Nampaknya gebrakan Menteri BUMN untuk membersihkan secara total ratusan BUMN ini masih terus berjalan sejak berada di posisi orang nomor satu di arena BUMN ini. Dan sudah banyak yang dibirsihkan, hingga tiba giliran di PT Pelindo I. Dan korbannya kali ini adalah seorang pakar hukum tata negara Indonesia yang sangat rajin mengkritisi pemerintah selama ini.
Mungkinkah ada hubungannya dengan pencopotannya dari Komut karena rajin mengkritis pemerintah? Sebuah media daring secara khusus menyajikan tanggapan sang ex Komut ini, dan Refly mengaku kalau dia memang tetap mengkritisi pemerintah kendati dia ada dalam posisi sebagai salah satu orang kunci di BUMN yang dipercayakan oleh pemerintah.
Secara politik bisa saja dihubungkan, tetapi apakah itu signifikan? Perlu diuji secara cermat. Dengan bertanya, kalau Dewan Komisaris memiliki konerja yang hebat di Pelindo I, apakah mungkin Erick akan mencopot mereka?
Saya pikir beliau seorang businessman yang sangat rasional dan akan mempertahankan karena tidaklah mudah mencari sosok yang hebat masuk dalam BUMN untuk mewujudkan mimpi Jokowi.
Bahwa alasan pencopotan untuk melakukan refreshing sebagaimana dijelaskan oleh Arya Sinulingga, juru bicara Menteri BUMN, semua orang dan publik maklum untuk tidak menuding secara vulgar alasan yang substansial, yaitu kegagalan Komisaris dalam mengawal manajemen Pelindo I.
Publik juga memahami dan mendukung sepenuhnya gerakan bersih-bersih oleh Erick dalam tubuh BUMN yang banyak mis-management seperti menjamurnya anak dan cucu perusahaan yang sebagian besar keluar dari core business utama. Dan lebih merisaukan lagi karena perangkapan jabatan yang sangat tendensius untuk membangun kavling kepentingan pribadi dan kelompok.
Risiko Bisnis dan Jabatan
Kalau jujur mengakui semua situasi yang terjadi ini, maka pada dasarnya Menteri Erick Thohir sedang mengimplementasikan sebuah pengelolaan risiko bisnis yang sangat mendasar. Artinya pencopotan Komut dan sejumlah anggota Komisaris PT Pelindo I merupakan tindakan mitigasi
Betul, ada harga yang harus dibayar agar tidak menjadi prahara dikemudian hari. Mungkin sang Menteri hendak belajar dan tidak mau terulang apa yang terjadi di BUMN yang lain, seperti PT Garuda Indonesia, PT Asuransi Jiwasraya, Asabri, Pertamina dan yang lain.
Sebab, kehadiran dari BUMN ini seharusnya menjadi penyanggah utama bagi kemajuan pembangunan demi Indonesia yang maju dan lebih baik. Bukan malah menjadi tempat praktek korupsi dan penyelewengan harta negara yang hanya menguntungkan para penjabat dan karyawannya.