Mohon tunggu...
Yunk GAN
Yunk GAN Mohon Tunggu... -

"dalam kehidupan kita sehari-sehari, kita dpt melihat bahwa bukan kebahagiaan yang membuat kita berterima kasih. Namun rasa terima kasihlah yang membuat kita bahagia....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah: Seorang Pelacur yang Membunuh Tuhannya

26 Maret 2010   15:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:10 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tiba-tiba dia merasakan sentuhan di bahunya.
Saat membuka mata dia melihat lelaki yang dulu itu sudah berada di
depannya. Tapi kini ia tak membawa ikatan rumput, hanya sabit di
pinggangnya. "Bagaimana keadaanmu?" tanyanya, dengan senyum yang
masih sama seperti yang dulu.

Kini bekas pelacur itu membalas senyum itu dengan senyum pula. "Jauh
lebih baik. Aku merasa lebih bahagia dan tenang. sekali lagi, terima
kasih atas nasihat paman," sahutnya ramah.

"Oh ya? Ceritakanlah padaku. Berbagilah kebahagiaanmu denganku."
Lalu lelaki itu duduk di atas batu tepat di depannya. Persis seperti
pertemuan pertama dulu. Kali ini bekas pelacur itu tak ragu lagi
untuk menceritakan semuanya, ya, semuanya, dari sejak pertemuan
pertama sampai pertemuan yang sekarang.

Dan lelaki itu tertawa kecil, mengangguk-anggukan kepalanya. "Hmm,
kau telah menemukan ganti atas Tuhanmu yang kau bunuh dulu. Kau
telah menemukan Tuhan baru."

Bekas pelacur heran mendengar ucapannya. Mendapatkan ganti Tuhan
yang baru? Memangnya ada berapa banyak Tuhan itu? "Apa maksudmu?"
"Apakah kau tahu bahwa Tuhan itu tunduk kepada pikiran orang?"

Perempuan itu menggeleng, dan bertambah heran. Lelaki itu bangkit
berdiri, menatap hamparan langit, lalu berkata: "Dulu kau menundukkan Tuhan dengan pikiranmu. Kau jadikan dia Tuhan yang Adil dan Keras. Tuhan yang tak memberimu pilihan. Maka Tuhanpun menuruti keinginanmu. Jadi bukan Tuhan sumber masalahmu, tapi kau sendiri."

Seketika itu juga pikirannya kembali kosong, tapi kini tak kalut lagi. Ia lalu lagi-lagi ingat dulu waktu kecil saat mengaji kitab-kitab agama, ustadnya membacakan hadits qudsi, yang artinya kurang lebih menyatakan bahwa Tuhan itu adalah sesuai dengan anggapan dan pikiran orang, karena itu orang mesti berbaik sangka kepada-Nya.

Kini kepalanya kembali melayang, tapi ia tak bingung lagi, juga tak jengkel lagi. Tiba-tiba dadanya bertambah lapang. Ia merasa bahagia karena telah mendapatkan Tuhan yang sama sekali lain dengan yang dulu. Tuhan yang membebaskan, memberi banyak pilihan, ampunan.

Dia tiba-tiba merasa Tuhannya yang sekarang jauh lebih ramah dan
pengasih. Dia memberinya kebebasan dari pelacuran. Dia tiba-tiba
sadar musibah yang berwujud rasa tertekan yang dulu menimpa dirinya
bukan hanya sekedar musibah. Dia ingat musibah di lereng merapi.
Dia ingat lelaki korup tapi makmur yang menidurinya. Dia ingat
penduduk desa yang bekerja keras dan halal tapi tak juga makmur.

Kini ia memandang itu semua secara berbeda.
Takdir tak mempermainkan! Ya, takdir tak mempermainkan manusia.
Manusialah yang bermain-main dengan takdirnya sendiri.

Sungguh sulit dijelaskan, tapi pengalamannya mengatakan begitu. Bekas pelacur itu tersenyum. Lelaki itu juga tersenyum, dan setelah mengucap salam dia pergi, mencari rumput dengan sabitnya yang terselip di pinggang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun