Kesadaran budaya (Cultural awareness) adalah kemampuan seseorang untuk melihat ke luar dirinya sendiri dan menyadari akan nilai-nilai budaya, kebiasaan budaya yang masuk. Selanjutnya, seseorang dapat menilai apakah hal tersebut normal dan dapat diterima pada budayanya atau mungkin tidak lazim atau tidak dapat diterima di budaya lain. Oleh karena itu perlu untuk memahami budaya yang berbeda dari dirinya dan menyadari kepercayaannya dan adat istiadatnya dan mampu untuk menghormatinya.
1. Peningkatan kesadaran tentang isu-isu budaya
Apa yang ada di benak kita ketika mendengar kata budaya? Pastinya akan terbayang sekelompok orang yang menggunakan pakaian adat atau sedang melakukan tari-tarian bukan? Jika kita telaah lebih jauh, budaya bukan hanya soal adat-istiadat melainkan lebih dari itu. Mari kita simak pengertian budaya menurut para ahli.
a. Menurut Koentjaraningrat, Budaya merupakan sebuah sistem gagasan & rasa, sebuah tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia didalam kehidupannya yang bermasyarakat, yang dijadikan kepunyaannya dengan belajar.
b. Menurut KBBI, Budaya berarti sebuah pemikiran, adat istiadat atau akal budi. Secara tata bahasa, arti dari kebudayaan diturunkan dari kata budaya dimana cenderung menunjuk kepada cara berpikir manusia.
c. Menurut Kluckhohn dan Kelly, Budaya merupakan segala konsep hidup yang tercipta secara historis, baik yang implisit maupun yang eksplisit, irasional, rasional, yang ada di suatu waktu, sebagai acuan yang potensial untuk tingkah laku manusia.
d. Menurut E.B. Taylor, Budaya ialah suatu keseluruhan yang kompleks meliputi kepercayaan, kesusilaan, seni, adat istiadat, hukum, kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang sering dipelajari oleh manusia sebagai bagian dari masyarakat.
e. Menurut Linton, Budaya merupakan keseluruhan dari sikap & pola perilaku serta pengetahuan yang merupakan suatu kebiasaan yang diwariskan & dimiliki oleh suatu anggota masyarakat tertentu.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Banyak faktor yang menyebabkan budaya lokal dilupakan dimasa sekarang ini, misalnya masuknya budaya asing. Masuknya budaya asing ke suatu negara sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun pada kenyataannya budaya asing mulai mendominasi sehingga budaya lokal mulai dilupakan.Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal. Budaya lokal adalah identitas bangsa. Sebagai identitas bangsa, budaya lokal harus terus dijaga keaslian maupun kepemilikannya agar tidak dapat diakui oleh negara lain. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan budaya asing masuk asalkan sesuai dengan kepribadian negara karena suatu negara juga membutuhkan input-input dari negara lain yang akan berpengaruh terhadap perkembangan di negaranya.
2. Kesadaran budaya sendiri
a. Latar belakang etnis
Ras adalah persamaan berdasarkan garis biologis seperti keturunan atau genetika. Contohnya, ras kaukasia yang berkulit putih seperti orang korea, ras negroid berkulit hitam seperti orang negro atau amerika aslinya, ras mongoloid berkulit kuning seperti orang melayu. Ras merupakan konsepsi biologi, bukan konsepsi kebudayan. Apabila kita memberikan definisi ras, ciri-ciri yang kita kemukakan adalah ciri-ciri fisik yang menurun.
Sedangkan dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan istilah etnik berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi.
Pada dasarnya ras itu ibarat suku dan etnis ibaratnya bangsa. Etnis dan ras itu akan selalu berkaitan, Karena ras atau suku menempati suatu wilayah atau bangsa. Jadi kalau etnis itu contohnya, orang jawa, orang batak, atau orang minang maka ras itu berhubungan dengan keturunan kulit putih, hitam, atau kuning.
Pada awalnya istilah etnik hanya digunakan untuk suku-suku tertentu yang dianggap bukan asli Indonesia, namun telah lama bermukim dan berbaur dalam masyarakat, serta tetap mempertahankan identitas mereka melalui cara-cara khas mereka yang dikerjakan, dan atau karena secara fisik mereka benar-benar khas. Misalnya etnik Cina, etnik Arab, dan etnik Tamil-India. Perkembangan belakangan, istilah etnik juga dipakai sebagai sinonim dari kata suku pada suku-suku yang dianggap asli Indonesia. Misalnya etnik Bugis, etnik Minang, etnik Dairi-Pakpak, etnik Dani, etnik Sasak, dan ratusan etnik lainnya. Malahan akhir-akhir ini istilah suku mulai ditinggalkan karena berasosiasi dengan keprimitifan (suku dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai 'tribe'), sedangkan istilah etnik dirasa lebih netral. Istilah etnik sendiri merujuk pada pengertian kelompok orang-orang, sementara etnis merujuk pada orang-orang dalam kelompok. Dalam modul ini kita akan lebih membahas soal etnis.
b. Gender, orientasi seksual, identitas kelas sosial
Gender bisa diartikan sebagai ide dan harapan dalam arti yang luas yang bisa ditukarkan antara laki-laki dan perempuan, ide tentang karakter femini dan maskulin, kemampuan dan harapan tentang bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperilaku dalam berbagai situasi. Ide-ide ini disosialisasikan lewat perantara keluarga, teman, agama dan media. Lewat perantara-perantara ini, gender terefleksikan kedalam peran-peran, status sosial, kekuasaan politik dan ekonomi antara laki-laki dan perempuan. (Bruynde, jackson, Wijermans, Knought&Berkven, 1997 : 7).
Istilah gender seringkali tumpang tindih dengan seks (jenis kelamin), padahal dua kata itu merujuk pada bentuk yang berbeda. Seks merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Contohnya jelas terlihat, seperti laki-laki memiliki penis, scrotum, memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki vagina, rahim, memproduksi sel telur. Alat-alat biologis tersebut tidak dapat dipertukarkan sehingga sering dikatakan sebagai kodrat atau ketentuan dari Tuhan (nature).
Sedangkan konsep gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misalnya, laki-laki itu kuat, rasional, perkasa. Sedangkan perempuan itu lembut, lebih berperasaan, dan keibuan. Ciri-ciri tersebut sebenarnya bisa dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang lembut dan lebih berperasaan. Demikian juga ada perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Perubahan ini dapat terjadi dari waktu kewaktu dan bisa berbeda di masing-masing tempat. Jaman dulu, di suatu tempat, perempuan bisa menjadi kepala suku, tapi sekarang di tempat yang sama, laki-laki yang menjadi kepala suku, sementara ditempat lain justru sebaliknya. Artinya, segala hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu kewaktu serta berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, komunitas ke komunitas yang lain, dikenal dengan gender.
Orientasi seksual berbeda dengan perilaku seksual, karena orientasi seksual adalah perasaan dan konsep diri, bukan perbuatan. Seseorang mungkin saja tidak melakukan kegiatan seksual yang sesuai dengan orientasi seksualnya (atau sama sekali tidak melakukan hubungan seks). Orientasi seksual seseorang dipengaruhi oleh factor lingkungan, kognitif dan biologis. Artinya, bagaimana seseorang dibesarkan (termasuk pengalaman-pengalaman seseorang yang bersifat seksual), pola pikir orang tersebut dan struktur genetis dan hormonal yang didapat sejak seseorang berada di dalam kandungan mempengaruhi orientasi seksual seseorang.
Berhubungan dengan peran kita dan orientasi seksual di masyarakat, kita masing-masing mengembangkan identitas pribadi yang didasarkan pada sifat tertentu dan sejarah hidup yang unik. Tapi kita juga mengembangkan identitas sosial (social identity) yang didasarkan pada kelompok di mana kita bergabung, termasuk di dalamnya adalah bangsa kita, kelompok agama, politik, maupun kelompok pekerjaan tertentu (Brewer &Gardner, 1996; Tajfel& Turner, 1986). Identitas sosial terbentuk sebagai akibat dari keanggotaan kita dalam suatu kelompok kebudayaan. Tipe kelompok itu antara lain adalah umur, gender, kerja, agama, kelas sosial, tempat dan lainnya. Identitas sosial merupakan identitas yang diperoleh melalui proses pencarian dan pendidikan dalam waktu lama. Kita dapat membedakan sekelompok orang dengan kelompok lain melalui kelompok umur misalnya, lalu kita menetapkan ciri-ciri perilaku mereka berdasarkan usia tua atau muda. Kita mengatakan orang-orang muda umumnya menggebu-gebu, cepat marah, tidak hati-hati, kurang sabar; sebaliknya orang tua lebih sabar, lebih bijaksana, dan lebih lambat.
Dalam kehidupan kita sebagai seseorang yang memiliki berbagai lingkungan tinggal (lingkungan rumah, lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah) seharusnya memiliki sikap dan pemahaman yang baik terhadap gender, orientasi seksual dan identitas kelas sosial. Sikap dan pemahaman yang baik akan membawa kita kepada kesadaran akan budaya sendiri serta menghormati budaya orang lain. Hal ini berguna agar keberadaan kita di terima dimana saja kita hidup.
c. Kondisi fisik dan mental
Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna keadaannya. Selain diberi bentuk atau rupa yang paling baik atau sempurna, ia masih juga dibekali dengan kemampuan akal. Dengan diberi kemampuan akal inilah manusia mampu menciptakan berbagai pengetahuan, membentuk masyarakat, menyelengarakan pemerintahan, melakukan praktik jual beli dll. Singkat kata dengan kemampuan tersebut manusia mampu menciptakan berbagai macam kebudayaan atau peradaban, termasuk di dalamnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Teknologi merupakan suatu bentuk fisik dari sebuah kebudayaan. Pada dasarnya teknologi yang ada saat ini ada karena suatu budaya yang telah ada sejak lama. Dasar-dasar ilmu yang ada untuk menciptakan teknologi itu pun di dapat dari penelitian suatu ilmiah yang terkandung dari suatu budaya. Maka karena itulah budaya dan teknologi saling ketergantungan.Â
Budaya jaman dahulu dengan budaya saat ini sangat berbeda sekali. Misalnya adalah dulu ketika kita ingin mengirimkan kabar maka kita harus menulis surat  lengkap disertai amplop dan perangkonya kemudian kita harus pergi ke kantor pos untuk mengirimkan surat tersebut kepada alamat yang dituju, hal tersebut membutuhkan waktu minimal tiga hari. Namun jaman sekarang mengirimkan kabar tidak perlu serepot itu, kini banyak aplikasi media sosial dalam smartphone yang memfasilitasi seseorang untuk saling mengirimkan kabar hanya dengan sekali klik dan dalam hitungan menit bahkan detik, apa yang menjadi tujuan kita dapat tersampaikan.
Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat memang memberikan kesempatan bagi semua orang untuk mengakses secara real-time informasi terkini yang terjadi di belahan dunia manapun dan tidak ada batasan sama sekali (borderless). Namun demikian, di sisi yang lain ternyata perkembangan teknologi  dapat berdampak terhadap jati diri budaya bangsa jika sikap mental kita belum siap menerima derasnya arus perkembangan.
Kebudayaan itu mempunyai tiga bentuk dasar, yaitu yang berwujud ide, kelakuan, dan wujud fisik. Ketiga wujud kebudayaan tersebut ada dalam masyarakat. Hal ini yang harusnya kita lestarikan dan kita perhatikan karena kebudayaan merupakan identitas jati diri kita. Maka dari itu, kesadaran budaya perlu untuk kita tumbuh dan kembangkan sejak dini. Berikut merupakan cara-cara yang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam menumbuhkan kesadaran budaya bagi masyarakat:
Penanaman sikap multikulturalisme sejak dini, Penanaman sikap untuk saling bertoleransi dan untuk saling menghargai antar budaya merupakan fondasi awal agar seseorang mampu menyadari akan perbedaan dari masing-masing budaya. Sikap mental akan pentingnya saling menghargai kebudayaan diharapkan nantinya integrasi bangsa menjadi semakin kuat karena penanaman sikap saling menghormati dan menghargai tersebut juga sudah mendarah daging di masyarakat.
Sosialisasi budaya melalui lembaga pendidikan. Dimasukkannya budaya lokal dalam kurikulum pendidikan sebagai muatan lokal merupakan langkah yang bijak untuk lebih menjaga eksistensi budaya lokal mengingat sekarang ini mulai banyaknya generasi muda yang mulai enggan untuk memperhatikan kebudayaannya yang sesungguhnya itu merupakan asset kekayaan yang sekiranya wajib dan harus untuk kita lestarikan.
Penyelenggaraan berbagai pentas budaya, Penyelenggaraan berbagai pentas budaya tentu hal ini merupakan salah satu cara yang mampu untuk menumbukan kesadaran akan berbudaya. Pentas ini dapat berupa tari-tari daerah ataupun juga musik-musik daerah yang dilakukan dengan melibatkan kaum-kaum muda sebagai salah satu cara menghidupkan kembali budaya masing-masing daerah dengan melibatkan generasi muda sebagai generasi penerus. Seni budaya yang akan ditampilkan pun dapat berupa seni tradisional, modern, ataupun juga gabungan dari keduanya.
Mencintai dan menjaga budaya yang dimiliki. Hal inilah yang sekiranya penting untuk selalu kita wujudkan. Rasa cinta dan rasa untuk menjaga budaya yang kita miliki haruslah muncul sesuai dengan keinginan dan kesadaran dari dalam diri kita masing-masing. Tanpa rasa cinta dan peduli terhadap kebudayaan mustahil kita dapat menjaga eksistensi budaya yang kita miliki.
3. Menghormati budaya
Komunikasi antar budaya adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan diantara mereka yang berbeda latar belakang budayanya. Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis, juga melalui bahasa tubuh, gaya atau penampilan pribadi, atau bantuan hal lain di sekitarnya yang memperjelas pesan. Secara umum komunikasi antar budaya terdiri dari empat variasi, yaitu interracial communication (interaksi antara orang-orang yang berasal dari ras yang berbeda), interethnic communication (interaksi antara orang-orang yang berasal dari etnis yang berbeda), international communication (komunikasi antara orang-orang yang mewakili negara yang berbeda), dan intracultural communication (interaksi antara anggota dari kelompok ras dan etnis yang berbeda tetapi berasal dari induk budaya yang sama).
Untuk menghindari kesalah pahaman agar tidak menimbulkan benturan persepsi antar budaya diantara orang yang berbeda budaya, maka kita dituntut secara obyektif untuk mengenali perbedaan dan keunikan budaya sendiri dan orang lain dengan mempelajari berbagai karakteristik budaya, diantaranya yaitu: (1) komunikasi dan budaya; (2) penampilan dan pakaian; (3) makanan dan kebiasaan makan; (4) waktu dan kesadaran waktu (5) penghargaan dan pengakuan; (6) nilai, dan  norma; (7) rasa diri dan ruang; (8) proses mental dan belajar, dan; (9) kepercayaan dan sikap.
Sementara itu menurut ahli, bahwa untuk menghindari kesalah pahaman dalam melakukan komunikasi dengan orang yang berbeda budaya, kita harus menjadi komunikator yang efektif, karena hubungan dalam konteks apapun harus dilakukan lewat komunikasi. Lebih lanjut, untuk menjadi komunikator yang efektif, seseorang harus memahami proses komunikasi dan prinsip-prinsip dasar komunikasi yang efektif. Untuk mencapai komunikasi yang efektif, khususnya dengan orang yang berbeda budaya yang harus kita lakukan adalah:
- Kita harus selalu menunda penilaian kita atas pandangan dan perilaku orang lain, karena penilaian kita tersebut sering kali bersifat subyektif, dalam pengertian berdasarkan persepsi kita sendiri yang dipengaruhi oleh budaya kita atau dengan kata lain, jangan biarkan stereotip menjebak dan menyesatkan kita ketika kita berkomunikasi dengan orang lain
- Kita harus berempati dengan mitra komunikasi kita, berusaha menempatkan diri kita pada posisinya. Gunakan sapaan yang layak sesuai dengan budayanya
- Kita dituntut untuk selalu tertarik kepada orang lain sebagai individu yang unik, bukan sebagai anggota dari suatu kategori rasial, suku, agama atau sosial tertentu
- Kita harus menguasai setidaknya bahasa verbal dan non verbal dan sistem nilai yang mereka anut.
Jadi melalui budaya kita bertukar dan belajar banyak hal, karena pada kenyataannya siapa kita adalah realitas budaya yang kita terima dan pelajari. Untuk itu, saat komunikasi menuntun kita untuk bertemu dan bertukar simbol dengan orang lain, maka kita pun dituntut untuk memahami orang lain yang berbeda budaya dan perbedaan itu tentu menimbulkan bermacam kesukaran dalam kelangsungan komunikasi yang terjalin. Memahami budaya yang berbeda dengan kita juga bukanlah hal yang mudah, dimana kita dituntut untuk mau mengerti realitas budaya orang lain yang membuat ada istilah 'mereka' dan 'kita' dalam situasi seperti itulah manusia dituntut untuk mengungkap identitas orang lain. Dalam kegiatan komunikasi, identitas tidak hanya memberikan makna tentang pribadi individu, lebih dari itu identitas menjadi cirri khas sebuah kebudayaan yang melatar belakanginya. Dari ciri khas itulah nantinya kita dapat mengungkapkan keberadaan individu tersebut.
Muncul sebuah pemahaman tentang budaya daerah yang memiliki ciri khas dan karakteristik sendiri dan perlu dipertahankan setelah timbul berbagai persoalan keragaman budaya. Hasilnya adalah muncul pula pandangan etnosentrisme yaitu pandangan yang menyebutkan bahwa kelompok/budayanya adalah pusat dari segalanya dan membandingkan kelompok/budaya yang lain dengan nilai yang sesuai dengan kelompok/budaya tadi. Dengan kata lain kelompok/budayanya lah yang paling baik. Oleh karena itu dalam keberagaman budaya kita tidak boleh memahami perilaku budaya lain hanya dengan membandingkan kebiasaan dan perilaku budaya sendiri. Relativisme  budaya harus dikembangkan dalam memandang keberagaman budaya. Relativisme budaya adalah meniadakan kriteria untuk menentukan tinggi dan rendahnya, maju dan mundurnya suatu budaya. Akan tetapi mengedepankan konsep semua budaya sama baik dan luhurnya, sama  hebat dan agungnya. Pada dasarnya penilaian budaya itu berdasarkan cara pandang budaya itu sendiri.
 Toleransi adalah bagian penting dalam menghargai suatu budaya, karena dengan toleransi setiap individu bisa menjalankan haknya sesuai budaya dan kepercayaannya. Dengan demikian kita mendapat pola pikir bahwa tidak ada budaya yang dianggap lebih baik maupun lebih rendah. Dengan sikap toleran, kita dapat menghargai orang lain/suku bangsa lain sebagai bagian dari bangsa Indonesia atau sebagai makhluk hidup pribadi dan makhluk sosial atau sebagai manusia yang memiliki harkat, martabat, derajat dan hak asasi yang sama.
Sumber tulisan : materi pelatihan cultural awareness, Ari khusumadewi, M.Pd. dosen BK Unesa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI