Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Lihatlah Sang Manusia, Refleksi Kekuasaan pada Zamannya

10 Maret 2019   07:55 Diperbarui: 10 Maret 2019   08:16 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: bpk gunung mulia

Hari ini menjadi sangat penting bagi seluruh umat Kristiani diseluruh dunia karena  Minggu 10 Maret 2019 ini dimulai Pra Paskah-1. Ibadah sepanjang hari ini penting sebab umat mulai merenungulangkan perjalanan penderitaan yang pernah dialami oleh Yesus. 

Sebuah buku akan menjadi sumber refleksi dalam menyediakan bahan dalam memahami konteks aktual, khususnya tentang kekuasaan dan kepemimpinan yang sedang dihadapi oleh bangsa ini.

Prof. Verne H. Fletcher, Ph.D dilahirkan di Massachusetts, USA, 3 Juni 1922. Tahun 1963-1969 mengajar teologi dan etika di Sekolah Tinggi Theologia Duta Wacana, Yogyakarta. Tahun 1969- 1985 beliau mengajar di Beirut, Lebanon, kembali mengajar di Yoga tahun 1986-1990.

Dari pengalaman mengajar di Yogya, beliau menulis 2 buku akademik, kemudian di tahun 1990 melahirkan buku Lihatlah Sang Manusia! Diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia (2007). Buku setebal 532 halaman memuat banyak kutipan para ahli termasuk 4 buku Franz Magnis Suseno.

Dalam Kata Pengantarnya, Fletcher juga berterimakasih pada Romo Weitjens, S.J pustakawan di Kolese St. Ignatius, Yogyakarta. Dari lebih kurang 300 buku referensi yang memperkaya karya tulisnya itu, juga dapat dibaca kutipan buku Etika Kristen yang sangat terkenal ditulis oleh Verkuyl yang juga pernah menjadi pengajar di Indonesia.

Namun ada juga buku-buku tulisan orang Indonesia seperti, Wahono, Nitiprawiro F, Teologi Pembebasan (1987), dan buku Sidjabat, W.B, Panggilan Kita di Indonesia Dewasa Ini (1964), juga buku karangan Singgih, E Gerrit, Dari Israel ke Asia (1982). Sebagian kutipan yang hendak dan ingin dibagi pada teman-teman adalah tulisan Martin Hengel, Christ and Power (1977), yang dimuat dalam buku Lihatlah Sang Manusia! oleh Fletcher di halaman 497 - 504.

Sesungguhnya ingin juga saya baca buku referensi Martin Hengel lainnya: Was Jesus a Revolutionist? Disini ingin membagi bacaan ini karena beberapa tahun lalu, ditantang oleh seorang yang lebih tua umurnya, seorang yang lain percaya adanya Allah Sang Pencipta, tetapi memiliki faham bahwa semua agama itu "ingin menangnya sendiri". Teman yang lebih tua itu berpendapat bahwa Jesus dihukum mati karena Dia seorang politikus yang revolusioner.

Tanpa harus melayani perdebatan agama, namun merasa perlu untuk memperkaya pengetahuan dan meneguhkan iman melalui diskusi yang sehat. Baru sekarang ini berkesempatan menemukan ulasan mengenai kisah hidup Jesus Kristus dari sudut pandang politik zaman itu.

Yesus dari Nazareth dan kekuasaan-kekuasaan pada zamanNya, oleh: Martin Hengel (kutipan bagian yang penting). Gambaran mengenai kegiatan Yesus harus dilihat dengan mengingat suasana sosial politik yang makin tegang pada masa itu. Sungguh sangat berbeda dengan pandangan sentimental dan idealis yang memalsukan gambaran Yesus pada abad-abad belakangan ini. 

Ia dihukum mati sebagai seorang penjahat politik diatas kayu salib, sama seperti ribuan orang Yahudi pada masa itu; Ia dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi oleh penguasa-penguasa Romawi, kepada siapa Dia diserahkan oleh para pemimpin kaum Saduki. Ia dianggap hina oleh ahli Taurat dan orang-orang saleh, Ia bahkan ditinggalkan oleh murid-muridNya.

Disini tidak dapat membuat uraian yang panjang tentang proklamasi dan karya Yesus, namun demikian hanya akan memperhatikan dua unsur saja daripadanya, namun keduanya ini sungguhlah mendasar.

Hubungannya dengan kekuasaan-kekuasaan politik, baik penjajah penjajah asing dan golongan yang bersekongkol dengan mereka, maupun kekuasaan teokratik dan nasionalis serta gerakan pembebasan Yahudi.

Rahasia pengaruhNya, kuasa kewibawaanNya, yang dengannya Ia telah mengubah dunia tanpa ada orang lain yang menandingi, sekalipun Ia hanya muncul dalam masa yang singkat di suatu bagian dunia yang kecil dan terpencil.

Jika kini Dia kadang-kadang dipandang sebagai seorang revolusioner dalam bidang politik, atau dilain pihak, sebgai seorang fanatik yang tak berpolitik, atau malahan sebaga seorang agen kekuatan penjajah, maka penafsiran-penafsiran itu sangat keliru.

Dapat mengambil sebagai tema dari seluruh karyaNya ayat dari Zakaria yang berbunyi: "Bukan oleh kekuatan, dan bukan oleh kuasa, tetapi oleh Roh-ku." Roh Allah mewujud di dalam gaya pengajaran Yesus yang tampaknya sederhana, yang kewibawaanNya tampak semata-mata pada isi dan amanatNya, dan pada perbuatan-perbuatan baikNya.

Pada dasarnya karya Yesus telah dikemukakan sebelumya melalui nubuat Yesaya 61. Lukas mengambil awal bagian dari Yesaya 61 sebagai khotbah Yesus dalam pelantikanNya di Nazareth (Luk. 4:18). Bagian ini juga mempengaruhi ucapan-ucapan bahagia, dimana kepada orang yang tanpa kuasa dijanjkan keselamatan (6:20). 

Sungguh bagian ini membentuk jawaban Yesus kepada Yohanes Pembaptis (7:22) dan menjadi pernyataan yang tepat bagi proklamasi Yesus tentang kasih Allah yang membebaskan bagi semua orang yang terhilang dan yang rendah.

Proklamasi Yesus tidak hanya terbatas pada kata-kata yang diajarkan saja, tetapi juga mencakup tindakan-tindakanNya, misalnya pergaulanNya, yang erat dengan pemungut cukai dan orang-orang berdosa, serta penyembuhan-penyembuhan karismatikNya.

Konsep yang merupakan kunci dari amanat yang diembanNya adalah Pemerintahan Allah. Konsep ini berasal dari sumber-sumber apokaliptis nabi-nabi, namun ditangan Yesus mendapat bentuk yang sama sekali baru.

Pemerintahan ini sudah dekat, bahkan sesungguhnya dalam kegiatanNya Pemerintahan ini sudah hadir secara tersembunyi. Pemerintahan Allah menjadi sama dengan kasih Bapa yang berlimpah-limpah bagi semua orang yang tersingkir dan terhina - untuk memahaminya, kita hanya perlu mengingat parabel unik tentang anak bungsu yang boros -- namun itu juga menuntut penghakiman bagi orang-orang yang sombong dan bengis.

Karena Allah sendirilah hakim, orang tidak perlu lagi mempertahankan hak-haknya sendiri, atau menganggap rendah dan menghakimi tetangganya (Mat. 7:1). Bahkan juga segala kecenderungan nasionalistis dan teokratik tdak tampak dalam pengajaran Yesus.

Tidak ada pembicaraan, baik tentang penghancuran kekuasaan pemerintah kafir, maupun tentang pemerintahan yang akan datang oleh bangsa Israel. Sebaliknya, orang-orang bukan Yahudi dan orang-orang Samaria diperlawankan dengan umat Allah yang tak mau bertobat, sebagai contoh dari kasih dan pertobatan sejati.

Kegiatan Yesus pasti tampak reaksioner bagi kaum Zelot yang revolusioner; di pihak lain, bagi para pemimpin Yahudi yang tunduk kepada Roma, itu tampak membahayakan secara politis karena Ia mempunyai pengaruh kuat diantara para petani kecil Galilea, dan rakyat memandang penampilanNya cocok dengan ciriciri Sang Mesias.

Tetapi barang siapa mengaku sebagai Mesias, sesungguhnya dia pandang sebagai ancaman bagi kekuasaan Romawi dan orang-orang Yahudi yang menjadi para kaki tangannya. Karena itu, dengan tuduhan bahwa Ia mengaku sebagai Mesias, para kaki tangan ini tanpa kesulitan menekan Pilatus agar menghukum si tertuduh.

Berdasarkan dakwaan bahwa Ia ingin menjadi "Raja orang Yahudi", Ia mati di kayu salib sebagai seorang penjahat politik dan revolusioner. Bahwa Yesus mengalami kematian semacam itu, tampaknya  memang wajar mengingat kritik-kritikNya terhadap para penguasa yang Ia beberkan kepada bangsaNya. 

Ia memperlawankan diriNya terhadap para tuan tanah yang kaya dan golongan atas yang feodal, misalkan ketika Ia menyamakan cinta kepada "Mamon yang jahat" sebagai penyembahan berhala. "Tidak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan... Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan Mamon" (Mat. 6:24). Karena itu, orang kaya telah kehilangan bagiannya dalam Kerajaan Allah. Hanya mukjizat Allah yang dapat menyelamatkannya (Mat. 10:25; Luk. 16:19).

Taurat Musa serta para peneliti dan pengajarnya gagal dalam memenuhi kehendak Bapa yang mewujud nyata secara penuh dalam perintah kasih yang radikal dan tak terbatas. Setiap hukum dalam Taurat tentang hari Sabat, pelayanan Bait Suci, dan sebagainya, ditempatkan dibawah perintah ini. Bahkan seperti yang ditunjukkan melalui sabda-sabda Yesus tentang perceraian, sumpah, atau kenajisan, hukum-hukum itu sebagian dihapuskan.

Dengan demikian, Yesus melancarkan serangan langsung kepusat kekuasaan teokrasi, yaitu hukum Taurat. Dapat dimengerti bahwa kaum Farisi, pemimpin-pemimpin spiritual, dan mayoritas bangsa Yahudi, melihat suatu ancaman yang sangat berbahaya dalam kegiatan Yesus. 

Karena Pemerintahan Allah sudah mulai berlaku, maka kehendak baik yang benar dari Bapa Surgawi harus dilaksanakan dengan cara-cara yang dalam keadaan-keadaan tertentu berlawanan dengan isi Taurat Musa. (Halaman 497 - 500)

Vocabulary 

Kaum Saduki-Kelompok aristokrastik Yahudi yang berkuasa di Yerusalem hingga Bait Suci. Kaum Saduki yang bertanggung jawab sebagai imam ibadah di Bait Suci 

Aristokratik-bentuk pemerintahan yang dikuasai oleh kelompok kecil yang mendapat keistimewaan atau kelas yang berkuasa

Kekuasaan teokratik-system of government in which priests rule in the name of God or a god

Apokaliptis-prophesying the complete destruction of the world

Karismatik-exercising a compelling charm which inspires devotion in others 

Parabel unik tentang anak bungsu yang boros-"the prodigal son"-a character in a parable to illustrate how generous God is in forgiving sinners who repent

kafir - (Bahasa Arab): menolak atau tidak percaya

kaum Zelot-Zealot = a person who is fanatical and uncompromising in pursuit of their religious, political, or other ideals

Dalam rangka memasuki Minggu Pra Paskah 1, hari ini, artikel inimLIHATLAH SANG MANUSIA~YESUS DARI NAZARETH DAN KEKUASAAN-KEKUASAAN PADA ZAMANNYA (Cuplikan dari buku Lihatlah Sang Manusia! Oleh: Verne H. Fletcher) ditulis secara khusus oleh seorang sahabat baik saya, Ludwig Suparmo. Semoga menjadi berkat untuk merefleksikan perjalanan penderitaan Sang Yesus selama 40 hari kedepan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun