Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengurai Rasa ( 1)

11 Mei 2020   08:27 Diperbarui: 11 Mei 2020   08:30 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                                  Sumber : metrowestdailynews.com

            Sinta membuka jendela apartemen yang baru dihuni  selama musim semi ini. Semilir angin dingin menerpa wajahnya. Sweet smell of spring menyebar  bersamanya. Aroma pollen, serbuk sari bunga-bunga, adalah bau  khas   musim semi yang selalu dirindukannya.  Dihirupnya sesaat sebelum matanya menangkap  pemandangan  di seberang jalan. Pohon blossom chery berjajar rapi di kanan kiri jalan mengakhiri hamparan rumput  yang terbentang dari sisi luar pagar apartemen. Daunnya datar  sebesar telapak tangan berwarna hijau.  Bergoyang pelan seirama tiupan angin. Blossom Chery berdaun pink  menjadi sesuatu yang sangat  istimewa karena hanya ada di Wolcott Park dan sebagian kecil wilayah Connecticut. Orang-orang datang ke sana hanya untuk melihatnya.

         "Minggu ini aku dapat shift pagi," suara Ratri terdengar dari ambang pintu kamarnya. Sinta mengenalnya hampir setahun sejak mereka masih tinggal di Pittsburgh tetapi baru setelah pindah ke Hartford  mereka tinggal satu apartemen.

          Sinta dan Ratri bekerja di  Dan's Shell. Itu semacam jaringan mini market di sekitar area pompa bensin. Di sana Ratri  menjadi pelayan toko yang sering juga disebut convenience store oleh penduduk lokal.  Dia  melayani pembeli yang memerlukan snack , minuman  atau rokok.  Biasanya mereka ke sana setelah mengisi bensin. Sementara itu Sinta  bertugas di pompa bensin. Dia tak akan mau melakukan pekerjaan seperti itu  di  Indonesia apalagi di Yogya, tempat keluarganya tinggal sekarang. Tetapi di sini tidak ada pilihan lain.

         Sama seperti dirinya, Ratri yang berasal dari  sebuah kota kecil di Jawa Timur datang ke Amerika dengan tujuan berburu dollar  untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Bedanya Ratri  belum menikah meski usianya tiga lima sedangkan Sinta sudah berkeluarga.  Sinta tiba di New York City setahun yang lalu dengan visa turis yang hanya berlaku selama enam bulan  atau paling lama setahun. Padahal  sejak awal dia  berniat mendapatkan  pekerjaan di Amerika yang akan memberinya banyak uang. Menurut perhitungannya setelah enam bulan dia bisa membawa Suami dan anaknya untuk tinggal di negeri impiannya. Harapan itu kelihatannya makin jauh dari jangkauannya. Sebagai pekerja illegal dia  berpindah-pindah tempat memburu bayaran yang  sepadan untuk low skill job.  Dari New York,  Ohio , Pittsburgh  lantas ke Hartford setelah mendapat telpon dari kenalannya sesama pekerja illegal dari Indonesia. Tetapi low skill job hanya akan mendapatkan low payment. Baik Sinta maupun Ratri harus rela

dibayar rendah meskipun masih terbilang tinggi dibandingkan bayaran rata-rata pekerja di Indonesia. Setiap bulan  mereka bisa mengirim uang  secara rutin kepada keluarganya. Setidaknya  Sinta bisa meringankan beban Eko dalam membesarkan Dina. Suaminya itu hanya bergantung pada jasa servis elektronik yang dibuka setiap hari di sekitar Pasar Demangan Yogya. Penghasilannya tidak menentu padahal kebutuhan sehari-hari tak  bisa menunggu.  Seiring pertambahan usia  kebutuhan Dina juga meningkat. Apalagi sekarang sudah kelas enam yang artinya membutuhkan lebih banyak biaya untuk ikut  les-les sebagai persiapan menghadapi ujian akhir sekolah.

            "Aku nanti shift siang," kata Sinta kemudian sambil merapikan meja di ruang tengah. Gelas dan mangkok yang tertinggal di sana dibawanya ke bak cuci. Ratri akan mencucinya nanti sebelum mandi. "Tapi jam sembilan ini aku jadi nanny . Lumayan buat nambah-nambah."

            "Berapa jam ?" Ratri mulai menghampiri bak cuci ketika bertanya.

            "Empat," jawab Sinta yang kini mulai menyedot debu dari karpet ruang tengah dengan vacuum cleaner tangan. Agak bising tapi masih kalah dengan suara musik dari kamar Ratri. " Kecilkan suara tape-nya Tri !  Ingat ini di Amerika. Kalau ada yang complaint  lalu menelpon polisi kita bisa mendapat masalah." Ratri menurut meskipun setengah bersungut-sungut.  Teriakan lagu Jamrud terdengar samar-samar di antara suara vacuum cleaner.

           "Mbak, aku ditawari kerja di restoran. Bayarannya lebih besar. Mungkin bulan depan aku mulai kerja di sana."

           "Bagus itu. Masih ada lowongan lagi?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun