Pengantin perempuan menari di atas nampan disebut juga dengan "Dulang Keemasan" yang diibaratkan sebagai mekarnya sekuntum bunga teratai yang terapung di atas daun teratai yang selama ini melindunginya. Gerakan tarian juga merupakan lambang keluhuran dan kemurnian keluarga dalam melepas kedua mempelai menuju kehidupan rumah tangga.
Menurut adat, apabila seorang gadis telag dipersunting, maka seharusnya ia tidak boleh tampil menari lagi di muka umum kecuali atas izin suami.Â
Dulang keemasan diibaratkan sebagai rumah tangga yang membatasi suatu tingkah laku. Segala hal dilakukan oleh mempelai perempuan setelah dipersunting harus dengan izin suami.Â
Sebelum pengantin wanita menari, dipakaikan "tanggai", tamggai merupakan kuku palsu berwarna keemasan dan dipasangkan di jari jemarinya agar terlihat lentik saat menari, ini juga menunjukkan keanggunan sang pengantin wanita dan bertutur kata lemah lembut kepada suami.
Kemudian mempelai wanita menari bersama para penari sambil menaburkan beras kunyit di kedua mempelai. Hal itu mengartikan bahwa mempelai wanita siap melepas masa lajang dan berpisah dengan teman-teman sepermainannya.Â
Saat pengantin wanita melakukan tarian, pengantian pria akan berdiri di belakang istrinya, hal itu menggambarkan bahwa sang pria siap menjaga istri. Suami memiliki tanggung jawab menafkahi, menjaga, mengawasi dan juga siap menempuh kehidupan rumah tangga.Â
Sedangkan dua orang yang membawa tombak diartikan bahwa rumah tangga diharapkan dapat terhindar dari malapetaka, dan orang yang membawa payung bermakna bahwa rumah tangga diharapkan agar selalu mendapatk perlindungan dari Allah SWT.
Bagian akhir dari pernikahan adat Palembang ditandai oleh penari dayang yang mengantarkan pengantin kembali menuju ke pelaminan. Lalu penari dayang kembali menari melakukan gerakan persembahan dengan berjalan menjijit sambil membawa nampan dan melakukan gerakan elang terbang sambil keluar dari panggung.
Busana dan aksesoris yang digunakan oleh penari dayang dan pengantin wanita juga mempunyai ciri khas berwarna dominan merah dan kuning keemasan yang menjadi keunikan pakaian adat daerah Sumatera Selatan. Pengantin wanita menggunakan pakaian adat yang disebut "Aesan Gede", yaitu dari kain songket berupa songket lepus, dulunya songket lepus hanya dikenakan oleh raja dan keturunannya saja di Kesultanan Palembang.
Sedangkan penari dayang menggunakan pakaian berupa "Aesan Pak Sangkong". Baju kurung beludru dengan taburan benang sulam berpayet dan songket lepus. Aksesoris yang digunakan oleh penari dayang ini berupa hiasan kepala yang terdiri dari banyak beragam macam hiasan.