Dari segi bahasa adalah bentuk jamak dari merupakan bentuk shighah mubalaghah dari yang artinya bagus dalam melaksanakan tugas dan bertanggung jawab. Dilihat dari segi bahasa, yang ditonjolkan adalah tanggung jawab bukan kepemimpinan. Sehingga ketika seseorang bertanggung jawab, maka ia bisa dijadikan pemimpin. al-Thabari menafsirkan qawwam sebagai pelaksana tugas (nafiz al-amr) dan pelindung, yang mengatur dan mengajari, dikarenakan kelebihan yang diberikan Allah kepada laki-laki .Seperti kewajiban memberikan mahar dan nafkah (At-Thabari, 1405M: 57). Ibnu katsir mengatakan qawwam bermakna bahwa laki-laki adalah kepala rumah tangga, penasehat sekaligus pendidik wanita jika ia salah (Ibn Katsir, 1401M: 492). Dalam tafsir al-Jalalain disebut maksud qawwamun adalah penguasa (musallithun) (Jalaluddin Mahalli dan Suyuti: 106).
Sedangkan al- Qurtubi mengatakan qawwam di sini adalah yang bertugas memberi nafkah, sehingga jika suami tidak sanggup menafkahi maka hilang sifat qawwam pada dirinya (Al-qurtubi: 168-169). Kita coba lihat pendapat kontemporer Syaikh Tantawi, dimana beliau berpendapat bahwa makna qawwam adalah yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan maslahah wanita, menjaga, memelihara, melindungi dan mendidik. Karena Allah telah melebihkan laki-laki atas wanita dalam dua hal yaitu dari segi kasbiy (memberi mahar dan nafkah) dan wahbiy (kekuatan fisik) (Muhammad Sayyid Tantawi, 1997: 136). Begitupula Sayyid Qutb dalam tafsirnya menulis bahwa yang dimaksudkan dengan qawwam bukan sematamata pemimpin melainkan orang yang dibebankan dengan pengurusan kehidupan dan penghidupan. Oleh karena itu, laki-laki memiliki tanggung jawab yang lebih besar dan lebih sulit dalam menghidupi keluarganya.
Suamilah yang dapat, melalui kebijaksanaannya, menghidupi keluarganya dan menyiapkan dasar untuk kebahagiaan mereka dan dialah yang dapat mengubah rumah menjadi surga dan istrinya untuk bertindak sebagai wanita yang shalehah. Maka seorang istri seharusnya merasa beruntung karena mereka mempunyai tempat bergantung dalam keluarga.
Keduabelas, menjaga istrinya. rahasia keharmonisan keluarga adalah dengan cara memperkuat Hubungan dengan Allah SWT, saling menjaga ibadah, saling mencurahkan perhatian satu sama lain, menghabiskan waktu berkualitas bersama keluarga, perbanyak bersyukur kepada Allah, menyuburkan sifat sabar satu sama lain, saling maafkan kesalahan pasangan, tidak mudah marah.
Menjaga, merawat dan menyayangi istrinya merupakan kewajiban suami. Oleh karena itu seorang suami harus terus belajar bagaimana memperlakukan istrinya sedemikian rupa sehingga dia selalu bahagia dan menjadi karakter ahli sorga sehingga tercapai keharmonisan keluarga. Jika ini tercapai maka di dalam keluarga tentu wujud amal agama.
AJAK ISTRI BERDAKWAH, YAKIN PERTOLONGAN DAN KEMULIAAN DARI ALLAH SWT
Maka jika kita siap menghadapi tantangan dalam berdakwah Allah akan menjayakan dan memuliakan kita, dan Allah pasti akan memberikan kemuliaan, Allah pasti tinggikan, dan Allah pasti memberikan cinta kasih, dan Allah pasti akan terima, karena ini adalah kerja yang pasti diterima. Intinya, jika kita terjun dalam dakwah, bersedia menghadapi  tantangan dari Allah, Dia akan jayakan dan akan muliakan kita, bahkan kerja ini akan membawah ummat dijauhkan dari api neraka, tetapi kata Kiyai Luthfi Al-Janbari hendaklah kita menjadikan dakwah ini sebagai kerja utama bukan sekedar mengambil keberkahannya saja, ataupun kerja keluar sekedar mendapatkan pahala maka kehidupan kita tidak akan berubah, kehidupan kita akan benar-benar berubah kalau dakwah ini kita jadikan kerja kita yang utama, kehidupan kita akan berubah jika kita korbankan jiwa dan harta untuk agama. Maka siapa saja yang terjun dalam medan  dakwah, datang tantangan dan rintangan-rintangan, dan dia terus korbankan dengan penuh istiqamah maka suatu saat nanti akan Allah hilangkan berbagai tantangan-rintangan darinya dan diberikan kemuliaan-kemuliaan kepadanya. Maka hendaklah kita yakin dengan kerja inilah kita akan dibentuk dan ditolong oleh Allah SWT. Allah menjelaskan dalam al-Quran:
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (QS. Ali-Imran:104).
Dengan kerja dakwah ini, Allah akan tinggikan derajat hamba-nya baik laki-laki maupun wanita. Maka suami dan istri yang memilih kerja dakwah dan dengan penuh yakin dan betul-betul dalam hati bahwa dengan kerja ini Allah swt akan tolong, muliakan, tinggikan dan cintai mereka, maka Allah akan wujudkan cita-cita mereka dan sampaikan kebaikkan-kebaikkan kepada mereka dan keluarga mereka. Tetapi pasangan itu tidak yakin, dan mereka hanya dakwah dan dakwah saja tanpa yakin dengan pertolongan Allah SWT maka mereka akan dipermainkan syaitan, bahkan mereka akan ditarik dan dilemparkan iblis laknatullah. Intinya berdakwah itu mesti yakin, jangan ragu terhadap pertolongan Allah SWT.
Jadi bukan hanya terjun dalam medan dakwah saja, tapi benar-benar yakin dan betul-betul dalam dakwah, dan istiqamah dalam dakwah, jika orang betul-betul dalam berdakwah maka akan datang sunnahtullah, bukan hanya berdakwah saja datang pertolongan Allah (nashrullah), tetapi istiqomah dalam setiap saat baru akan menghadirkan nashrullah, maka segala kesusahan, rintangan dalam dakwah ia sebenarnya untuk mentarbiyahkan, untuk meningkatkan kita ke tingkat berikutnya. Maka semua kesusahan yang kita keluarkan dijalan Allah saat berdakwah hendaklah dijadikan paham kepada kita bahwasanya rahmat Allah SWT akan datangkan untuk kita.
Maka kesusahan-kesusahan tadi adalah ujian dari Allah, dan ujian tadi untuk meningkatkan iman kita, maka tanpa ujian-ujian kita tidak akan naik kelas. Jika ujian tidak ada, orang tidak akan naik kelas, seperti yang ada di sekolah, Perguruan Tinggi senantiasa ada ujian (Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester). Lalu apa itu ujian dan untuk apa ujian itu? Yaitu tes untuk melihat kemampuan seseorang naik kelas, ke kelas yang lebih tinggi, untuk meningkatkan seseorang untuk memberikan kejayaan, berbagai macam-macam keadaan yang tidak dia sukai. Tetapi hendaklah dia melihat dari tujuan ujian atau rintangan itu.