Mohon tunggu...
Yusep Hendarsyah
Yusep Hendarsyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer, Blogger, Bapak Dua Anak

Si Papi dari Duo KYH, sangat menyukai Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menjadi Menteri Agama untuk Semua Umat

3 Agustus 2018   21:37 Diperbarui: 5 Agustus 2018   08:28 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandangan Agama Lain Terhadap Kedamaian

Agama lainnya pun saya yakini memiliki ajaran yang sama , mematuhi ajaran tuhannya dan utusannya. Melarang apapun bentuk kekerasan baik verbal maupun fisik. Baik berupa niatan maupun yang sudah dilaksanakan. Apapun yang dibangun dengan sebuah kebencian maka seluruh sendi, tiang , dinding bahkan atapnya akan dihiasi dengan corak kebencian yang sama. 

Lalu mengapa kita teruskan melakukannya?  Seseorang yang terbiasa sejak kecil melakukan pelanggaran ada kemungkinan besarnya pelanggaran itu terus dilakukan , seperti sebuah menu yang harus dilahap setiap harinya, setiap saat.  Lalu adakah program "diet"nya?

Saya jadi teringat, ketika memiliki sahabat karib semasa kuliah dahulu. Sahabat saya ini saya akui kuat mentalnya dan kerap gonta ganti pekerjaan karena mencintai keluarganya. Suatu saat dia diterima di sebuah kantor pembiayaan, tepatnya bagian penagihan. Dalam benak orang mungkin bagian ini seperti customer service yang harus ramah dan memanjakan customer. ...Skip! 

Itu bagian lain ternyata. Sahabat saya ini rupanya mendapat tugas di bagian penagihan.Tugas utamanya adalah menghubungi para customer untuk diingatkan bahwa tagihan atau cicilan hutangnya macet/tertunggak atau kendala lainnya. Dari menelpon dengan gaya bicara halus sampai dengan makian dan ungkapan semisal kata kata yang sering diucapkan di kebun binatang. 

Tidak perduli siapa yang menjadi lawan bicaranya mau laki laki atau perempuan, fix akan dia maki sehabis habisnya. Alhasil berhari -- hari dia melakukannya, sesuai terori Repetation, selama 21 hari konsisten melakukannya maka kecendrungan  akan menjadi kebiasaan dan budaya sendiri. Alhasil omongan kasarnya ini terbawa sampai ke rumahnya, tidak sadar memaki sahabat sahabtnya sendiri, teman dekatnya, bahkan dikeluarganya sendiri. Sungguh, selama bersahabat dengannya dahulu, tak sekatapun dia berkata kasar. Luar biasa1

Bagaimana seseorang menyebarkan berita bohong?

  • Pertama karena  memang sering melakukannya, jari jemarinya sepertinya gatal kalau tidak menyebarkan berita bohong. Padahal jelas , perilaku ini paling dibenci bahkan tidak akan masuk syurga kalau orang yang disakitinya tidak memaafkannya sampai dia meninggal dunia. Saya menyebutnya dengan orang yang "sakit jiwa" dengan artian sebenarnya.
  • Kedua, ada orang karena memiliki kepentingan tertentu, sehingga dengan menyebarkan hoak, atau berita bohong agar tujuannya akan tercapai;
  • Memang sudah menjadi profesi, alias seseorang melakukannya karena dia dibayar untuk memuluskan tuannya, majikannya mendapatkan apa yang dia inginkan, meski itu bertentangan dengan nurani. Di luar sana, model begini sangat banyak dan poin  ini selalu terkait dengan poin 1 dan 2.

Bagaimana mengatasinya?

Agama mengatur dari hal -hal sepele, seperti doa  sebelum dan sesudah makan, doa masuk dan keluar kamar mandi, doa  memakai baju sampai bertemu dengan mayat yang sedang lewat untuk dikuburkan, kita pun mesti berdoa. 

Nah begitulah ketika kita berada pada sebuah aturan negara. Mengatur segalanya semisal bagaimana menjadi Menteri Agama di Indonesia di tengah kemajemukan agama yang sejak dulu terkenal rukun adem ayem sebelum hoax atau berita bohong bertebaran di mana-mana.

Bahkan kalau baca literasi mengenai keuskupan di vatikan, Roma sana. Salah satu kearifan local Indonesia sangat diakui kualitasnya untuk menjaga perdamaian umat. Namanya Pancasila. Falsafah kehidupan Bangsa Indonesia. Kalau begitu, semakin kuat rasanya saya memahami apa sebenarnya tugas Menteri Agama di Republik ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun