"Ha… ha... ha... Bagaimana mungkin yang sudah mati, mati lagi. Apa kau sudah gila, Bram! " Wanita itu terus tertawa seakan serangan Bram tidak menyakitkan sama sekali.
Bram tersadar, tubuhnya lemas dan perlahan dia melepaskan tangannya dari leher wanita itu.
“Betapa bodoh diriku mengira bisa membunuhnya.” sesalnya.
Lalu dia menutupi wajahnya dengan kedua tanganya, air mata tertumpah, sesal menyelinap masuk ke relung jiwa yang tak berdaya. Seandainya waktu bisa diputar kembali…
“Mengapa kau sedih, kami sudah menyiapkan pesta menyambut kedatanganmu. kita akan bersenang-senang malam ini, " wanita itu mendekati Bram sambil senyum semanis mungkin.
"Apa maksudmu, disini hanya ada kita. Tidak ada yang lain." Bram menengadah menatapnya.
Wanita itu menyeringai, matanya disebar ke penjuru arah, seakan memberi isyarat pesta malam segera dimulai.
Beberapa detik kemudian dari balik kegelapan malam, ratusan makhluk mengerikan bermunculan. Mereka merayap, merambat mengelilingi Bram, kuku-kuku yang tajam saling berebut menggapai, merobek dan menerkamnya.
“Aaaaaaaaaaaa…”
Malam itu adalah malam panjang, malam terakhir bagi Bram. Malam yang tak akan kembali lagi, tak ada kesakitan, tak ada kecemasan dan tak ada penghianatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H