Artinya, seorang supir atau driver, bukan sekedar menjalankan kendaraan yang dibawanya. Tetapi, sebelum dia menyalakan mesin, apalagi hendak mau menginjak pedal gas kendaraannya, harus meyakinkan dirinya tentang banyak hal.Â
Kalau keyakinan itu semuanya terbukti secara nyata, maka baru dia mengambil keputusan untuk menjalankan mobil itu.
Mengetahui kondisi riil dari kendaraan yang dibawa menjadi syarat mutlak sebelum menyalakan mobil. Memahami dan memastikan dengan tepat beban kendaraan yang dibawa akan menjadi pertimbangan utama baginya seperti apa kecepatan mobil yang akan di jalankan.
Serta informasi akurat tentang keadaan ruas jalan-jalan yang akan dilalui hingga sampai ke tujuan, menjadi masukan dalam membuat keputusan kritis dalam mengendalikan kendaraan yang dibawanya.
Mengamati kecelakaan yang terjadi di tol Cipularang ini, sangat meyakinkan bahwa penyebabnya adalah dari sisi pengemudi. Lihat saja misalnya, dump truck yang membawa tanah kering dan juga yang basah yang tumpah tidak karuan di jalan tol.Â
Juga misalnya, ketika ada mobil yang menumbuk dari belakang, kendati didepannya sudah terjadi kecelakaan beruntun. Kecurigaan bahwa para supir tidak cakap dan profesional menjadi biang kerok kecelakaan beruntun itu terjadi.
Membangun Budaya Risiko di Jalan Tol
Mengamati bagaimana perilaku orang di jalan raya, dan terutama jalan tol, sangat kuat kecenderungan lemahnya kesadaran risiko bagi pengguna jalan raya dan jalan tol. Sehingga sangat mudah terjadi kecelakaan, baik kecelakaan tunggal apalagi kecelakaan tabrakan beruntun.
Pengemudi yang merasa memiliki jalan, menjadi raja jalanan, serta sikap tidak mau mengalah dalam keadaan kepadatan bahkan kemacetan, salib menyalib dan perilaku tidak sabar lainnya menjadi indikator sangat kuat tentang budaya risiko berlalulintas warga Indonesia yang sangat rendah.
Tentu saja memprihatinkan, karena konsekuensinya sungguh sangat mahal. Nyawa melayang, luka berat dan ringan, kendaraan hancur berantakan, menyebabkan kemacetan yang luas dimana-mana serta multi efek lainnya yang merugikan banyak orang.
Dalam situasi yang memprihatinkan ini, menjadi persoalan dan tantangan bagi masyarakat Indonesia, bagaimana membangun budaya risiko yang kuat ketika berada di jalan raya, jalan tol, jalan sempit, jalan gang, jalan tikus dan semua ruas jalan.