Dengan berzikir kepada Allah SWT segala kegalauan dan kegundahan dalam hati mereka akan hilang dan berganti dengan kegembiraan dan kesenangan. Bahkan, tidak ada sesuatupun yang lebih besar mendatangkan ketentraman dan kebahagiaan bagi hati manusia melebihi berzikir kepada Allah.
Kata ulama, maksud zikir dalam ayat surat ar-Ra`du 28 di atas adalah taat kepada Allah, dengan taat kepada-Nya, jiwa akan tentram dan tenang. Ulama lain mengatakan sesungguhnya esensi zikir ada pada kesadaran penuh akan pengawasan Allah dalam segala aspek kehidupan manusia. Kesadaran akan kehadiran dan pengawasan Allah inilah yang akan membuat hidup menjadi tenang dan tenteram. Sebab, hidup dalam pengawasan Allah pasti mengarahkan seseorang untuk tampil humanis, amanah, disiplin, dan taat hukum. Dengan demikian, zikir seharusnya tidak hanya di forum-forum tertentu, seperti masjid atau mushala, tetapi juga harus melekat saat berbisnis, bekerja, mengajar, rapat tertutup maupun terbuka, dan dalam semua kesempatan.
Jadi jangan kita salah menyakini lagi bahwa kebendaan dapat menyelesaikan masalah. Membuktikan hal ini bisa diambil pelajaran dalam al-Qur’an yang telah menceritakan bagaimana melimpahnya kebendaan pada Fir’aun, Qarun dan Namrud akan tetapi kebendaan itu tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah mereka. Hidup mereka penuh dengan masalah, kegelisahan, dan ketakutan sehingga mereka diadzab oleh Allah SWT. Dengan demikian, hanya dengan agama masalah akan selesai.
Salah seorang ulama salaf berkata, “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini.” maka ada yang bertanya, “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini?” Ulama ini menjawab, “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya”.
Ini sesuai pula dengan makna ucapan yang masyhur dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab al-Waabilush shayyib “Sesungguhnya di dunia ini ada jannnah (surga), barangsiapa yang belum masuk ke dalam surga di dunia ini maka dia tidak akan masuk ke dalam surga di akhirat nanti.” Makna “surga di dunia” dalam ucapan beliau ini adalah kecintaan (yang utuh) dan ma’rifah (pengetahuan yang sempurna) kepada Allah SWT dengan memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya dengan cara baik dan benar serta selalu berzikir kepada-Nya, yang dibarengi dengan perasaan tenang dan damai ketika mendekatkan diri kepada-Nya, serta selalu mengesakan-Nya dalam kecintaan, rasa takut, berharap, bertawakkal (berserah diri) dan bermuamalah, dengan menjadikan kecintaan dan keridhaan Allah SWT satu-satunya yang mengisi dan menguasai pikiran, tekad dan kehendak seorang hamba. Inilah kenikmatan di dunia yang tiada bandingannya dengan apapun.
Jika kita tinggal di suatu kampung atau negeri dan kita ingin penduduk kampung atau negeri tersebut mendapatkan kesejahteraan, keberkahan dan kemakmuran, itu caranya juga dengan mengamalkan menjaga ketaatan kepada Allah SWT. Dalam hal tersebut, Allah telah berfirman dalam surah al-A’raf:
وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ ٩٦
Artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS. Al-A`raf: 96).
Keberkahan bukan dengan banyaknya kebun-kebun, pemandangan indah, banyaknya sungai-sungai di kampung itu, dan bukan pula dengan banyaknya orang-orang pintar, ahli ekonomi, ahli politik di sana, akan tetapi keberkahan itu hanya dengan amalan agama dan taat kepada Allah.
Berkali-kali Allah perintahkan kepada hamba-Nya di dalam al-Qur’an untuk mengikuti Rasulullah, dan jangan ikut orang kafir, orang kafir itu walinya setan, dia mengeluarkan manusia dari cahaya (nur) kepada kegelapan. Allah adalah wali orang-orang beriman, Dia mengeluarkan orang-orang beriman itu dari kegelapan kepada cahaya. Kesusahan-kesusahan yang datang kepada seseorang, karena ia tidak mau mengikuti Rasulullah, bahkan saat ini umat Islam semangat mengikuti cara orang kafir, mengikuti cara pergaulan, berpakaian, konsep dan pemahaman mereka bahkan ikut menyemarakkan perayaan natal dan lain sebagainya.
C. Sudah Berzikir Masih Gelisah