.
Suami dan keluarga bisa menunjukkan perhatian dengan menomorsatukan gizi sang ibu dan mendukung ibu mengonsumsi nutrisi seimbang yang dibutuhkan selama masa kehamilan. Dukungan lain juga bisa ditunjukkan dengan membicarakan hal-hal menyenangkan, menciptakan suasana positif, dan memberikan perhatian-perhatian sederhana.
Bagaimana jika pada saat kehamilan, Ibu tidak optimal dalam menjaga anak?
Pada masa kehamilan banyak hal terjadi di luar kuasa ibu. Misalnya jika ada Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dilakukan oleh suami dan tidak doyan makan. Berbagai masalah itu bisa mengakibatkan anak tumbuh tidak optimal pada saat di kandungan. Tapi, tidak usah khawatir, karena ibu masih punya waktu dua tahun untuk memperbaikinya.
Setelah anak lahir, ada nature dan nurture, persentasinya 50:50. Nurture adalah faktor kepribadian tentang kekuatan lingkungan yang mengatur perkembangan manusia, bisa berupa lingkungan keluarga, masyarakat, faktor ekonomi dan budaya. Ibu bisa memberikan nurture pengasuhan yang seperti apa untuk membantu si anak mengelola stresnya. "Masih banyak harapan buat anak, karena setelah dia lahir ada nurture, baik dari ibu maupun dari lingkungan sekitarnya," tambah Putu.
Sementara untuk nutrisi, kata dr. Ali, ibu bisa memberikan ASI yang cukup. ASI membantu tumbuh kembang optimal anak. Untuk itu, selama dua tahun, ibu harus mengonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI