"Tidak berani....? Karena takut pada saya," tanya raksasa itu dengan nada merendahkan.
"Bukan.... saya benar-benar mencintai cucu Tuan," ungkap Prabu Mundingsari dengan tulus.
Kemudian, mereka menikah dan hidup dalam kebahagiaan.
Baginda tinggal bersama istrinya dalam istana di tengah rimba tersebut selama beberapa waktu. Hingga pada suatu hari...
"Adinda, rasanya sudah cukup lama kakanda meninggalkan istana Pajajaran. Aku hendak menjenguk ke sana dan ingin melihat bagaimana keadaan rakyatku....." ujar Prabu Mundingsari.
"Baiklah, kakanda! Tetapi sesekali datanglah menjenguk hamba ....." sahut istrinya dengan rasa sedih mendengar niat Prabu Mundingsari, suaminya itu.
Kemudian, Prabu Mundingsari meninggalkan istana menuju Pajajaran. Namun, kali ini baginda tidak tersesat dan dengan mudah menemukan jalan pulang.
Sesampainya di istana Pajajaran, Raja Mundingsari disambut dengan sukacita dan air mata kebahagiaan oleh permaisuri serta seluruh istana, karena telah lama Baginda menghilang dalam perburuan. Maka, Raja kembali memegang takhta Pajajaran dan memerintah seperti dulu kala.
Berbulan-bulan berlalu. Suatu malam, Raja Mundingsari terbangun dari tidurnya karena mendengar suara tangis bayi yang mengganggu. Baginda segera bangkit dari tempat tidur dan mendatangi sumber suara tersebut. Ternyata, Baginda menemukan sebuah buaian di mana terdapat seorang bayi yang tengah menangis.
Baginda segera mengangkat bayi itu, yang ternyata seorang bayi perempuan. Tiba-tiba, Baginda melihat wajah yang sangat dikenalnya, wajah istrinya dari istana di tengah rimba tempo dulu.
"Kakanda Mundingsari, bayi ini adalah bayi kita! Aku telah menyerahkannya kepadamu untuk kamu besarkan di tengah manusia," kata istrinya dengan penuh emosi.