Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pilkada Serentak dan "Exit Strategy" Resesi Ekonomi 2020

9 November 2020   08:00 Diperbarui: 11 November 2020   12:22 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. (sumber: KOMPAS/DIDIE SW)

Salah satu alasan yang sangat penting mengapa Pilkada serentak harus dilaksanakan pada 9 Desember 2020 adalah untuk ikut mengatasai resesi ekonomi Indonesia yang sudah terlihat sejak memasuki kuartal ke III tahun 2020. 

Bahkan sangat dimengerti kalau pemerintah menetapkannya semacam exit strategy resesi ekonomi Indonesia 2020. Sebab, pesta demokrasi Pilkada serentak ini merupakan momen terbesar sebelum menutup tahun buku 2020. 

Kepastian bahwa Indonesia memasuki tahap resesi ekonomi setelah Biro Pusat Statitisk (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekoonomi Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal III 2020 berada pada kontraksi, minus 3,49%  year on year (yoy). Agak lebih rendah ketimbang kuartal II yang sangat dalam ambruknya, yaitu minus 5,32%. Walaupun minus pertumbuhan ekonomi, namun demikian BPS melaporkan angka 5,05% sebagai pertumbuhan ekonomi kuartal, dan bila diakumulasi masih berada pada angka minus 2,03%.

Angka-angka ini menjadi indikator kuat untuk membaca arah dari pertumbuhan ekonomi Indonesia menuju akhir tahun 2020. 

Masih ada sisa waktu yaitu kuartal ke IV yang akan menjadi kesempatan emas bagi pemerintah untuk melakukan berbagai upaya dan strategi agar pertumbuhan ekonomi tahun 2020 ditutup tidak terlalu dalam anjloknya. 

Kalaupun tidak bisa berada pada pertumbuhan angka postif maka angka 0% juga bagus, atau kalau 0% tidak bisa dicapai maka angka diabwah sedikit 0% pun jelek-jelek amat. 

Pertarungan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi akan menjadi warna gerak-gerik dari semua aparat sistem birokrasi di negeri ini, agar tahun 2021 pekerjaan rumahnya tidak terlalu berat-berat banget.

Exit Strategy: Pilkada Serentak 

Pada saat Presiden Jokowi menetapkan bahwa Pilkada serentak tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020, lalu menuai banyak kontroversi dari kalangan publik.

Tentu, karena kekuatiran penyebaran Covid-19 yang terus menerus menaik dan Pilkada serentak akan menjadi peluang besar munculnya klaster baru penyebaran virus corona ini bila protokol kesehatan tidak mampu dikendalikan dilapangan.

Pilkada serentak yang akan melibatkan interakasi massa yang luar biasa banyak di setiap daerah pemilihan menjadi ketakutan masyarakat untuk mendorong penyebaran Covid-19 di satu sisi, sementara dinamika kegiatan pesta demokrasi ini juga menjadi pendorong kegiatan ekonomi di sisi lainnya karena ada perputaran dana yang tidak sedikit sebagai penggerak ekonomi rakyat. 

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh pihak KPU, Pilkada serentak ini melibatkan sekitar 270 daerah di seluruh wilayah Indonesia. Yang terdiri dari 9 Provinsi,  dengan 240 Kabupaten dan sekitar 37 Kotamadya di seluruh negeri ini. 

Dengan jumlah pemilih sekitar 100,3 juta orang atau tepatnya sebanyak 100.309.429 pemilih. Tersebar di 4.242 Kecamatan, 46.641 Desa/Kelurahan, dan sekitar 298.852 buah Tempat Pemungutan Suara (TPS), sesuai data per 28 September (Ilham Saputra, Komisioner KPU RI).

ILUSTRASI petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS).*/ANTARA
ILUSTRASI petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS).*/ANTARA
Akan ada 736 pasangan calon kepala daerah (Paslon Kada) akan berkompetisi untuk menjadi orang nomor satu di masing-masing daerahnya. Sekitar 24 Paslon Gubernur/wakil Gubernur, 606 Paslon Bupati dan Wakil Bupati, dan ada 100 Paslon Wali Kota/Wakil Wali Kota (inii data sampai 12 Oktober 2020, Ilham, Komisioner KPU). 

Paslon-paslon inilah yang menjadi poros pengikat semua dinamika pesta demokrasi serentak di tahun 2020. Dan dari Paslon inilah perputaran dana dan uang akan menyentuh lapisan terbawah dari masyarakat Indonesia.

Garis besar data-data diatas hendak menjelaskan bahwa pesta demokrasi Pilkada serentak ini tidak bisa dianggap kecil apalagi main-main, karena memiliki dampak besar bagi keadaan ekonomi Indonesia. 

Dengan menggerakan 100 jutaan pemilih, belum lagi termasuk para petugas, anggota keluarga dan maupun yang lain, akan menjadi pintu serius ikut mengatasi resesi ekonomi negeri ini, dengan harapan Indonesia tidak sampai memasuki tahap "deperesi ekonomi".

Anggaran Pilkada Serentak Rp. 20,46 Trilun+++

Melihat besarnya dana yang akan terus menggulir dalam proses Pilkada serentak ini, paling tidak sejak September 2020 dan sampai Desember 2020, tidak bisa diabaikan begitu saja karena pasti memiliki multiplier effeck yang signifikan pada perputaran roda ekonomi masyarakat.

Dan pertanyaan yang menarik adalah kira-kira berapa besar dana yang akan berputar di tengah-tengah masyarakat sebagai akibat dari Pilkada Serentak 2020 ini?

Paling tidak ada beberapa sumber pendanaan yang akan mengalir dengan derasnya. Pertama, anggaran yang disediakan oleh pemerintah, hingga saat ini sudah berada di angka Rp. 20,46 triliun rupiah. 

Yang terbagi-bagi ke dalam pengguna seperti KPU, Bawaslu, Pengawasan, pihak keamanan, dan sebagainya. Anggaran yang dikelola oleh pemerintah ini melalui pelaksana Pilkada serentak yaitu KPU di seluruh daerah dan pusat, sampai ke desa-desa dan TPS sebagai ujung tombak pesta Pilkada ini.

Kedua, anggaran yang akan dikeluarkan oleh masing-masing Paslon Kepala Daerah. Sebagai contoh saja, apabila masing-masing Paslon mengeluarkan anggaran rata-rata Rp 10 miliar, maka dengan 736 Paslon akan ada dana sebesar 736 x Rp 10 miliar, yaitu Rp 7,4 trilun akan beredar di tengah-tengah masyarakat. Dipastikan dana ini akan menjadi penggerak roda ekonomi masyarakat pada lapisan paling bawah.

Ketiga, pengeluaran lain-lain dari setiap pendukung paslon, seperti keluarga-keluarga, teman, dan beragam jaringan yang akan terlibat dalam proses Pilkada ini sejak ditetapkan sebagai Paslon hingga hari H pada 9 Desember 2020.

Apabila ketiga sumber pengeluaran dana itu ditotal dengan jumlah sekitar Rp 30 triliun, dengan angka multiplier, sebut saja angka 3, maka total nilai dana Pilkada serentak itu akan menyentuh nilai di 90 trilun rupiah. Sebuah jumlah yang tidak sedikit dan berdampak serius pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Rasanya tidak ada alasan untuk pesimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia menjelang tahun 2021 akan ambruk. Semangat positif akan menjadi energi tambahan untuk mendorong dinamika ekonomi dan bisnis yang lebih kencang dan progresif di tahun 2020 ini.

Momen Pilkada serentak ini akan mencapai klimaksnya ketika Desember akan menjadi puncak perayaan Natal dan libur panjang bagi semua publik yang akan memasuki tahun baru. Disana akan ada extra ordinary budget dari setiap orang dan keluarga untuk dibelanjakan pada saat itu, bahkan ketika memasuki tahun baru di 2021. 

Sebulan lagi Pilkada Serentak akan di gelar di hari Rabu 9 Desember 2020, bila semua memahami dan melihat hal yang sama bahwa Pilkada serentak sebagai exit strategi Resesi ekonomi Indonesia 2020, maka tidak ada yang mustahil untuk diwujudkan dengan baik. 

Hal ini sekaligus menjadi pemersatu asa, energi, sumberdaya yang dimiliki oleh semua anak-anak bangsa di negeri ini. Sehingga kita bisa bersama-sama berkata, Resesi ekonomi, siapa takut!

Yupiter Gulo, 9 November 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun