"Bapak Ibu sehat. Orang desa banyak kerja di sawah jadi nggak pernah sakit  cuma nggak punya duit," Ratri tertawa kecil  lalu melanjutkan kalimatnya, " Adikku yang bungsu mau kuliah tahun ini. Juli nanti. Zahra , adikku yang nomor dua akan dilamar Desember nanti. Dapat orang Batak, Mbak."
      "Baguslah. Jangan cuma mau sama orang  Jawa , " Sinta berkomentar sambil tetap menatap layar monitor komputer. Dia merasa perlu membalikkan badan untuk memperhatikan reaksi Ratri ketika mengajukan pertanyaan lain. "Gimana kamu Tri? Sudah dapat bule belum. Waktu di Pittsburgh kelihatannya kamu  dekat dengan Mark. Bagaimana kelanjutannya?"
      "Kita cuma berteman kok Mbak. Teman Mark yang sebenarnya suka sama aku tapi aku masih belum menanggapi."
      "Nah, rugi sendiri kan? Sekarang di mana dia?"
      "Nggak tahu, Mbak. Nggak pernah kontak lagi. Dia dan Mark sama-sama kuliah di Carnegie Mellon University.  Lagipula  apa untungnya dapat mahasiswa. Nggak ada duitnya , Mbak."
      "Siapa tahu kalau kamu kerja di restoran Cina itu nanti ketemu jodoh. Mau bule apa Asia?"
     "Aku lebih suka Asia, Mbak.  Tapi kalau dapat bule juga nggak apa-apa."
     Jam dinding di ruang itu berdentang  tujuh kali. Ratri beranjak dari tempat duduknya menuju rak sepatu di dekat pintu. Setelah bersepatu dan menyandang tas tangan dia  segera berangkat kerja.  Perjalanan yang harus ditempuh tidak lebih  dari lima menit tetapi dia ingin datang lebih awal supaya tidak mendapat omelan dari  kasir yang sepertinya merasa sebagai pemilik Dan's Shell. Suka mengawasi semua pelayan dan mengontrol hampir semuanya.
     Sinta masih bisa menghabiskan setengah jam lagi di depan komputer.  Rumah  Bu Nancy yang memintanya menjadi nanny hanya  dua puluh menit naik bis dari halte terdekat. Lima menit jalan kaki dari apartemen ke halte itu. Bu Nancy akan menghadiri seminar di  Yale University  yang terletak di New Haven . Karena mengambil session ke dua maka seminar akan mulai jam sepuluh tetapi kalau tidak salah perjalanan ke sana bisa makan waktu sampai empat puluh lima menit. Sebelum jam sembilan Sinta diharapkan sudah tiba di rumahnya. Pesan Bu Nancy membuatnya segera mematikan komputer setelah  berpesan pada Dina agar selalu minta ijin ke Ayah atau Bude kalau mau main dengan teman-temannya supaya mereka tidak khawatir.
     Menjadi nanny  bukan pengalaman pertama buat Sinta. Semasa di Ohio dia lebih sering menjadi nanny dan  tukang cuci piring di restoran. Kadang-kadang mendapat tawaran pekerjaan di bagian cleaning service perkantoran atau mall. Karena semua orang bekerja, termasuk mahasiswa dan pelajar , Sinta tidak pernah merasa malu atau rendah karena pekerjaannya. Digaji per jam membuatnya lebih mudah menentukan pilihan ketika dihadapkan pada berbagai tawaran low skill job.
     Anak yang akan dijaganya selama lima jam nanti adalah Camia. Dia baru  tiga tahun tetapi sangat pintar.  Sebulan yang lalu untuk pertama kalinya Sinta bertemu dengannya. Menjaganya dari sore hingga tengah malam. Bu Nancy dan Pak David menghadiri  pesta pernikahan anak teman mereka di salah satu hotel di New Hartford. Selama ditinggalkan bersamanya,  Camia bermain piano dan menonton film-film kartun dari VCD koleksinya. Dia mengajak Sinta membuat pop corn yang dimakannya sambil menonton film kartun. Ketika sudah kelelahan dan mengantuk, dia minta ditemani tidur sambil dinyanyikan beberapa lagu. Bahkan dia meminta Sinta menyanyi lagu anak-anak di Indonesia. Keluarga mereka pernah tinggal di Jakarta selama dua tahun  tetapi Camia terlalu kecil untuk bisa mengingat banyak hal. Dia hanya ingat lagu Topi Saya Bundar dan ingin Sinta menyanyikannya.