Tanggal 25 Agustus 2014 malam seninÂ
Bismilah, ada detup yang sulit terucap lelehan air mata entah sudah berapa banyaknya yang tak tertahan.
Seusia pernihakan kami maret 2012 disana perjuangan dimulai. Dimulai dari kencleng kaleng.
Berawal dari sebuah do'a bisa menjadikan setiap insan memiliki kekuatan, keyakinan, pengharapan, permohonan dan membuktikan lemahnya manusia yang tak punya daya upaya dalam menjalani hidup ini.
Karena do'a adalah senjatanya umat Islam meminta langsung dari hamba kepada zat yang Maha Kuasa melangitkan do'a itu disetiap sujud sampai Allah memantaskanku untuk dikabulkan permintaannya. Dari do'a itulah Aku memulai.
Bagaimana perjuanganku untuk mewujudkan do'a dari sang Kakek dari jalur Bapak, aku mendengarnya dari ucapan  sang Nenek bahwa Kakek yang wajahnya pun belum pernah Aku lihat bahkan selembar foto pun Nenek tak punya.
 Mendo'akan bahwa anak keturunannya dan menyakini do'a yang terucap dari lisan sang Kakek do'a yang telah puluhan tahun jauh sebelum Bapak menikah dengan Ibu. Saat itu Kakek meninggal ketika usia Bapak kisaran sebelas tahunan jauh sekali sebelum Aku lahir tahun 1989.
"Pokoknya kakek do'akan entah anakku, atau cucu-cucuku ada yang bisa melaksanakan ibadah Haji". Ucap Kakek kepada Nenekku.
Do'a itu terngiang kuat dalam ingatanku, bagaikan magnet memiliki daya tarik dan keyakinan bahwa do'a sang Kakak sakral dan akan menjadi kenyataan. Nenek sering sekali menyampaikan do'a itu kepada anaknya maupun cucu-cucunya termasuk kepadaku, dari sekian cucunya Nenek dengan penuh keyakinan bahwa do'a itu bisa Aku wujudkan.
Do'anya sudah ada tinggal ikhtiar apa yang bisa dilakukan agar bisa mencapai tujuan tersebut? Yang kulakukan dengan menuliskannya diproposal hidup pada tahun 2008, kutulis bahwa Aku bisa melaksanakan ibadah Haji/Umroh.Â
Selama masa hidupnya Nenek sering menyampaikan do'a itu sampai Aku beranjak dewasa Kuliah dan 2012 menikah. Aku menyampaikan do'a dari sang Kakek kepada suamiku bahkan Aku memintanya membaca semua isi proposal hidupku. Berharap Allah mengabulkan semua do'a-do'a yang kutuliskan lewat perantaranya.
Aku punya kebiasaan menuliskan semua mimpi dan cita-cita dalam bentuk proposal yang nanti akan diajukan kepada Allah SWT. Bukan tampa alasan kebiasaan menulis proposal hidup disetiap akhir tahun karena termotivasi dari sebuah buku yang berjudul " Tuhan inilah proposal hidupku".
Buku yang menyadarkanku seberapa penting membuat proposal hidup, acara yang satu hari atau paling lama satu pekan saja ada proposalnya, masa hidup kita yang lama tidak ada proposalnya? Dari sanalah motivasi dan langkah apa saja yang bisa dilakukan semua tertarget.
Menabung menjadi jalan ikhtiarku atas izin suami meminta menyisihkan uang gajinya untuk menabung walaupun saat itu rumah tangga Kami masih merintis, keuangan belum stabil masih tarik-tarikan kesana kemari karena kebutuhan hidup Kami. Rumah pun masih ngontrak yang ketika habis kontrak harus mencari lagi.
Bersamaan dengan statusku sebagai mahasiswi akhir yang memperlukan biaya tak sedikit namun tidak menyurutkanku menabung untuk biaya Haji/Umroh. Yang bisa Aku lakukan saat itu diusia pertama pernikahan Kami menabung hanya di kaleng bekas kue kering yang kusulap jadi celengan atau kencleng.Â
Kaleng tersebut sedikit kukreasikan dengan dilapisi kertas HVS putih dan tertulis 'kencleng Haji/Umroh', dari sana menjadi saksi bahwa do'a itu akan kuperjuangkan.
 Namun do'a saja belum cukup karena Allah memerintahkan untuk berusaha, sejauh apa ikhtiar yang bisa dilakukan. Tak semulus jalan tol tak semudah membalikkan telapak tangan ujian, rintangan, hambatan bahkan putus asa menjadi bumbu dalam perjuanganku.
Aku hanya seorang istri yang tak bekerja hanya bergantung rizkinya lewat perantara suami, maka yang bisa kulakukan hanya lewat jalur langit. Berdo'a.
 Berusaha taat menjalankan amalan yang disyariatkan memantaskan diri agar bisa mendapkan undanganNYA. Ada ranah yang perlu diikhtiari sesuai dengan kapasitasku sebagai seorang istri, ikhtiar itulah yang membuktikan keseriusan.
Selama proses ikhtiar menabung tersebut sedikit demi sedikit mulai terkumpul namun sering mengalami bentroknya dengan kebutuhan mendesak ini itu. Akhirnya uang itu terpakai sehingga harus memulai menabung lagi.Â
Mungkin Allah memang belum mengizinkan, putus asa manusiawi "apa Aku tidak akan pernah mengalami menjadi tamuNYA", apa Aku belum pantas mendapatkan undanganNYA?" . Pertanyaan-pertanyaan yang melunturkan keyakinan akan do'a yang selalu diminta. "Bisakah Aku Ya Allah".
Menata hati proses yang harus dijalani menerima ketentuanNya. Futur, semangat lagi, futur lagi semangat lagi seperti itulah Allah mengujiku. Tapi percaya dengan keyakinan bahwa Aku pasti bisa menjadi tamuNYA.
Bahkan dorongan mencari tahu ilmunya sudah dilakukan sebagai bentuk keseriusan betapa rindunya dan inginnya menjadi tamuNYA seperti membaca buku-buku yang ada kaitannya dengan ibadah Umroh/Haji. Buku yang menuliskan perjalanan Umroh seseorang maupun ilmu-ilmu fiqihnya bahkan mencari tau lewat kajian offline maupun online. Karena hanya itu yang bisa dilakukan untuk memantaskan diri, berharap ini menjadi wasilah bagiku Amiin.
Sampai tiadanya sang Nenek, meninggal. Do'a dan ikhtiar menabung tersebut belum terkabul juga namun do'a itu masih kuyakini akan menjadi kenyataan tentu atas izin Allah entah kapan waktunya.
 Sampai aku berada dititik pasrah berdo'a meminta dengan serendah-rendahnya memohon mencurahkan isi hati, setiap kali memohon tak pernah bisa menahan air mata ini. Banjir. Menangis. "Apa yang harus Aku lakukan ya Allah?"
"Ya Allah, bila Kau izinkan Aku dan suami bisa menjadi tamuMu tanpa tergantung kepada orang-orang yang meminjam uang kami, tunjukan jalan rezeki lain dari arah tak disangka-sangka. Walaupun lisan ini terkadang ingin mengucapkan meminta untuk segera dikembalikan atau paling tidak dia tahu bahwa uang yang dipinjemnya itu tabungan kami untuk biaya Umroh".Â
Tapi suami selalu melarangnya untuk tidak melakukan itu, beliau selalu bilang minta lagi sama Allah, berdo'a lagi jangan pernah tergantung kepada makhluk. Jika Allah menghendaki kita bisa berangkat tanpa dari uang yang mereka pinjam. Yakinlah. Dengan nada tegas penuh kepasrahan Kami ikhlas Ya Allah.
Ikhtiar tak menghianati hasil dengan keyakinan do'a, terus kulangitkan atas izinMu do'a puluhan tahun itu Allah ijabah, Ada detup hati yang sulit terungkap lelehan air mata entah sudah berapa banyak keluar tak tertahan.Â
Tepat tanggal 25 Agustus 2024 Aku memenuhi undangan dariNYA bersama suami tercinta menginjakan kaki di kiblatnya umat Islam Masjidil Haram, Makkah untuk melaksanakan ibadah Umroh.
Dengan menabung selama 12 tahun lebih 7 bulan 26 hari Allah pun mengundang kami. Alhamdulilah ya Allah. Mudah bagi Allah tuk menggenapkan menjadi 60 juta biaya kami berdua. Alhamdulilah ya Allah.
Bila kita yakin dengan do'a yang kita mohonkan kepadaNya. Yakinlah bahwa Allah akan mengabulkannya, berusahalah dengan maksimal, berdoa lagi, berusaha lagi terus sampai Allah bilang cukup. Tawakal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H