Seabad lalu, sebuah pena setajam belati mengukir soal takdir yang tak boleh henti
pada pawon dan kelon
Perempuan, yang sanggulnya mesti menganak di bengawan
yang selendangnya mesti menutupi luka peradaban,Â
ibu, aku, kamu
Pada berpuluh tahun lalu, ibu yang bersanggul dan berselendang,Â
mengejanku dengan cabik dunia
 berlatar antara cakar dan melatanya zaman pijar
lampu dan stroom yang berlomba
Ia manggut manggut
Mendoaku jadi salah satu yang disebut dalam hebat
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!