ke laut kita beramai-ramai
Coba nyanyikan dengan lagu sedih pasti akan susah sekali. Lagu ini pas sekali menggambarkan suasana kelautan kita yang indah dan luas dengan segala potensi terkandung di dalamnya. Menyanyikan lagu ini membuat Anda tersenyum di akhir lagunya.
Lagu ini diciptakan bukan sekadar tercipta begitu saja, karena dengan jelas kita punya kesejarahan maritime yang begitu kental. Bangsa yang Mudah Tersenyum dan Gagah di Lautan”Sudah saatnya negeri ini memahami kenapa kita harus kembali mendaulatkan potensi kemaritiman kita di dalam negeri dan di seluruh dunia seperti sejarah nenek moyang bangsa kita terdahulu. Anda mau ikut?
http://maritim.go.id/ memang baru seumur jagung, sejak orde baru hingga kini baru di Jaman Pemerintahan Jokowi kita punya slogan brilliant “Menjadi Poros Maritim Dunia”.Membaca isi websitenya saja saya sudah merinding, betapa besar negeri ini kalau tujuan negeri ini tercapai Berjaya di Bidang Maritim. Tapi kita sebagai rakyatnya apa yang musti kita lakukan?
Yang jelas ada dua budaya dari bangsa ini yang perlu jadi perhatian.
- Budaya Bersih
- Laut yang luas dan indah, suasana pegunungan yang asri dan tertata rapih kalau ditanyakan itu milik siapa? Pasti akan serentak menjawab milik Indonesia yang diberikan Tuhan Penciptaalamsemesta. “Kok tidak dipelihara? “. Semuanya terdiam membisu.
Padahal budaya bersih sudah ada di negeri ini dan dijaga dengan semangat kedaerahan yang mengglobal. Citra positif suatu negara dilambangkan oleh masyarakat yang berkepribadian luhur dan turut menjaga kelestarian sumber daya alamnya. Negara yang bersi, tertata dengan baik, dan bersahabat pasti akan terasa nyaman sehingga masyarakat merasa senang tinggal di dalamnya.
Demi meningkatkan budaya bersih dan senyum, Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) sampai mencanangkan Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBBS) yang dimulai pada 19 September 2015 yang sejalan dengan Gerakan Nasional Revolusi Mental. Lagi-lagi GBBS bertujuan untuk membangun sikap mental masyarakat Indonesia agar peduli dengan kebersihan lingkungan, berkepribadian ramah dan murah senyum, sekaligus pembuka jalan bagi kekuatan Indonesia untuk menjadi poros maritim Dunia.
Kenapa sulit sekali terlaksana hingga teknologi memudahkan kita, informasi melenakan kita dan kita seolah kembali ke dunia di mana akal jarang sekali digunakan. Kenapa demikian?
Kembali ke pembahasan tentang senyum di awal tulisan ini dibuat. Analogi gelas yang ada isinya sebagian akan dilihat sebagai :
- Gelas kosong yang terisi sebagian; dan
- Gelas terisi dan setengah kosong.
Keduanya benar tergantung persepektif kita, kalau gelas setengah isi itu kita isi terus dengan air maka yang terjadi adalah luber melimpah keluar gelas dan membasahi sekitarnya. Masyarakat kita sadar sesadarnya bahwa kebersihan itu pangkal kesehatan, namun di satu sisi ada paradoks yang kemudian berubah menjadi patologi social bernama ketidakperdulian dalam menjaga kebersihan. Membuang sampah sembarangan, bukan saja di sekitar kita ‘koran” yang kita bawa saat sholat di lapangan saat Iduladha maupun idulfitri tidak kita bersihkan dan menjadi sampah menggunung yang membuat panitia sholat hari raya bertambah kerjaannya. Iya kalau dibuang di tempat sampah ini dibiarkan bertebaran di mana-mana. Di rumah Tuhan saja kita “belagu” apalagi di rumah sendiri , jelas sampah akan menjadi sesuatu yang menjijikan dan membuangnya di sembarang tempat. Bagaimana Indonesia ini mau bersih di mata dunia? Saatnya revolusi mental.