“Bram. Apa kau sudah lupa padaku?” balas wanita itu.
Bram terkejut, dengan cepat dia berusaha menekan perasaan takut yang menyelimuti.
“A-apa kita pernah bertemu?” tanyanya kembali.
“Mengapa kau mudah melupakan aku. Aku selalu setia menunggumu. Mengapa kau baru datang?” Wanita itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya seakan dia menangis.
“Siapa kau?” katanya gundah. Bram mundur selangkah untuk menjaga jarak aman.
“Apa kamu masih ingat tempat ini? tempat dimana kita berjanji untuk sehidup semati.” jelas wanita itu sembari menghapus air matanya.
Perlahan wanita itu mendongakkan kepalanya dan seketika tampak jelas seraut wajah yang tak asing. Bram terkejut, mukanya pucat, wajah yang tak pernah dia lihat selama lima tahun, kini muncul dengan sorot mata tajam seakan berusaha menguliti kesalahannya.
Bayangan kejadian lima tahun silam terlintas jelas di pelupuk matanya. Di tempat itu dia bersama kekasihnya mengikat janji akan selalu bersama dan tak akan ada yang memisahkan cinta mereka dan ditempat itu pula kekasihnya meregang nyawa.
“Tidak, tidak mungkin!” suara bergetar, lidahnya keluh.
Bram berbalik arah dan berusaha lari namun sebuah dahan pohon tumbang menghalangi langkahnya, diapun jatuh dan kaki kanannya terkilir. Beberapa kali Bram berusaha untuk bangkit namun kakinya tak mampu menopang tubuhnya dan diapun terjatuh lagi.
Wanita itu bangkit perlahan, selangkah demi selangkah dia mendekati Bram. Sebuah senyuman tipis tergores di bibirnya.