Mohon tunggu...
Yusep Hendarsyah
Yusep Hendarsyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer, Blogger, Bapak Dua Anak

Si Papi dari Duo KYH, sangat menyukai Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Gerakan Budaya Bersih dan Senyum Berharga Mahal Bila Tak Dimulai dari Sekarang

15 September 2016   16:19 Diperbarui: 17 September 2016   11:50 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senyum Itu Bisa Berharga Sangat Mahal

[caption caption="Meski Pelatihan Bengkel Motor Identik dengan Kotor Namun Tetap Rapih dan Bersih"][/caption]

“Senyum itu mahal hoo” .Teriak Overseas Consultant Kami di sebuah Gedung Berlantai 29 di Pusat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia saat itu, di mana saya menghabiskan waktu empat tahun berkarir sebagai wakil pialang . Boss saya ini setiap waktu  mengajarkan senyum kepada pekerja asal indonesia. Pikir saya kenapa mengajarkan sebuah aktivitas senyum kepada bangsa yang sudah  ramah ini?  Bukankah negeri Tuan sudah tahu bahwa saya  dan seluruh masyarakat negeri gemah ripah loh jenawi ini gemar melakukan senyum apalagi kepada orang asing seperti Tuan?

Pelajaran ini dilakukan hampir setiap saat, makanya tak heran hingga kini saya mudah tersenyum kepada siapapun .Hehehhehehehe. Namun ada satu kisah yang sering diutarakannya kepada kami yaitu tentang cerita seorang anak manusia yang mengajukan gugatan hukum kepada sebuah perusahaan yang menyebabkan sebagian wajahnya dari dahi hingga dagu termasuk sebagian bibirnya rusak terkena cairan. Alasan gugatannyapun sederhana “Orang ini Tak Bisa lagi Tersenyum Sempurna”. 

Hari demi hari bulan demi bulan hingga akhirnya gugatannya dikabukan dan dia mendapatkan banyak uang dari hasil gugatannya. Namun setelah mendapatkan apa yang dia mau dari segi harta orang ini ternyata masih bersedih. Ketika ditanyakan alasannnya, dia pun menjawab “Buat apa uang sebanyak ini, aku tetaplah manusia yang tak bisa tersenyum hingga akhir hayatku, uang tak bisa membeli senyumanku”. Ujarnya sedih.

Mendengar ending kisah ini saya pun tersadar, betapa senyum itu yang dipikir adalah hal biasa kita lakukan bisa berharga mahal ketika “nikmat” ini dihilangkan dari diri kita. Anda mau mencobanya? Tentu saya garansi tidak akan mau meski ditebus dengan rupiah yang membuat Anda pusing menghitung digit dibelakangnya. 

Di salah satu perusahaan ternama ratusan juta hingga miliaran telah dihabislkan untuk membuat karyawannya tersenyum. Coba Anda perhatikan di salah satu waralaba atau franchise asal luar negeri yang ada di Indonesia bila diperhatikan pasti cara senyumnya sama “sumringah” dan membuat pelanggannya merasa dihargai kedatangannya. Bandingkan kalau kita akan makan di rumah makan tradisonal tentu tak akan ada senyum keramahan yang sama yang akan kita dapatkan. Paling banter mendapatkan keramahan dari pedagang yang memang karakternya sudah ramah dari sananya.

Bagi saya yang mengamini dan menjalankan Perintah Tuhan melalui Sabda Nabi adalah penting bagaimana mengetahui betapa senyuman itu Begitu Penting selain memangkan umur. Benarlah sabda Rasulullah SAW: Kamu tidak akan bisa mempererat manusia dengan hartamu, tapi pereratlah manusia dengan muka ceria (senyuman) dan akhlak yang baik (HR. Abu Ya’la disahihkan oleh Al Hakim).

Saya pun tak akan banyak mengutip hasil penelitian para ahli, karena fakta ini ditemukan setelah ajaran agama dan budaya nenek moyang bangsa ini dikemukakan. Sebagai contoh penelitian dari Peneliti lain, Profesor Lee, Herbert M Lefcourt dalam bukunya “Handbook of Positive Psychology”,menulis secara terinci efek humor pada kesehatan fisik dan mental: (1) humor sebagai aset positif dalam pemulihan dari kesakitan, (2) humor sebagai cara koping yang efektif, (3) humor dan fungsi sistem imun, (4) humor dalam mengatasi guncangan fisiologis karena stress. [Herbert M Lefcourt, Handbook of Positive Psycology, Oxpord University Press, 2002, h. 619]

Jadi fungsi ajaran yang diberikan oleh Boss saya ini akan tidak berguna karena buat apa memaksa mereka tersenyum sedangkan senyum adalah budaya mereka sehari-hari. Rupanya anggapan kami ternyata salah. Tersenyum ternyata susah dilakukan , kalaupun bisa maka ketika kami berkaca terlihat seperti dipaksakan ,pokoknya tidak enak deh. 

Nah itulah gambaran tentang sebuah senyuman yang tidak simetris. Untuk yang bekerja dibagian marketing senyuman tulus adalah sebuah “senjata” yang pada pandangan pertama para customer atau nasabah bisa merasakan ketulusannya. Senyum yang dilakukan secara berulang ulang dan terus menerus meski dianggap hal sepele dampaknya akan luar biasa kepada diri Anda sendiri dan kepada orang lain. “Bahagiakan orang lain terlebih dahulu, maka Anda akan bahagia”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun