Laki-laki bebas memilih dan perempuan sabar menunggu untuk dipilih.
Pernyataan yang melekat dalam fikirku, namun bisa kutangkis dengan pemikiran dan gerakan feminism.
Karena seharusnya perihal mencintai adalah sebuah hal yang bisa dimulai dan dipilih oleh laki-laki maupun perempuan.
Namaku Putri, gadis yang hidup di pedesaan dan sewaktu kelas 6 SD aku sudah mulai menyukai seorang lelaki yang secara kasat mata ia sempurna. Laki-laki itu bernama Achmad, seorang laki-laki yang berparas ganteng, manis, kuning langsat warna kulitnya, disempurnakan oleh akhlaknya yang sopan, rajin sholat berjama'ah di Masjid dekat rumah. Setiap tetangga menilai bahwa ia adalah mantu idaman, sampai Ibuku saja menyukainya dan mendorong agar aku bisa bersamanya.
Mengafirmasi penilaiain dari Ibu, aku mencoba mencari tahu sendiri. Mulai berjamaah ke masjid di waktu subuh dan duhur, mulai ikut kegiatan desa yang juga diikutinya. Ternyata benar, penilaian Ibuku terhadapnya. Ia sungguh sopan dan santun, suka membantu orang lain, dan ia tidak merokok seperti laki-lain yang lainnya.
Dua bulan aku mencari tahu tentangnya aku mulai menyukainya dan kemudian untuk pertamakalinya aku menulis surat, yang berisi tentang pujian terhadapnya dan aku juga mengakui bahwa aku menyukainya. Ketika surat itu ditulis aku tidak berharap untuk bisa memilikinya, yang kuharap hanya balasan sikap baiknya. Karena ia sangat cuek terhadap perempuan mungkin hal itu yang melandasi setiap perempuan penasaran untuk mendekati bahkan mendapatkannya.
Aku mengagumi Achmad sejak kelas 6 SD. Namun Achmad tidak pernah membalas perasaanku dan aku tidak masalah dengan hal itu. Ketika ia lulus SMP, ia melanjutkan sekolahnya di Pesantren diluar kota sehingga aku tidak bisa lagi melihatnya namun aku masih bisa mengetahui kabarnya lewat Ibunya, yang ternyata Ibunya menyukaiku sehingga Ibunya dan Ibuku selalu berupaya agar kita bisa berjodoh. Mengetahui hal tersebut, aku ingin ada perjodohan antara kami namun sepertinya Achmad tidak menginginkannya.
Tiga tahun aku tidak mengetahui kabarnya, setelah lulus SMA di Pondok ia Kembali pulang kerumah dan aku sempat berpapasan beberapa kali namun diantara kita tidak pernah ada yang saling sapa. Aku hanya tersenyum lebar pasca aku melewatinya, Bahagia bercampur haru karena bisa Kembali melihatnya. Pada suatu hari, Ibu Achmad kerumahku dan meminta rekomendasi kampus yang bagus kepadaku sontak aku kaget dan merasa percaya diri bahwa ibunya memang benar-benar menyukaiku. Setelah itu aku rekomendasikan kampus terbaik versiku, yang kemudian Ibunya memilihnya sebagai kampus yang harus dicoba oleh Achmad.
Setelah liburan selesai, ia langsung mendaftarkan diri ke kampus pilihanku dan alhasil diterima. Kemudian setelah ia diterima, ia mengirimkan surat kepadaku. Isi suratnya membuatku meneteskan air mata kebahagiaan.
"Dik Putri, Aku merindukan tatapanmu yang penuh teka-teki.
Aku merindukan kamu yang sering curi pandang Ketika aku sedang khusuk mengaji.
Aku merindukan kamu yang sering menanyakanku kepada teman ngaji Ketika aku tidak terlihat disana
Aku merindukanmu yang sering ke kamar mandi hanya karena ingin melihatku
Kamu berbeda Dik, kamu lucu, kamu menggemaskan, kamu satu-satunya perempuan yang berani mengirimkan surat kepadaku.
Tampak dalam surat itu bahwa kamu perempuan yang berani, perempuan yang tidak egois untuk memaksakan kehendakku, kamu tidak memaksaku untuk membalas perasaanku.
Sebenarnya aku ingin Kembali mendapat surat darimu, tapi rasanya kamu sudah enggan.
Dik Putri, dua minggu lagi aku akan berangkat ke UGM Yogjakarta, Sebuah kampus yang kamu rekomendasikan untukku dalam melanjutkan Pendidikan strata satu.
Apakah kamu tahu dik, aku yang meminta ibuku agar meminta rekomendasimu untuk pendidikanku. Aku tak kuasa untuk bisa berinteraksi denganmu. Akhirnya kuberanikan meminta tolong kepada Ibuku.
Dik, tolong jaga diri selama aku tidak disini
Tolong dijaga pandanganmu agar kau bisa menungguku Kembali pulang dari pendidikanku.
Tolong bersabar hingga Pendidikanku selesai, dan akan kuberanikan untuk bisa berinteraksi dan bisa meminangmu.
Halaman berikutnya
Dik, aku dan kamu sepertinya berjodoh.
Orangtua kita juga menginginkan kita untuk bersama.
Untuk itu, tetaplah berdoa kepada Allah swt agar kita diberi kedekatan hati.
Salam Kasih,
Achmad.
Surat yang harum itu, kututup pelan-pelan dan kubaca Kembali jika aku merindukannya.
Dan dua hari sebelum ia berangkat, aku membelikannya Surban berwarna hitam beraksen gold dan Kembali kutulis surat kecil untuknya.
"Mas Achmad, Suratmu telah kuterima dalam keadaan wangi.
Air mata turun tanda kebahagiaan, dan ingin ku beranikan diri untuk bisa bertatap muka dan mengungkapkan isi hatiku.
Mas, ini surban yang kubeli dengan uang sakuku, anggap saja surban ini sebagai pengingat bahwa aku dan kamu memiliki kewajiban untuk saling berdoa agar kita bisa berjodoh.
Salam Rindu,
Putri.
Setelah surat itu kukirimkan, aku berangkat ke pondok pesantren dan aku tidak pernah mendengar kabarnya. Namun aku meyakini bahwa ia akan selalu mengingatku bersamaan dengan surban yang dipakainya Ketika sholat. Semoga.
Selama di pesantren aku focus kepada Pendidikan yang harus ku tempuh, walau Ketika kiriman dari keluarga, aku selalu menanyakan kepada Tante terkait kabarnya. Namun tanteku juga tidak mengetahuinya dan berpesan padaku agar tidak.
Setelah lulus dari SMK aku memutuskan untuk rekom (berhenti) dari pesantren dan melanjutkan Pendidikan diluar pesantren. Dan itu terwujud setelah aku memaksa kepada keluargaku. Karena menurut keluargaku, Pendidikan di Pesantren sudah lengkap dan bagus untuk masa depan. Namun aku ingin melanjutkan pendidikanku di luar pesantren dengan maksud mengikuti jejak Mas Achmad.
Proses rekom selesai, aku pulang kerumah. Selama dua bulan dirumah aku tidak pernah mendapatkan kabar baik tentangnya. Yang kudengar mayoritas berita kurang baik tentangnya, berita tentang ia yang berubah 100 derajat dari kebiasaan dirumahnya. Pamannya bercerita padaku bahwa selama di Yogyakarta, Mas Achmad banyak mengalami perubahan. Sekarang rambutnya gondrong, merokok, suka ngopi di kafe mewah, jarang sholat dan nyaris tidak pernah membaca Al-qur'an. Hal ini diketahui karena Pamannya Ketika itu ada tugas ke Yogyakarta dan menginap di kosan Mas Achmad.
Berita itu, tidak ia sampaikan kepada orang tua Mas Achmad, tapi disampaikan padaku.
Mendengar informasi tersebut, aku berinisiatif untuk mencari tahu. Aku mulai mencari tahu melalui social medianya yang aktif (Facebook) kemudian aku juga mulai menghubungi melalui BBM dan hasil pencarianku di social media tidak tampak perubahan yang diceritakan Pamannya karena aku penasaran akhirnya aku memberanikan diri untuk mengirim pesan melalui BBM.
Putri : "Assalamualaikum Mas Achmad, ini nomor Putri Jangkar"
Achmad : "iya, ada apa?"
Putri: "Kapan Mas Achmad pulang ke Jangkar? Saya sudah berhenti Mondok, dan saya ingin melanjutkan kuliah di tempat Mas Achmad."
Achmad: "Jangan disini, ga enak, kamu ga akan kuat. Dua minggu lagi aku pulang kerumah."
Putri: "Saya ingin mendengar ceritamu"
Achmad: "Nanti kita jalan ya pas aku udah dirumah"