Mohon tunggu...
yurnaldi panduko rajo
yurnaldi panduko rajo Mohon Tunggu... -

menulis telah mengantarkannya menjelajah dunia imajinasi, dunia maya, dunia kata-kata, dan dunia nyata --dari benua Asia, Eropa, Afrika, hingga Australia. bersama sastrawan Hamsad Rangkuti, mengikuti pertemuan penulis dunia di Inggris, 2004. telah menulis dan mengeditori sejumlah buku. juga telah memberikan pelatihan kepada ribuan calon wartawan, wartawan, sarjana, mahasiswa, siswa, pejabat humas/public relation.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sastrawati Sastri dalam Esai Sastra

25 Agustus 2017   06:03 Diperbarui: 25 Agustus 2017   06:56 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuan presiden

Bisakah anda bayangkan

Mereka dipaksa meminum air kencing

Mereka dipaksa memakan babi

Mereka tidak lebih berkarya dari anjing yang tak mejilat tuannya.

 

Hongkong, 2101

 

Puisi di atas menunjukkan bahwa puisi kerap datang sebagai panggilan jiwa, sebagai suara hati yang paling dalam. Seperti deklarasi yang dikumandangkan para penyair romantik, puisi adalah getaran jiwa yang terdalam dan berada nun jauh entah di mana, namun menyebar mengikuti aliran darah. 

Pada umumnya puisi Sastri adalah catatan tentang sebuah peristiwa dan atau catatan perjalanan yang ia temui atau dia alami. Jadi puisi sebagai catatan individual, sangat personal. Pada puisi G 30 S 17.16,misalnya, Sastri mencatat  tentang gempa dahsyat yang melanda Sumatera Barat. Bagaimana pun juga, puisi tersebut tetapkan akan menjadi bagian dari catatan sejarah, meskipun sebagai puisi, catatan sejarah itu berdasarkan pandangan subyektif penyair. Oleh karena itu, peristiwa gempa dahsyat 30 September 2009 pukul 17.16 WIB, tetap saja sebagai catatan subyektif yang sifatnya sangat personal. Berikut penggalannya:

...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun