Inilah Hambatannya!
Mungkinkah pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih baik dan arahnya positif apabila seluruh anggaran yang sudah disediakan dapat diserap secara signifikan? Kalau pun tetap anjlok, mungkin angkanya tidak sampai di angka -5,32% ini?
Nampaknya, tidak mudah menghitungnya. Karena sesungguhnya yang digempur habis-habisan oleh dampak virus corona ini adalah sistem perekonomian dari sisi pelakunya yaitu manusia. Dan manusia lebih mementingkan kesehatan ketimbang yang lain. Kalau sehat maka yang lain akan mudah mengerjakannya. Sebaliknya, bila kesehatan terganggu maka segala yang lain menjadi tiada berguna.
Paling tidak, 3 hal inilah yang menjadi hambatan mendasar mengapa akhirnya pertumbuhan ekonomi Indonesia ambruk kuartal kedua pada angka merisaukan diatas -5%, yaitu :
1. Protokol kesehatan mendorong mendorong dan memaksa setiap orang untuk mengurangi aktifitasnya. Lebih baik di rumah saja. Bila tidak sangat terpaksa jangan keluar rumah.Â
Inilah sumber utamanya, karena berdampak langsung pada aktifitas ekonomi. Teori pembangunan klasik menjelaskan bahwa mobilisasi manusia itu indikator dasar kemajuan suatu negara. Bila hanya di rumah saja, maka menghambat pertumbuhan ekonomi. Karena aktifitas setiap orang yang dilakukan sepanjang hari di luar rumah, semuanya menjadi alasan adanya kebutuhan dan penyediaan barang dan jasa dalam segala lini.
Saat setiap orang berada di rumah maka sama saja menghentikan dan mematikan secara mendadak dan tragis semua sektor usaha yang terkait dengan itu. Mulai dari kebutuhan convience hingga kebutuhan mendasar dan jangka panjang.
2. Berapapun stimulus dana yang digelontorkan kepada masyarakat, maka trickle down effeck-nya menjadi sangat kecil. Tidak bisa mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi dan bisnis lainnya.Â
Ibaratnya, orang diberikan sejumlah dana, semacam Bansos dan atau BLT, maka dana itu tidak mampu bergulir lebih panjang karena banyak mata rantai yang putus, mati dan terhenti. Â Apalagi kalau realisasi stimulus itu baru sekitar 21 % menjadi sangat tidak berarti untuk mendorong pertumbuhan ekonomi itu.
Ini dapat dilihat dari berbagai indikator bisnis dan ekonomi yang ada. Misalnya bisnis ritel sejak kuartal II anjlok sangat besar bahkan di atas 15%. Padahal ini sektor yang sangat dinamis karena terkait langsung dengan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang jumlahnya sangat besar dengan populasi 270-an juta orang.
3. Ketidaksiapan sektor suplai atau dunia usaha untuk mengubah model bisnis mereka dalam waktu singkat. Terutama implementasi bisnis berbasis aplikasi teknologi internet. Sedemikian rupa, menjadi penyebab banyak perusahaan mengurangi volume kegiatannya dan pada akhirnya berdampak pada meningkatnya pengangguran di hampir semua sektor dunia usaha dan industri.