"Ya, sudahlah kalau begitu. Suruh Audrey ikuti sesi konselingnya. Buktinya dia baik-baik saja kan? Kejadiannya kan sudah lama juga. Dia nggak hamil kan?"
     "Itu yang kutakutkan Dan," bisiknya.
     "Mau bagaimana lagi? Kalau hamil ya sudah," Danu menyerah,  "Semoga saja tidak. Berdoa saja San. Ke depannya hati-hati menjaga anak gadis!"
     Sesi konseling yang berikutnya tidak semuanya diikuti Audrey. Setiap kali pulang dari sana, dia membawa beberapa brosur dan majalah internal terbitan lembaga yang banyak mengulas KDRT dan hak-hak perempuan. Nampak beberapa perubahan menggembirakan. Wajah Audrey kembali berseri seolah tak pernah terjadi apa-apa. Santi berharap konseling itu benar-benar membantu Audrey.
     "Sebentar lagi dia lulus SMP, aku bingung ini Dan. Sebaiknya dia meneruskan SMA di mana? Aku ingin memisahkannya dengan Rama."
     "Memang sebaiknya begitu. Biar dia punya lingkungan baru. Melupakan Rama yang meninggalkan trauma mendalam di kehidupannya."
     "Kalau aku mengirim ke Makasar bagaimana?" tanya Santi meski meragukan keputusannya.
     "Kamu yakin mau menyerahkan Audrey ke Papanya?" Danu pun tak yakin dengan keputusan Santi.
     "Mau bagaimana lagi Dan? Aku tidak bisa menjaganya. Semakin tambah usia semakin banyak tantangannya. Aku tak bisa mendidiknya dengan baik. Papanya mungkin benar keras tapi kukira itu baik untuk Audrey."
     "Pikirkanlah dulu baik-baik. Jangan sampai menyesal nanti. Kalau terlalu dikekang seorang anak juga akan semakin memberontak," Danu mengingatkan lagi pada teori-teori pengasuhan anak.
     Santi tak ingin salah menentukan sikap. Dia juga bukan tipe orang tua otoriter yang memaksakan kehendak pada anaknya. Merasa perlu untuk membicarakan ini dengan Audrey. Namun sudah bisa dipastikan Audrey akan menolak kehendaknya.