Mohon tunggu...
yurnaldi panduko rajo
yurnaldi panduko rajo Mohon Tunggu... -

menulis telah mengantarkannya menjelajah dunia imajinasi, dunia maya, dunia kata-kata, dan dunia nyata --dari benua Asia, Eropa, Afrika, hingga Australia. bersama sastrawan Hamsad Rangkuti, mengikuti pertemuan penulis dunia di Inggris, 2004. telah menulis dan mengeditori sejumlah buku. juga telah memberikan pelatihan kepada ribuan calon wartawan, wartawan, sarjana, mahasiswa, siswa, pejabat humas/public relation.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sastrawati Sastri dalam Esai Sastra

25 Agustus 2017   06:03 Diperbarui: 25 Agustus 2017   06:56 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan YURNALDI

Penyair dan wartawan utama

Benar, bahwa nama adalah doa. Karena itu, tidak aneh kalau sastri menggeluti dunia sastra. Perempuan energik, cerdas dan super sibuk ini sudah dikenal luas sebagai seorang penyair, seorang cerpenis, seorang novelis. Seorang sastrawati. Tidak hanya dikenal di Tanah Air, tapi juga di negeri jiran Malaysia. Bahkan tahun 2016 lalu, sastri  yang menulis novel laris Kekuatan Cinta (Penerbit Zikrul Hakim, 2008 dan cetak ulang tahun berikutnya, buku best seller 2011) menerima penghargaan berupa Anugerah Srikandi Tun Fatimah dari Ketua Menteri Melaka yang disematkan oleh Perdana Menteri Abdullah Badawi tahun 2007 silam, di Malaka. Kemudian tahun 2016 menerima Anugera Srikandi Numera dari Malaysia.

Benar, Sastri sudah mengikuti jejak papanya, Zaidin Bakry, yang aktif di dunia politik, seni dan budaya. Buktinya, dia pernah duduk jadi wakil rakyat di DPRD Sumatera Barat periode 1997-1999. Zaidin Bakry adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup dikenal di masanya. Seorang militer berpangkat kolonel yang menyukai sastra sebagai salah satu bentuk kepeduliannya terhadap bangsanya.

Sastrawan Ali Akbar Navis menyebut "Fenomena Zaidin Bakry, Fenomena Zaman". Karena mengikuti jejak papanya, maka Sastri menuruti amanah papanya, agar memakai nama Bakry di belakang namanya, sehingga jadilah Sastri Bakry. Bahkan, dalam buku Hati Prajurit di Negeri Tanpa Hati (FAM Publishing, 2015), Sastri Bakry menyandingkan puisi karya-karyanya dengan karya papanya, Zaidin Bakry. Ini pertama dalam sejarah sastra di Indonesia, karna anak dan bapak dalam satu buku. Sastri Bakry pun menjadi fenomena.

Benar, dalam aktivitas kepenyairannya, Sastri Bakry telah membuat banyak kejutan dalam kesusastraan Indonesia. Tercatat, antara lain tahun 1997, masih era Orde Baru --setahun sebelum era reformasi, Sastri telah menggelar acara spektakuler bertajuk Gelar Baca Puisi 20 Tokoh Wanita Sumatera Barat. Kemudian tahun 2015 menggelar kegiatan internasional bertajuk Numera di Padang. 

Setahun kemudian menggelarnya di Bandung, yang diikuti puluhan penyair dari Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Bahkan, di Pusat Kesenian Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, tahun 2016, Sastri mementaskan karya-karya puisi dalam sebuah operet. Gedung pertunjukkan penuh sesak dan tiket masuk ludes. Ini luar biasa dan hanya Sastri penyair asal Sumatera Barat yang pertama bikin pentas di TIM dan tiket terjual habis. Bahkan, karena karya sastranya laris manis, Sastri pun diundang tampil di acara realityshow terkemuka Kick Andy di MetroTv. Sejarah sastra di Sumatera Barat, dan Indonesia, perlu mencatat peristiwa ini.

Sastri dikerubuti penggemar yang minta tanda tangan, seusai acara Kick Andy. (Foto dok sastri).
Sastri dikerubuti penggemar yang minta tanda tangan, seusai acara Kick Andy. (Foto dok sastri).
Benar, dari banyak penyair dan sastrawan di Sumatera Barat, hanya Sastri Bakry yang karya-karyanya pernah dibahas banyak kritikus sastra di Indonesia dan Malaysia. Dalam buku Mengupas Sastra Sastri, Kumpulan Kritik Puisi, Editor Narudin, terhimpun pemikiran sembilan kritikus Sastra dan penyair Indonesia dan Malaysia, yaitu Ahmadun Yosi Herfanda, Arbak Othman, Dasril Ahmad Denni Meilizon, Djazlam Zainal, Moh Ghufron Cholid, Narudin, Norawi Hj Kata, dan Yandigsa. Ditambah kupasan saya hari ini, jadilah yang ke-10 karya Sastri dikupas kritikus dan penyair. Iyo, bukan?

Baiklah. Dalam suatu kesempatan Sastri pernah berkeluh kesah bahwa di Sumatera Barat, di kampung halamannya,  keberadaan Sastri sebagai penyair tak dianggap. Ini membuatnya sedih. Ini terjadi, mungkin karena Sastri itu lebih dulu dikenal sebagai "perempuan bersuara merdu" alias bintang radio di Sumatera Barat. Bahkan, beberapa album lagu-lagu Minang pun dihasilkannya. Dan Sastri juga dikenal sebagai organisasiatoris yang campin, dan mampu memimpin. Sehingga Sastri pun dikenal aktid dan jadi pengurus inti di FKPPI, AMPI, KNPI, DHD 45. Juga HWK Sumbar, WPI Sumbar, PMI Sumbar, dan diorganisasi Internasional dia dipercaya sebafai Vice President Waita The Malay Islamic World (Dunia Melayu Dunia Islam) yang berpusat di Melaka.

Akan tetapi, seorang Sastri tak hendak mempersoalkan itu. Yang penting baginya, terus berkarya dan berbuat. Kita juga harus maklum bahwa budaya kita, Minangkabau, tidak mengajarkan kita untuk menghargai kawan sendiri. Mengapresiasi kawan yang berprestasi. Pepatah mengajarkan, "kalau hebat, hebat surang sajolah, aden indak kabaguru. Kalau kayo, kayo surang sajolah, aden indak kamaminta."

Dan untuk menjadi hebat itu, harus dengan perjuangan sendiri. Dan seorang sastrawan di Sumbar tak pernah saling membesarkan. Kalau ingin besar, besar sendiri. Baguru ka alam takambang. Kalau ada pihak-pihak yang sentimen, sakit hati kita berprestasi dan menjadi hebat, menjadi terkenal --lalu diakali bagaimana agar jatuah tapai, padiarkan (biarkan) sajalah. Kekuatan karya akan terus mengalir dan tak akan mampu seseorang membendungnya.

Kita berpikir positif saja, yang terbiasa sinis dengan seseorang, mungkin karena kurang membaca atau belum membaca, atau karena faktor usia yang relatif muda. Sastri bukan orang baru dalam dunia sastra. Karya-karyanya sudah terhimpun dalam antologi cerpen Perempuan dalam Perempuan (penerbit Forum Sastra Wanita Tamening, 1995); Sajak Berdua (Forum Sastra Wanita Tamening, 1996); 26 Penyair Hawa (1997); Puisi 1999 Sumatera Barat (1999); Antologi Penyair Sumatera Barat (2000); ...Ungu Pernikahan (Kumpulan Cerpen Bersama Titi Said, Pipit Senja, dll (Penerbit Zikrul Hakim 2008); 

Ada jug buku novel Kekuatan Cinta (Penerbit Zikrul Hakim, 2009); Novel Hatinya Tertinggal di Gaza (Penerbit Grasindo, 2011); Antologi puisi wanita penulis Indonesia Nyanyian Pulau-Pulau (Penerbit Yayasan Obor, 2010). Potongan Tangan di Kursi Tuhan (Penerbit RAhima Intermedia Yogyakarya, 2011); Menyirat Cinta Haqiqi (antologi puisi bersama Dato'Kemala, dll), terbit di Malaysia, 2012; Langit Terbakar di Saat Anak-Anak itu Lapar, Antologi puisi prosa liris 50 penyair Indonesia (Sastra Welang Pustaka, 2013); Kartini, Masih di Situkah Kau, kumpulan puisi (Penerbit D3M Kail, 2013); Kumpulan Puisi Hati Prajurit di Negeri Tanpa Hati (Fam Publishing, 2015); novel Sedikit di Atas Cinta; antologi puisi Sastra Sastri dalam Puisi, Antologi Puisi Syair Persahabatan Dua Negara (Pustaka Senja, 2015), Antologi Puisi Penyair Dunia The Gliding Snake (Penerbit WAAC Amerika), dan sejumlah buku lainnya.

 Sebagai seorang penyair, cerpenis dan novelis atau sastrawan, nama Sastri Bakry sudah ada dalam Leksikon Susastra Indonesia yang disusun Korie Layun Rampan (Penerbit Balai Pustaka, 2000); juga dalam buku Geo Sastra Minangkabau yang ditulis AA Navis. Di Wikipedia nama Sastri Bakry juga tersedia.

Dari data dan fakta di atas, terbukti Sastri Bakry sudah memulai kiprah kepenyairannya sejak tahun 1990-an dan sesungguhnya telah memberikan kontribusi bagi pemasyarakatan kesusastraan Indonesia dasawarsa tahun 1990-an sampai sekarang. Sastri dalam peta kepenyairan Indonesia bukalah kaum penghamba bakar alam. Sastri lahir dan membesar dalam lingkaran kelompok yang membaca, yang menyadari, bahwa kreativitas estetiknya menuntut wawasan, pengetahuan, informasi lain dari teks-teks yang lain.

Membaca puisi-puisi Sastri, saya melihat ada style, kekhasan atau penanda jadi dirinya, yang semuanya mengalir begitu saja, seperti seseorang yang ingat masa lalunya, lalu membuka file lama yang tersimpan dalam folder kesadaran estetiknya.

Karena itu, tidak salah Sastrawan Negara Dato' Dr Ahmad Khamal Abdullah (Kemala) yang juga Presiden Nusantara Melayu Raya (Numera) Malaysia, menilai bahwa Sastri Bakry tidak syak lagi sastrawati berbobot yang pernah dilahirkan oleh Sumatera Barat. Semenjak tiga dasa warsa yang lalu beliau mengabdi di tengah-tengah massa baik sebagai pimpinan badan sosial politik. Sebagai sastrawati Sastri sudah memamerkan belangnya yang berwarna warni. Ranah Minang dan Nusantara Melayu Raya (Numera) dan keluarga sastrawan di Malaysia merasa berbahagia karena kehadiran sastrawati yang prolifik ini.

Ketika saya membaca puisi-puisi dalam buku Hati Prajurit di Negeri Tanpa Hati (2015), yang berarti dihasilkan selepas Sastri punya pengalaman hidup setengah abad, ekspresi puitiknya telah terbentuk pada awal Sastri menunjukkan kiprah kepenyairannya di era 1990-an. Itulah yang saya maksud membuka file lama dari folder masa lalu.

 Aura magis puisi bergerak seputar suara hati dan denyut jiwa. Sastri menyadari bahwa hakikat puisi tidak hanya sekadar luapan emosi atau ekspresi jiwa. Selalu, di sana, ada sesuatu yang sengaja disembunyikan, ada pesan yang hendak diselusupkan. Periksa puisi Sastri berjudul  Surat untuk Tuan Presiden.

Tuan presiden

Ini surat-surat cinta dari mereka yang kita tinggalkan

Mereka yang kita banggakan

Lalu kita butakan

Mereka adalah pahlawan devisa

Pahlawan yang ikut meningkatkan pertumbuhan ekonomi

Kita elu-elukan dalam setiap pidato-pidato

Seluruh pejabat di Negara ini

Tuan Presiden

Cinta sejati mereka berikan pada bangsanya

Tidak dihargai dengan cinta oleh bangsanya

Mereka dibiarkan terjungkal dalam ketidakadilan

Dalam pe rlakuan yang penuh zalim

 

Tuan presiden

Bisakah anda bayangkan

Mereka dipaksa meminum air kencing

Mereka dipaksa memakan babi

Mereka tidak lebih berkarya dari anjing yang tak mejilat tuannya.

 

Hongkong, 2101

 

Puisi di atas menunjukkan bahwa puisi kerap datang sebagai panggilan jiwa, sebagai suara hati yang paling dalam. Seperti deklarasi yang dikumandangkan para penyair romantik, puisi adalah getaran jiwa yang terdalam dan berada nun jauh entah di mana, namun menyebar mengikuti aliran darah. 

Pada umumnya puisi Sastri adalah catatan tentang sebuah peristiwa dan atau catatan perjalanan yang ia temui atau dia alami. Jadi puisi sebagai catatan individual, sangat personal. Pada puisi G 30 S 17.16,misalnya, Sastri mencatat  tentang gempa dahsyat yang melanda Sumatera Barat. Bagaimana pun juga, puisi tersebut tetapkan akan menjadi bagian dari catatan sejarah, meskipun sebagai puisi, catatan sejarah itu berdasarkan pandangan subyektif penyair. Oleh karena itu, peristiwa gempa dahsyat 30 September 2009 pukul 17.16 WIB, tetap saja sebagai catatan subyektif yang sifatnya sangat personal. Berikut penggalannya:

...

 

Dalam detik

Gedung bertingkat empat

Rata menyatu dengan bumi dan dalam tindihan tubuh-tubuh manusia, sahabatku

Suara-suara Allahu Akbar menggema bersahut-sahutan

Sepasang kaki terpisah dari tubuhnya

Jari-jari berlari meninggalkan lengannya

Mata-mata terhunjam besi-besi

Kepala-kepala bocor tertekan paku

Hentakan besi bersuara dalam himpinan dana

 

...

Puisi Pulau Mansinam, catatan Sastri di distrik Kumurkek, Manokwari, yang mempertanyakan soal perang suku dan berharap cinta damai.

Pulau Mansinam

Di antara kita bertaut rasa membangun cinta

Di tanah Papua semua bermula

Air laut tenang membiru menjadijarak antara kau dan aku

Mentap ikan menari dalam jaring terpaut kasih

Rinai membalutnya dalam kabut senja

Papeda hangat bermain dalam sendok dan garpu

Berputar, bergulung dan menyatu dalam piring porselen putih

Sungguhkah tetua-tetua adat akan berperang suku karena kita?

Negeri mana ada hukum tak perlu diacu?

Di Pulau Mansinam kita bangun cinta bersama untuk hari esok

Berjalan ke distrik Kumurkek

Agar jalur ini tetap bergerak dalam cinta penuh kasih

Air sumur di pulau Mansinam tertanam harapan

Aku tertekuk dalam doa padaMu ya Allah.

 

Manokwari, April 2013.

 Walaupun Sastri dalam karya-karyanya bermain dalam diksi, majas, dan gaya bahasa, tetap memberikan aura puisi  yang menghamparkan medan tafsir. Yang memungkinkan pembaca leluasa menafsir maknanya, baik secara tekstual maupun kontekstual. Persoalannya tinggal, bagaimana pembaca coba menerjemahkan teks itu sesuai dengan pengalaman dan asosiasinya tentang apa yang disampaikan dalam teks puisi yang bersangkutan.

Bahwa penafsiran itu benar atau tidak tepat, tentu saja semuanya sah. Puisi adalah hamparan makna yang berada di lautan tafsir. Jadi, tafsir apa pun yang disampaikan pembaca, segalanya sah sejauh dia punya argumen.

Selamat menafsir  puisi-puisi Satri Bakry.

Salam, Yurnaldi.

Padang, 24 Agustus 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun