Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kureguk Tetes Kasih-Mu

13 Mei 2020   12:00 Diperbarui: 13 Mei 2020   14:19 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar surealis wanita berdoa (pixabay.com)

Sesekali  dia mengeluh kalau masalah yang kuajukan terlalu berat untuk anak seusianya. Pelan-pelan aku mencoba untuk bisa menyelesaikan sendiri semua masalahku tanpa bantuan orang lain.

Anakku berhak mendapatkan masa kecilnya dan belum waktunya diajak berpikir berat.  Aku tidak melibatkannya lagi dalam masalah-masalah yang kuhadapi. Aku mulai terbuka pada teman untuk bisa memberikan saran atau pertimbangan jika kubutuhkan.

Di dalam hatiku tersimpan sebuah keinginan yang belum juga bisa terpenuhi. Aku ingin merasakan diberi uang oleh lelaki yang bukan Ayah atau saudaraku. Jika itu terjadi aku bisa menebus kembali masa-masa sebagai istri yang seharusnya dinafkahi suami. Aku juga ingin mendapatkan perhatian dan dilayani oleh laki-laki seperti yang kuharapkan bisa dipenuhi oleh suamiku dulu. Harapan dan keinginan itu terus terbawa  dalam hidupku. Aku yakin suatu saat  akan dipenuhiNya.

Allah mempunyai caranya sendiri untuk memenuhi harapan dan keinginanku. Sebuah cara yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Ketika aku jatuh sakit  dan dirawat lama di rumah sakit  kemudian  harus menjalani masa penyembuhan yang juga sangat lama, aku baru menyadari bahwa Allah memenuhi harapan dan keinginanku.

Laki-laki begitu dekat dengan kehidupanku saat aku lemah tak berdaya. Adik-adik sepupuku yang semuanya laki-laki bergantian menjaga dan merawatku. Menyuapiku, membantuku mandi ,  mengangkatku agar bisa berdiri dan berjalan menggunakan walker.

 Mereka selalu memastikan bahwa aku cukup minum air putih dan makan makanan yang menyehatkan.  Bahkan salah seorang sepupuku sering memijat tubuhku untuk melancarkan peredaran darah dan membuatku bisa tidur lelap.  Dia juga tak henti menyemangatiku agar bisa menerima hidup apa adanya dan ikhlas menerima ketentuan Allah.

Selain adik-adik sepupuku, beberapa teman-teman kerjaku yang laki-laki sering menolongku mengantarkan kontrol ke dokter. Mereka tidak hanya antar jemput aku dengan mobil  tetapi juga harus membopong aku naik turun mobil karena aku tidak bisa berjalan.

Sakit yang lama memaksaku harus cuti dari pekerjaan. Bisa dibayangkan bagaimana kesulitan yang kuhadapi ketika aku tidak bekerja sementara harus menanggung biaya perawatan di Rumah Sakit dan menebus obat-obatan yang harganya selangit. Memang aku mempunyai asuransi kesehatan tetapi banyak sekali obat-obatan yang tidak  ditanggung asuransi. Lagipula kita pun tahu kalau asuransi kesehatan tidak mungkin menaggung penuh biaya perawatan kita. Aku harus mencari pinjaman kepada saudara-saudaraku. Lagi-lagi sepupuku laki-laki yang meminjami aku uang.

Biaya hidupku  berdua dengan anakku dan biaya pengobatan tidak sedikit jumlahnya padahal gaji yang kuterima dalam keadaan cuti tidak banyak. Hanya gaji pokok. Sisa tabungan pun sudah terkuras habis selama aku dirawat di Rumah Sakit. Aku tidak bisa lagi berpikir. Hanya pasrah kepada Allah. Kata-kata yang pernah diucapkan Rudy Choiruddin  sebelum demo masak di hotel beberapa waktu yang lalu terngiang kembali di telingaku.  "Selama Allah masih memberi hidup, Dia akan memberi kita  rejeki."

Benar juga, rejeki itu diberikan Allah kepadaku lewat teman-temanku yang  kebanyakan laki-laki. Seorang teman SMA selama aku belum bekerja setiap bulan mentransfer uang ke rekeningku. Dia juga membantuku membayar biaya Rumah Sakit karena aku beberapa kali bolak-balik opname. Teman-teman kuliahku dulu, dan lagi-lagi kebanyakan laki-laki, juga melakukan hal yang sama. Bahkan para lelaki yang pernah mencoba mendekatiku tetapi tidak kutanggapi juga  kembali menolongku. Memberi perhatian dan juga membantu secara finansial.  Kutahu itu dilakukan tanpa pamrih lagi karena kami telah menjadi seperti saudara sejak aku sakit.

Aku malu pada Allah atas prasangkaku selama ini. Dia melimpahiku dengan kasih sayang tak terbatas yang kureguk sepuasku . Para lelaki itu barangkali menjadi utusanNya untuk menunjukkan kepadaku bahwa Dia Maha Pengasih dan Penyayang kepada semua hambaNya. Walaupun aku masih saja hidup sendiri tanpa suami , aku bisa merasakan bagaimana mendapatkan perhatian dari laki-laki. Lebih dari itu aku diberi kesempatan merasakan menerima uang dari laki-laki  seperti perempuan-perempuan yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun