Harus diakui bahwa ada kecenderungan kekecewaan publik ketika Jokowi tidak lagi melibatkan KPK sebagai wujud komitmen dukungan penuh kepada KPK sebagai salah satu lembaga atau badan yang masih diharapkan oleh masyarakat untuk melawan dan memberantas tikus-tikus koruptor di Indonesia.
Terlepas dari adanya hiruk pikuk, pro dan kontra seputar pengesahan revisi UU KPK oleh DPR, dan sekarang memasuki 30 hari setelah disahkan sebagai penanda bahwa mulai berlaku, kendati Jokowi belum menandatangani revisi UU KPK itu.
Prerogatif Presiden sepenuhnya memilih dan menetapkan para menterinya, publik paham itu, tetapi komitmen untuk mendukung dan menguatkan KPK juga soal lain, tetapi ketika Jokowi telah meletakkan dasar kuat menyatukan masyarakat dalam semua kebijakannya tentu menjadi sangat mahal saat masyarakat juga mulai bertanya.
Jokowi membutuhkan energi dan sumberdaya baru yang lebih besar lagi untuk meyakinkan dan memulihkan kepercayaan publik yang nampaknya sudah mulai tergerus dengan masalah revisi UU KPK ini serta pro dan kontra Perppu KPK. Membiarkan saja tanpa penjelasan yang baik dan bijak hanya akan menurunkan kapitalisasi politik Jokowi selama lima tahun kedepan.
Semoga analisis ini tidak benar, dan menjadi anomali dalam membangun Indonesia dengan lompatan kemajuan yang diimpikan Jokowi dalam visi Indonesia 2025.
YupG. 17 Oktober 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H