Mohon tunggu...
Yuni Akbar
Yuni Akbar Mohon Tunggu... Guru - English Lecturer

Yuni Akbar adalah pemerhati dialektika bahasa dalam ranah logika sosial, psikologi dan pendidikan. Penggiat Gerakan Literasi. Dan sebagainya.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Sofi dan Fifa

28 Desember 2022   22:19 Diperbarui: 28 Desember 2022   22:22 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya selalu kagum dengan anak-anak muda yang terus bergerak dengan segala kemampuan yang dia miliki. Anak muda yang bisa bercerita dengan jujur tanpa prank atau setingan. Anak-anak muda yang meski dalam kegalauan tapi tetap berbuat sesuatu.

Perkenalan saya dengan Sofi terjadi dalam perjalanan dari Jakarta menuju Semarang di dalam travel yang berhenti lama di daerah Jati Waringin. Satu jam berlalu, kami para penumpang yang menunggu mulai gelisah. Mulailah kami protes pada sopir yang dijawab dengan santai, katanya masih kurang satu penumpang lagi sedang perjalanan dari Depok.  Apa daya? Pasrahlah.

Satu anak muda keluar sambil mengomel kalau dia sudah pingin sampai rumah di Boyolali. Sudah capek pingin segera istirahat, katanya. Saya tanya, "Dari mana, Mbak?" 

"Saya itu dari kemarin perjalanan belum istirahat sama sekali. Terbang dari Qatar transit di Jedah terus ke Jakarta. Saya pikir dari Cengkareng tadi langsung perjalanan ke Jawa, ternyata ngetemnya lama banget." gerutunya. 

  • "Lha, di Qatar ngapain?" tanya saya lagi.

"Jadi volunteer Fifa."

"Oh, luar biasa!" jawab saya kagum. Melihat perawakannya yang kecil, dia berani melakukan perjalanan sejauh 9500 km lebih sendirian.

"Bisa foto-foto sama Messi, dong." kata saya.

"Oh, tidak boleh. Kita dilarang foto-foto sama pemain."

"Kenapa?" tanya saya. Sayang banget dekat dengan orang-orang hebat tapi tidak punya kenangan.

"Ya, peraturannya begitu. Saya juga tidak tahu."

"Oh, ya. Ngomong-ngomong, tahu jadi volunteer dari mana?"

"Dari internet. Ya, aku  buka-buka lowongan gitu. Terus kok ada lowongan volunteer. Aku daftar aja. Keterima. Ya udah, ikut. Kan kita punya HP kalo nggak dimanfaatin buat produktif gitu kan sayang. Makanya aku cari-cari info ya pakai HP ini."

"Cerdas." pujiku. "Oh, ya, kalau jadi volunteer di Qatar mesti bisa bahasa Arab, ndak?"
"Nggak, sih. Minimal Bahasa Inggris, pokoknya ngerti apa kata orang terus bisa jawab, gitu aja."

"Memang kerjanya volunteer apa saja, sih?"

"Ya... kalo ada yang nanya tempat duduk, ruang VIP, toilet, kantin, jadwal pertandingan, yang kayak-kayak gitu, kita mesti bisa jawab."

"Oh. Terus sehari-hari tinggal dimana?"
"Semacam mess gitu, bareng-bareng sama volunteer yang lain."

"Berapa lama jadi volunteer?"
"Dari sebelum acara kita sudah disana sampai selesai."

"Oh, ya namanya siapa?"
"Aku?" 

"Iya."
"Sofi."
"Sofi masih kuliah?"

"Aku barusan lulus Sarjana Pendidikan Islam. Kemarin pas wisuda aku masih di Qatar, jadinya ya.. tidak ikut."

"Tidak apa-apa, sih." aku menanggapi. "Oh, ya, orangtua gimana pas Sofi berangkat ke Qatar?"

"Bapak ngijinin, kok."
"Tidak khawatir?"

"Nggak tahu. Yang penting sudah diijinin, ya berangat. Habis ini aku juga ikut volunteer lagi U-20 world cup 2023. Kebetulan aku dapat di Solo."

"Info itu juga dapat dari google?"

"Aku sudah punya grup wa volunteer yang kemarin. Jadinya saling kasih info gitu."

Pembicaraan kami terhenti dengan datangnya penumpang terakhir setelah penantian satu setengah jam. Kamipun bergegas masuk mobil, perjalanan ke Semarang pun dimulai. Jarum jam menunjukkan angka 21.40. Baru beberapa menit berjalan dengkur penumpang bersahut-sahutan.

Saya yakin, banyak anak-anak muda seperti Sofi yang  bergerak membentuk jati diri. Mencari sebanyak mungkin pengalaman dengan menjelajah berbagai tempat, membuka jaringan pertemanan. Tidak terdeteksi media. Tidak menjadi viral. Terus bergerak berkontribusi setidaknya bagi diri sendiri. Pertanyaannya, seperti apakah pendidikan orangtua yang bisa melahirkan anak-anak muda mandiri, berani dan bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri?

Sofi bukan produk pendidikan P5, tapi dia sudah jadi P5.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun