"Dikenalkan Dita, teman SMA-ku. Waktu SMA Dita ikut pertukaran pelajar ke Jepang dan  satu kelas dengan Camia. Sekarang Dita kuliah di Jakarta . Camia sudah bertemu Dita di Jakarta tapi ingin  jalan-jalan ke Yogya juga. Katanya kakaknya baru saja  diterima bekerja di sini," dengan sangat runtut Panji menceritakannya.  Memberikan banyak informasi melebihi harapan Larasati.
Karena Panji tidak mengharapkan bantuannya, Larasati bebas menikmati waktu istirahatnya sepulang kerja. Sudah menjadi kebiasaannya untuk berbaring sebentar sebelum mandi.  Setelah badan bersih dan berganti pakaian rumahan yang nyaman,  segelas teh panas dan kue-kue tradisional akan menemaninya hingga malam tiba. Sangat jarang dia makan malam yang berat. Lebih suka hanya makan buah--buahan kecuali ada teman yang mengajaknya makan di luar rumah. Tapi malam ini pasti akan lain  jadinya karena Panji  mengundang teman-temannya makan malam.
"Berarti Camia nanti ke sini bareng Kakaknya juga?" Larasati ingin memastikan berapa banyak tamu yang akan datang nanti dan melihat apakah jumlah makanan yang dibuat Panji mencukupi.
" Iya, kelihatannya  Mbak.  Emily, Kakak Camia , bekerja sampai jam lima. Kalau nanti makan malam jam tujuh, dia bisa ikut ke sini."
"Nama mereka tidak seperti nama orang Jepang," gumam Larasati.
"Iya, karena orangtuanya campuran. Emily, malah lebih cantik Mbak karena matanya tidak terlalu sipit seperti Camia. Dia tinggi juga dan rambutnya coklat asli. Kalau Camia rambutnya dicat coklat."
Larasati semakin penasaran ingin segera bertemu mereka. Dua anak perempuan hasil pernikahan campuran antara perempuan Jepang dan laki-laki Eropa. Ingatan Larasati segera kembali pada Daniel. Dia menyebutkan nama kedua anak perempuan itu ketika  mengisahkan kehidupan rumah tangganya dengan perempuan Jepang dalam perjalanan pulang dari Borobudur ke Yogya. Nama-nama Eropa bukan nama Jepang namun saat ini Larasati tak ingat lagi.Â
Tentu saja anak-anak itu tak akan secara terbuka menceritakan kedua orangtuanya kalau nanti dia mencoba menanyakannya. Lagipula  tidak etis menanyakan latar belakang keluarga pada pertemuan pertama. Dirinya pun enggan berbagi rasa dengan Panji tentang kemungkinan bahwa kedua gadis Jepang itu bisa saja anak-anak Daniel. Barangkali Panji sudah melupakan pembicaraannya dengan Daniel tentang kedua anak perempuannya tiga tahun lalu.
Komunikasi yang terjalin dengan Daniel masih seperti dulu. Tidak intensif dan respon yang didapat hanyalah kalimat-kalimat pendek sekalipun dia mencoba mendahului dengan menulis pesan yang lebih panjang menceritakan beberapa hal menarik  dari kehidupannya sehari-hari. Daniel terbiasa menulis hanya tiga atau lima kalimat untuk menyatakan betapa sibuknya dia dengan pekerjaannya di atas kapal.Â
Kalaupun pekerjaannya itu telah selesai dan dia mendapatkan satu bulan liburan, dia akan menulis dengan terburu-buru untuk menjelaskan rencana liburannya lalu menghilang tanpa kabar hingga beberapa bulan. Setelah lama tak ada kontak di antara mereka, biasanya dia hanya akan berbasa-basi menanyakan kabar Larasati.Â
Sementara itu, kartu pos berisi puisi yang pernah dikirimkannya dulu tak pernah mendapat tanggapan. Entah dibaca, dimengerti lalu diabaikan begitu saja atau tak pernah dibaca sama sekali, Larasati tak pernah  tahu. Dia merasa sangat malu sekarang karena telah mengirim puisi pengungkapan cinta  beberapa hari sebelum Daniel secara resmi mengganti statusnya menjadi in relationship.