Perutku terasa seperti diiris-iris dengan pisau yang sangat tajam. Minum pereda nyeri tidak mengurangi sakitnya. Anak perempuanku belum pernah berurusan dengan prosedur  pemeriksaan di Rumah Sakit. Dia menyuruhku bertahan beberapa saat lagi smapai dia bisa menghubungi Oomnya yang tinggal bersamaku.
Selepas Maghrib adik sepupuku itu baru bisa tiba di rumah. Tadinya dia berniat menelpon taksi tapi diurungkan karena terlalu lama. Akhirnya aku diboncengkan nai sepeda motor yang dikendarai pelan-pelan sampai tiba di RS yang kami rasa mempunyai pelayanan terbaik di kota kami. Benar juga, aku langsung dibawa ke ruang IGD.Â
Para perawat segera bertindak menangani aku sementara adik sepupuku mengurusi administrasinya. Malam itu juga aku harus menginap di Rumah Sakit karena HB-ku rendah. Â
Petugas menyuruh sepupuku untuk mengurus darah di PMI karena menurut dokter aku perlu ditransfusi sebelum menjalani operasi.  Kukira sepupuku baru tiba di Rumah Sakit dini hati dan tidur kelelahan di  tempat tidur pasien yang kebetulan belum terisi.Â
Ketika perawat datang untuk mengantarkan pasien baru, dia dibangunkan dan diminta tidak tidur di tempat tidur pasien. Kasihan sekali dia masih mengantuk ketika terpaksa tidur di lantai karena kamarku  kelas dua dan ditempati dua pasien.
Ternyata aku tidak bisa ditransfusi karena ada kelainan darah sehingga operasi pun dibatalkan. Â Dokter hematologi akan mengirim sample darahku untuk diuji di PMI Jakarta untuk menentukan tipe kelainan yang kuderita.Â
Seminggu kemudian baru kudapat hasilnya. Dokter kandungan menyarankan aku untuk berkonsultasi dengan dokter hematologi sampai benar-benar bisa melakukan operasi. Baru sekali bertemu dokter dan mendapatkan obat serta penjelasan tentang kelainan yang kuderita , aku malah menjadi pincang.Â
Tadinya kukira asam urat sehingga kuobati dengan obat asam urat yang bisa dibeli bebas. Keadaanku semakin buruk karena jari-jari kaki kananku terasa nyeri dan sulit digerakkan. Datang ke tukang pijat hanya berhasil memperbaiki keadaan semalam.Â
Aku kembali ke dokter meskipun obatku belum habis. Dokter mengatakan gejala yang terjadi padaku adalah komplikasi dari kelainan darah yang kuderita. Aku diberi obat untuk melancarkan aliran darah dan disarankan untuk sering-sering mengompres kakiku dengan air hangat.Â
Jika dalam seminggu tidak ada perubahan maka aku harus segera rawat inap di Rumah Sakit. Dokter menduga terjadi penyumbatan di pembuluh arteri di kaki kananku.
Sebelum sampai seminggu kondisiku semakin parah. Aku tidak bisa lagi berjalan karena kaki bengkak dan sangat nyeri. Aku berpindah tempat dengan mengesot. Adik sepupuku membantuku ke kamar mandi dengan membopongku dan mendudukkan di atas kursi supaya bisa mandi. Teman kerjaku yang datang menengok memutuskan untuk segera membawaku ke Rumah Sakit.Â