Mohon tunggu...
Yusak Persada
Yusak Persada Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang karyawan

Pecinta arsitektur, interior, tertarik dengan bangunan bersejarah, lukisan, melankolik, banyak mempertanyakan banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Cek Gereja Sebelah! Kisah Pindah Gereja dari Bandung

10 Juli 2024   19:21 Diperbarui: 12 Juli 2024   14:01 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Cek Gereja Sebelah!

Ramai-ramai pindah gereja karena gereja lama yang sudah tidak ok lagi!

Cerita Dari Bandung

 

 

Disclaimer: Tulisan ini sifatnya personal ,dari ngobrol dengan beberapa teman yang gerejanya mulai sepi karena banyak yang pindah ke gereja baru yang dianggap lebih modern, mewah, nyaman tapi tidak bisa dipungkiri gaya khotbah /materi khotbah/sistem pembinaan rohaninya jauh lebih bagus dan profesional dari gereja-gereja teman saya ini.

Di samping itu saya juga punya beberapa teman di gereja modern ini. Tulisan ini mungkin membingungkan buat mereka yang bukan beragama Kristen atau tidak terbiasa dengan kegiatan yang ada di gereja.

Gereja : Tempat Ibadah atau Social Club?

Gereja bagi sebagian orang Kristen bukan hanya gedung dan tempat beribadah semata tapi juga sebagai tempat bersosialisasi, di mana orang-orang Kristen di dalamnya  dapat merasa nyaman berinteraksi dengan sesama jemaat.

Di sini mereka  bisa mengembangan talenta mereka dalam wadah pelayanan. Berpartisipasi dalam memberikan dana dan kegiatan volunteer lainnya. Di sisi lain jemaat  juga mendapat siraman rohani di dalam gereja.

Normalnya para pendeta mengenal nama-nama jemaat dan anak-anak mereka dan tanpa disadari kegiatan pasca-ibadah sama pentingnya dengan ritual ibadah itu sendiri.

Dalam gereja yang telah berdiri puluhan tahun, suasana  bisa seperti  berada di dalam keluarga besar karena ada persahabatan antar keluarga dan perkawinan antar jemaat. Gereja dapat diibaratkan sebagai sangkar teritorial yang  aman dannyaman, di mana Pendeta berperan sebagai gembala yang menaungi jematnya-jemaatnya.

Jadi gereja dapat dilihat gereja sebagai tempat yang vertikal antara manusia dan Tuhannya, juga tempat yang  horisontal antara manusia dan sesamanya.

Pandemi Covid Mulai Memicu Orang Melihat Gereja Lain.

Perubahan pun terjadi pada saat pandemi Covid, dimana kebaktian gereja pindah ke layar HP dan Laptop karena pada saat itu ibadah di tempat ditiadakan.  Di sisi lain memberi kesempatan jemaat bisa berpindah gereja dan mengintip gereja tetangga dengan hanya menggerakan jari saja. Bisa memilih gereja mana yang benar-benar menjawab kebutuhan mereka .

Setelah pandemi mereda, masyarakat mulai kembali menghadiri ibadah di gereja, namun banyak yang tidak kembali ke gereja asalnya karena memilih gereja yang diikuti selama ibadah online selama pandemi.

Ironisnya, beberapa orang bahkan mulai terbiasa dan mulai merasa nyaman untuk tidak lagi menghadiri kebaktian di gereja secara offline , ada banyak kasus juga  dimana sejumlah gereja mulai kehilangan kaum mudanya entah itu pindah gereja atau bahkan tidak mau ke gereja lagi.

Di sisi lain gereja yang benar-benar well prepared saat pandemi kemarin  malah semakin kebanjiran jemaat baru yang  kebanyakan dari mereka limpahan dari gereja -gereja yang 'tidak berkembang' ini.

Fenomena ini mirip dengan pergeseran minat pembeli dari toko tradisional berubah menjadi toko-toko baru yang lebih trendy dan modern.

Ngomong-ngomong tentang perpindahan jemaat gereja di Bandung, ada kilas sejarah menarik di tahun 1990an.

Pada saat itu Persekutuan Doa Kristen berkembang pesat dan sering mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani secara mandiri. Yang paling sangat saya ingat adalah persekutuan doa Ecclessia, (ada beberapa persekutuan sejenis) adalah tempat 'jajan' bergizi untuk jemaat Kristen yang kebosananan dengan gaya gereja Prostestan atau tidak tahan dengan kebaktian yang terlalu emosional  dari gaya gereja Pantekosta lama.  Saat itu muncul pula Praise center ;Praise Center adalah semacam persekutuan doa namun menekankan Pujian dan Penyembahan, Pada saat yang bersamaan gereja-gereja baru muncul dan merekrut pengurus dari persekutuan doa dan praise center ini, Ada satu kebangunan di bidang musik gereja, imbasnya pemusik-pemusik gereja dan worship leader bagus ditarik semua oleh gereja-gereja baru ini . Ini  mengubah warna gereja,  ditandai hal yang baik atau buruk seperti teologia kemakmuran, penekanan pada spiritual gift dan lain sebagainya, tapi di sisi lain image gereja yang sederhana berubah menjadi lebih trendi.

Ciri ciri gereja baru (saya sebut gereja modern) yang  membuat orang pindah biasanya bercirikan seperti ini:

Pemimpin rohani/pendeta yang penuh karisma dan pembicara yang efektif serta efisien. Khotbah yang menginspirasi dan memenuhi kebutuhan saat ini.

Khotbah yang singkat dan disusun dengan cermat untuk memenuhi kebutuhan jemaat dan yang paling penting relevan.

Sistem pemuridan yang kuat, dengan fokus pada pengajaran inti dan kehidupan berjemaat dalam kelompok kecil.

Pujian dan penyembahan yang lebih kontemporer. Kebaktian yang lebih dinamis, dengan presentasi multimedia yang lebih relevan bagi generasi muda.

Lingkungan yang lebih kasual, ramah, inklusif, dan toleran. Kelompok kecil yang saling mendukung dan mendoakan satu sama lain. Jemaat merasa nyaman dan diberkati dalam lingkungan gereja, dipimpin oleh pemimpin mereka.

Lebih bisa menyesuaikan dengan teknologi dan mau belajar tentang ilmu komunikasi, persoalan dan kegelisahan global,  update tentang pandangan kekinian dan hal-hal baru yang berkembang di dunia ini

Ada visi dan misi jelas dan ada wadah yang bisa mengarahkan  dan memfasilitasi talenta, panggilan hidup, pembelajaran Firman dan setiap potensi jemaat.

 

Berdasarkan ngobrol dengan beberapa teman akhirnya bisa dilihat bahwa siapa yang pindah dan alasannya,

 

Dari gereja tradisional

Kasus 1: Merasa kekeringan rohani di gereja asalnya, khotbah ngantuk dan tidak relevan, nyanyi asal nyanyi, tidak ada passion dalam gereja. Beberapa anak mudanya pindah gereja diikuti oleh orang tua mereka dan kini diikuti aktivis gereja tersebut.

Kasus 2: ketika sekelompok anak muda gerejanya ingin belajar dari gereja modern ini malahan mereka pindah sekelompok, karena kelelahan untuk memulai sendiri, musti rapat lagi, musti berargumen dengan majelis lama.

Kasus 3: Tidak tahan dengan majelis lama dari gereja tradisional ini yang tidak mau mengukur ketertinggalan gerejanya karena sindrom kitalah yang terbaik.  Di gereja ini anak-anak muda pindah karena di kebaktian anak muda diawasi majelis yang melarang lagu tertentu dinyanyikan.

Kasus 4: Curhatan orang lama di suatu gereja yang sudah merasa gereja adalah rumah mereka dan sedih banget karena anak-anak mereka sudah tidak mau lagi ke gereja mereka. Majelis yang panik mengadakan kebaktian ala-ala gereja moderen tapi itu hanya permukaan saja karena hanya sebatas setting tempatnya saja tapi bukan dari dasar pengajarannya.

Dari gereja pantekosta lama

Kasus 1: Gembala sidang gereja dan keluarganya terlalu menguasai gereja dan tidak merangkul secara adil potensi jemaat gerejanya. Akibatnya semua pemusik andalannya gereja ini pindah ke gereja moderen. Teman saya berkata saat ini 30% jemaatnya sudah pindah ke gereja lain.

Kasus 2: Ini sih yang susah dilawan ya, karena bosan saja dan seperti sosial club, gereja moderen lebih menawarkan kekerenan daripada di gereja Pantekosta lamanya. Ibaratnya seperti warung vs Luxurious Shopping Mall.

Kasus 3: Kekeringan rohani. Dalam pendapat saya kita berada dalam jaman yang kompleks dan berubah cepat ,. Setiap gereja harus pintar, peka dan berhikmat dalam menjawab hal ini, Akan susah juga kalau sudah tidak ada lagi passion untuk melayani dalam gerejanya. Jadi di 'gereja moderen' ini mereka lebih menemukan Tuhan.

Dari gereja karismatik

Kasus 1:Ada beberapa gereja karismatik yang terlalu menekankan persembahan , memberi untuk Tuhan, buah sulung dan perpuluhan , pada kenyataannya yang jemaat lihat hanya kemewahan gedung gereja dan kehidupan pribadi pendeta tingkat tingginya. Ini yang membuat beberapa orang meninggalkan gereja ini. Belum lagi beberapa pengajaran yang asalnya pengalaman pribadi dijadikan dogma.

Kasus 2: Tenyata di gereja karismatik ini juga tidak terlepas dari penatua yang mau menang sendiri dan 'preman' rohani  serta penghakiman. Jadi banyak yang pindah dari sini, dari kasus yang saya lihat tingkat kesetiaan terhadap satu gereja di gereja karismatik ini tidak terlalu kuat jadi bisa pindah gereja tanpa pergumulan dan perasaan sesedih seperti 2 gereja di atas. Tentunya pendapat ini tidak bisa dijadikan patokan karena kebetulan saja saya dapatnya seperti itu.

 

Penutup 

Tentunya semuanya ini bukan kasus yang baik dan kalau dibiarkan mungkin banyak gereja yang akhirnya menjadi bangunan tua yang tak bernyawa lagi. Mungkin kalau generasinya sudah berakhir gereja-gereja yang ditinggalkan  akan jadi museum, bar atau gedung olahraga seperti yang terjadi di Eropa. Perubahan bisa terjadi secara cepat.

Saya beropini banyak gereja bagus akan lebih baik dari satu gereja yang super bagus , kalau gereja super bagus ini tergoncang tidak terbayang berapa banyak orang yang menjadi korban.

Ketika saya menulis ini terus terang saya tidak punya solusinya musti bagaimana. Tapi penting diingat untuk apakah gereja itu ada ? Kalau saya baca banyak orang dan martir yang mati agar gereja bisa didirikan. Mungkin kita bisa belajar dari orang-orang itu bagaimana punya passion seperti itu dan kenapa. Seharusnya sekecil apapun gereja di tengah persoalan hidup manusia seharusnya tetap menjadi sumber pertolongan agar orang menemukan Tuhan dan jalan keselamatanNya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun