Mohon tunggu...
Dr Yundri Akhyar
Dr Yundri Akhyar Mohon Tunggu... Dosen - menulis, menulis dan menulis

menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyelesaian Masalah Kehidupan

26 Desember 2021   18:18 Diperbarui: 26 Desember 2021   19:02 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Banyak orang bertanya, saya sudah berzikir, sudah mengamalkan yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, tetapi jiwa saya masih gelisah, tidak tenang, ada rasa gundah gulana, masih merasa gamang dalam menjalani hidup, kira-kira apalagi penyebabnya? Jawabnya tentang hal ini telah diuraikan oleh Imam al-Ghjazali dalam kitabnya Ihya 'Ulumuddin, ia menjelaskan tentang keajaiban hati (aja'ib al-qalb). Beliau mengilustrasikan, jika seseorang sedang berjalan, lalu ada anjing yang hendak mengganggu dan ia menghardiknya, maka anjing itu akan segera pergi. Namun, bila di sekitar orang itu banyak tulang dan daging yang menjadi makanannya, maka anjing tersebut tidak akan pergi meskipun dihardik atau dibentak dengan keras. Kalaupun ia pergi, paling hanya sebentar, kemudian mengintai lagi, menunggu orang itu lengah lalu segera kembali.

Dengan ilustrasi tersebut, Imam al-Ghazali ingin menjelaskan bahwa zikir itu ibarat sebuah hardikan terhadap setan. Zikir baru akan efektif, kalau hati kita bersih dari makanan setan. Kalau hati sudah bersih, maka zikir akan mampu menghardik setan. Sebaliknya, bila hati dipenuhi dengan makanan setan, maka zikir sebanyak apa pun tidak akan sanggup mengusir setan. Bahkan, setan akan ikut berzikir pula dalam hati kita. Oleh sebab itu, tidak ada pilihan lain, bila ingin zikir efektif dan mempunyai kekuatan, maka kita harus membersihkan hati dari segala macam makanan setan. Al-Ghazali menambahkan, makanan setan menjadi peluang dan pintu masuk (madkhal) setan. Pintu masuknya adalah segala bentuk penyakit hati. Dan di antara akses masuknya setan yang merupakan penyakit hati yang kerap menyerang manusia adalah ambisi (al-hirts). 

Al-hirts adalah ambisi atau keinginan yang sangat rakus, dan selalu ingin lebih. Akibatnya, ia menjadi tuli dan buta mata hatinya. Dan ia pun rela melakukan apa saja demi mencapai ambisi dan kerakusannya. Rasulullah SAW mengingatkan, sebagaimana hadis Beliau terdapat dalam kitab al-Maqashid al-Hasanah karya al-Sakhawi:

حبٌك الشيئ يعمي و يصم

“Cintamu pada sesuatu akan membuatmu buta dan tuli”. (HR. Abu Dawud & Ahmad)

Menukil penjelasan al-‘Askhary, menurut al-Sakhawi dalam hadis ini Nabi ingin memberikan penjelasan bahwa cinta terkadang bisa membutakan seseorang dari jalan yang penuh dengan petunjuk Allah, serta dapat menulikannya untuk mendengar perkataan yang benar. Menurut al-Sakhawi, seseorang yang mengalami cinta yang hebat dalam hatinya terhadap orang yang ia kasihi namun tidak dikendalikan oleh akal dan agamanya, maka cinta itu akan membuat ia tuli dan buta. Sebagaimana sebuah syair Imam Syafi’i mengatakan:

عين الرضى عن كل عيب كليلة كما أن عين السخط تبدي المساويا

Pandangan simpati menutupi segala cela, sebagaimaan pandangan benci menampakkan segala cacat.

Jadi, jika seseorang telah mencintai sesuatu, kecintaannya itu akan menyebabkan ia menjadi buta dan tuli. Inilah yang menyebabkan zikirnya tak mampu menenangkan hatinya. Namun perlu diingat, bahwa tidak semua cinta selalu bermakna negatif, sebab kecintaan yang membuat buta dan tuli juga terjadi pada para sufi terhadap Allah SWT. Karena itu, jika sedang bermunajat kepada Allah, para sufi seakan tenggelam hingga tidak merasakan sekitar. Mereka menjadi buta dan tuli pada selain Allah. Ini lah cinta yang positif yang membuat hati tenang dan tentram.

D. Komitmen Meninggalkan Kemaksiatan

        Kebahagiaan tidak bisa diukur dengan kekayaan dan kemiskinan. Banyak orang mengatakan bahwa jalan untuk penyelesaian masalah dan mendapatkan bahagia itu dengan jalan memberantas kemiskinan, kata mereka jika masih miskin tidak mungkin bahagia, jadi kalau mau bahagia mesti kaya dulu. Cara berpikir seperti adalah pikiran yang keliru karena kebahagian itu tidak bergantung pada kekayaan, betapa banyak orang kaya tetapi hidupnya tidak tenang. Sebaliknya banyak pula orang miskin yang bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun